EUREKA

3 0 0
                                    



"Eureka adalah kata seruan yang digunakan untuk melambangkan penemuan suatu hal. Diucapkan pertama kali oleh Archimedes saat menemukan cara mengukur berat benda."

Sudah sebulan dari hari kejadian diasingkannya Stanza ke rumah keluarga ibunya di perbatasan Tasikmalaya-Garut. Muara yang memisahkan dua kabupaten. Dengan menyebrangi getek, maka kita akan berada di wilayah yang berbeda.

Sepi dari penduduk. Hanya ada lima sampai tujuh rumah. Mana ada yang mau tinggal di daerah perbatasan yang susah akses ke mana pun. Tukang jualan saja, jarang ada ke sana. Perlu biaya yang banyak untuk sampai ke sana. Wajarlah jika harga makanan, juga kebutuhan sehari-hari sangatlah tinggi. Tentu ada biaya yang harus dikeluarkan lebih sehingga demikian.

Kegiatan sehari-hari Stanza tak jauh dari bolak-balik mengantarkan orang menggunakan getek. Tangannya ia pegang ke tali yang terjbentang dari ujung muara sungan sebelah barat sampai tenggara. Ia hanya cuku memberikan gaya tarik sedikit, sehingga getek bisa bergerak. Ya, dengan sedikit tenaga yang dikeluarkan ia lakoni kehidupan barunya, jauh dari hiruk pikuk kota. Meniklmati laut lepas yang hanya beberapa kilo meter dari tempat getek yang oia jalankan, ia bisa melihat matahari saat tenggelam. Bulat penuh, cahaya begitu terang, menjadi pewarna alami bagi langit sore yang sangat indah.

"Za, pulang. Udah sore. Aya sandekala geura." Neneknya memanggil dari ujung barat, dekat pohon kelapa yang biasa pamannya naiki, dan mengambil buahnya untuk dijual ke kota.

"Iya, Nek. Za ini udah sampai darat." Setengah teriak ia menjawab penggilan neneknya yang pendengarannya semakin menurun.

Sandekala sering diidentikkan dengan makhluk halus yang datang saat sore hari. Ia mendatangi anak kecil yang masih bermain. Senyuk tipis terbit di wajahnya. Nenek tidak pernah berubah, sellau menganggapnya sebgai anak kecil yang takt ahu apa-apa.

Neneknya ini bukan lah nenek sebenarnya, ia adalah adik dari ibunya Bu Hartini. Selama menikah belum dikarunia anak, sehingga ia menganggap Bu Hartini adalah anaknya. Dan menganggap Stanza adalah cucunya sendiri.

***

Dari tempat lain, kabar datang menghampiri Melody. Pengumuman kelulusan SBMPTN nasional sudah dibuka. Rasa haru dan syukur tak berhenti ia ucapkan, sebentar lagi ia akan berpindah status, dari siswa menjadi mahasiswa. Mahasiswa kedokteran umum Universitas Indonesia.

Bukan hal mudah untuk bisa duduk di kampus itu, Melody mengikuti les yang begitu banyak. Latihan soal yang begitu rumit. Tapi hasil mengkhianati usaha, kerja kerasnya terbayar dengan pengumuman hasil kelulusan. Ia akan mneruskan ayahnya menjadi dokter.

Berita kebahagian itu sampai juga di telinga ayah Stanza, dokter Hartono. Ayah Melody meruakan teman sejawat ayah Stanza di rumah sakit yang sama. Mereka juga bekerja di klinik yang sama yang dibangun oleh rekan-rekan dokter angkatan mereka.

Pak Hartono mengambil gawai miliknya di atas meja di depan TV. Ia mencari nama anak laki-laki satunya yang diharapkan bisa melanjutakan perjuangannya di bidang kesehatan, membantu menyembuhkan orang yang sakit. Namun sayang harapannya musnah karena Stanza memilih pilhan lain yang sangat Pak Hartono tidak maui. Bukan seperti itu masalahnya. Tak masalah menyukai seni, toh istrinya pun adalah guru seni. Hanya ia ingin Stanza menjadi penerusnya, sehingga ia bisa menyampaikan pada teman sejawatnya jika ia bisa menyekolahkan anaknya ke skeolah kedokteran juga.

"Stanza. Melody lulus masuk kedokteran umum UI." Singkat dan jelas Pak Hartono menyampaikan berita keberhasilan Melody. Namun di sebrang sana, Stanza santai saja.tidak ada amarah ataupun merasa bersalah telah memilih jalan hidupnya. Baginya kebesan meilih jurusan adalah kebesan bagi seorang anak dimana pun berada. Orang tua berhak menunjukan jalan, tapi tetap anaklah yang akan menjalani kehidupan.

"Alhamdulillah, syukurlah, Pah. Tolong sampaikan pada Melody, selamat atas keberhasilan yang diperoleh." Stanza segera mengucapkan salam dan menutup telepon dari ayahnya.

Stanza kembali membuka galeri hp, ia melihat foto-foto kebersamaan bersama BASIS, Barudak Sisi Solokan. Ah, entah mereka ke mana, yang jelas hatinya sangat rindu kehangatan semasa sekolah saat bersama mereka.

"Za ... papamu itu bukan tidak mau mengikuti cita-citamu, tapi ia memandang lebih jauh untuk masa depanmu. Ia ingin kamu tidak gagal dalam mengarungi kehidupan." Kakek Stanza berkata dari ruang nonton TV. Stanz mendengar nasihatnya dengan penuh ta'dzim meski berada di kamar.

Stanza belum sepenuhnya tidur, ia sedang mengotak-atik HP, bermain mobile legend. Pikirannya kalut, ia tak ingin membangkang, tapi ia juga punya pilihan lain yang membuat hatinya nyaman. Ia tidak ingin seperti masa SMA, masuk jurusan atas kehendak ayahnya ke jurusan IPA, padahal ia sendiri ingin mengambil jurusan IPS.

Tak bisa dipungkiri, jurusan IPS dan bahasa sering kali dianggap remeh. Padahal, tak semua hal bisa dilakukan anak IPA. Semua ada kekurangan dan kelebihan.

Hp Stanza berdering kembali, setelah telpon tadi sore, ia tak ingin berbicara lagi dengan ayahnya. Ia tak suka cara ayahnya yang memaksakan kehendak. Dering panggilan pun mati. Stanza memilih untuk mematikan Hp secara total, ia memilih tidur, melupakan segala permasalahan yang terjadi padanya. Yang pasti, ia sudah memberikan ucapan selamat melalui chat wa padanya.

"Za, papamu nelpon lagi, katanya ada hal penting yang ingin dibicarakan." Kakek Stanza memanggil beberapa kali, tapi percuma, ia lebih memelih diam menjadi orang yang tidak tahu apa-apa yang terjadi. Tertidur dalam mimpi.

"Ini anak, jam segini sudah tidur," tegur kakeknya yang berdiri dibalik tirai penghalang antara mereka dan Stanza.

"Kata papamu, Za dapat undangan sekolah sarjana di negara Finlandia. Negara yang sangat jauh dari Indonesia," seru kakeknya antusias.

Stanza yang berniat ingin mendiamkan semua keluarganya berubah haluan, ia membuka selimutnya dengan kasar. Berlari menghampiri kakeknya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Itu benar, Kek?"

"Benar, tadi papamu nelpon gak diangkat. Coba diangkat, cucu kesayangan kakek bisa dengar langsung." Kakek Stanza mengelus lembut kepala Stanza, ia mengetahui masalah yang menimpa cucu dan papanya. Sebagai kakek ia tak bisa berbuat apa-apa, karena keputusan di rumah tangga ada di kepala rumah tangganya.

Ada alasan lain yang membuat Stanza begitu tertarik mengikuti event musik saat itu, ya, beasiswa ke luar negeri bagi peserta pelajar yang terpilih. Namun, ingatannya kembali pada teman band-nya, Zelo, Cio, Meza, dan Rama. Bagaimana dengan mereka? apa mereka juga mendapatkan beasiswa yang sama?

TAMAT

Nantikan kelanjutannya dalam judul STANZA! Jelajahi negara Finlandia, negara dengan sistem Pendidikan terbaik di dunia😊

Stanza (Anak IPA Garis Kiri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang