Cahaya Kesepuluh

14 1 0
                                    

Daniel berlari kencang di antara serbuan para Plunderer yang saling melesat berlomba membunuh siapa pun yang berada di jalurnya. Mereka menyalak, tertawa bersahutan seperti anjing hyena kelaparan. Beberapa kali kakinya tersandung akar pohon yang mencuat di permukaan. Goresan ranting di sekujur tangan dan wajah tak ia pedulikan.

Tangan gadis kecil itu ... terus Daniel genggam erat-erat. Napasnya terengah-engah, tubuh kurus hanya tersisa tulang terbungkus kulit tak mampu bertahan lebih lama lagi. Gadis itu pun sadar, bahwa dia hanya akan menjadi penghambat untuk Daniel.

Mereka berdua terus berlari menembus rimba yang telah lama dihuni oleh kaum Hidden. Kini, hanya mereka berdua yang tersisa dari kaum Hidden, terus berlari, berlari, berlari .... Hingga akhirnya mereka tiba di ujung sebuah tebing tinggi. Tak ada jalan lagi, satu-satunya cara untuk kabur dari kejaran para Plunderer adalah terjun sungai yang airnya mengamuk kejam, lima puluh meter di bawah tebing.

"Daniel! Cepat tinggalkan saja aku!" Gadis itu tau, Daniel bisa selamat jika ia melompat ke bawah, dengan kemampuan Daniel yang sudah sangat hebat walau baru menginjak usia 10 tahun.

Daniel tentu saja marah, gadis yang sudah seperti kakaknya itu tak mungkin ia tinggalkan begitu saja.

"Aku bisa lakukan sesuatu, percayakan padaku!" ucap Daniel dengan penuh keyakinan.

"Plunderer sudah dekat! Jumlah mereka ratusan! Kau harus segera menghilang dari sini!"

Daniel bersikeras dan tetap keras kepala, "Tidak, Karen! Aku pasti melindungimu!

Hati Karen terenyuh mendengarnya, "Daniel, cukup! Jika kau mati maka semua pengorbanan kaum kita tak akan berarti apa-apa! Kau harus selamat!"

Daniel menyadari bahwa perkataan Karen adalah kebenaran, semuanya akan berakhir jika ia ikut binasa. Namun, ia juga tidak bisa meninggalkan orang terkasih baginya itu.

Plunderer semakin mendekat, para mahluk serakah dan rakus itu berbondong-bondong membawa senapan laser, merobohkan apapun yang ada di jalan mereka.

Karen segera memeluk Daniel dan mengecup keningnya, "Maafkan aku tapi kamu harus hidup, apa pun yang terjadi dalam kehidupanmu nanti, tetap lah hidup, dalam suka atau pun duka."

Daniel berlinang air mata, bibirnya kelu, hatinya seolah membeku mendengar perkataan itu. Dengan senyuman dan tangisan perpisahan Karen mendorong Daniel ke tepian tebing hingga kakinya tak lagi berpijak tanah. Daniel terjun bebas ke amukan air sungai dan dinyatakan tiada.

***

Kilatan cahaya putih membangunkan Daniel dari mimpi buruk yang sesekali datang tak diundang. Masa lalu Daniel ketika masih berusia 10 tahun. Hingga kini masih sesekali menghantuinya.

Ia pun terbangun dengan jantung yang berdebar hebat.

Nadya masih tertidur pulas, merangkul lengan Daniel ketika ia terbangun. Seolah ikut merasakan teror mencekam di mimpi Daniel.

Daniel meraih ponselnya di meja dengan malas, jam menunjukan 9.30 A.M. Masih ada waktu sebelum Nadya harus sudah tiba di acara dan berjalan di catwalk memamerkan segudang koleksi busana.

"Nadya, hey ... ayo bangun," ucap Daniel sambil menepuk pipi Nadya. Namun, perempuan itu semakin enggan untuk membuka mata dan menutupi wajahnya dengan selimut.

Daniel bergeleng kepala, ia sedikit maklum karena stamina Nadya sebagai perempuan biasa tentu terkuras habis setelah rentetan jadwal padat tempo hari. Akan tetapi, tingkah Nadya yang masih seperti anak remaja yang malas bangun pagi, membuat Daniel sedikit gemas.

***

Setelah siap dengan segala urusan kebersihan dan kerapihan diri, Nadya dan Daniel keluar dari hotel dengan pakaian yang sangat serasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NadDaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang