Maaf ya teman-teman... kalau jadi bingung karena judulnya berubah. Dikarenakan ada satu dan lain hal, terkait naskah dengan judul yang lama, jadi akhirnya harus diganti, dan dilakukan penyuntingan ulang terhadap naskah ini.
Selamat Membaca...
____________________________"Ma, saya berangkat dulu, ya," pamit seorang perempuan muda dengan senyum tipis. Suaranya sedikit bergetar, menyiratkan gugup yang tak bisa disembunyikan.
"Iya, sayang," jawab sang mama lembut, menerima ciuman tangan dan kecupan di kening dari putrinya.
"Tunggu dulu," sang mama menahan langkahnya. "Kamu kelihatan gugup. Ada apa?"
"Ah, nggak kok," elaknya, mencoba terdengar santai. Namun, tatapan penuh kasih mamanya membuatnya menyerah. "Oke... aku nervous."
Mama tersenyum kecil. "Kalau begitu, pegang tangan Mama," ujarnya, membuka kedua telapak tangannya. Putrinya menurut, menggenggam tangan itu erat. "Lihat Mama. Ingat Allah. Semua akan baik-baik saja."
Ia mengangguk, menarik napas panjang. Setelah berpamitan, ia keluar rumah dengan mengenakan pakaian olahraga lengkap dan hijab olahraga dari brand lokal. Di luar, seorang pria sudah menunggu.
"Nunggu lama, ya?" tanyanya sambil menyesuaikan tas kecil di pundaknya.
"Nggak kok, aku juga baru datang," balas pria itu santai.
"Yuk, kita jalan."
Perempuan itu adalah Aishah Kartika, desainer interior berusia 38 tahun sekaligus CEO dari Garis Ruang, perusahaan warisan ayahnya. Pagi itu, ia berencana menghadiri Grand Opening sebuah hotel yang menggunakan jasa desainnya. Karena lokasinya tak terlalu jauh, ia memutuskan pergi sambil lari pagi, kebiasaan yang rutin ia lakukan."Asistennya siap, nih. Kamu gimana? Sudah beres pidatonya?" tanya pria yang menemaninya, Janu, sepupu sekaligus sahabatnya sejak kecil.
"Siap nggak siap, sih," jawab Ai dengan ragu. "Aku masih mikir, emang perlu ya desainer interior pidato segala?"
"Mungkin pihak hotel puas banget sama hasil kerja tim kamu," sahut Janu, tersenyum jahil. "Atau... kamu nervous karena CEO-nya mantan tunangan kamu?"
"Nu, ember banget deh," Ai menukas, berusaha santai meski wajahnya memerah.
Janu tertawa kecil. Sebagai sepupu sekaligus partner kerja, hubungan mereka sudah seperti saudara kandung. Setelah lulus kuliah, Janu bergabung di Garis Ruang untuk membantu Ai, dan sejak itu mereka tak hanya rekan kerja, tetapi juga tim solid yang saling mendukung.
"Eh, ngomong-ngomong, istrimu kok nggak ikut?" tanya Ai, mencoba mengalihkan topik.
"Lita sakit. Dia lagi diet seminggu ini, mungkin ada yang salah," jawab Janu, menghela napas.
"Makanya jangan bikin istri insecure, Nu. Itu Lita pasti diet gara-gara suaminya suka lirik yang bening-bening," ujar Ai mengomel.
Janu tertawa kecil, tetapi memilih tidak menanggapi lebih jauh. Mereka melanjutkan obrolan santai sambil berlari menuju hotel. Setibanya di sana, Ai langsung menuju toilet untuk bersiap-siap. Ia mengganti pakaian olahraga dengan dress abu misty tua berbahan katun silk, dipadukan jilbab bermotif abstrak modern. Penampilannya disempurnakan oleh aksesori minimalis dan sepatu custom-made lokal.
Di acara itu, Ai memberikan pidato singkat yang menyoroti pentingnya kreativitas dalam desain interior. Meskipun canggung di awal, ia berhasil menyampaikan pesannya dengan percaya diri. Setelah pidato, ia bertemu dengan Budi, CEO hotel sekaligus mantan tunangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Ruang
Roman d'amourAisha Kartika, CEO perusahaan interior Garis Ruang, memimpin proyek pembangunan hotel di Jeddah, Saudi Arabia, di mana lukisan Azura, sahabat sekaligus cinta yang pernah ia tinggalkan, menjadi bagian dari desainnya. Pertemuan ini menggugah kembali p...