Empat Tikus

16 3 2
                                    

Sebelum tengah malam Daniel baru kembali ke bengkel pak Kumis di pinggiran kota.

Pak Kumis yang sedari tadi mondar-mandir karena barang pesanannya tak kunjung sampai, langsung marah-marah dan melempar botol birnya ke arah Daniel.

Jambang dan janggut pak Kumis menutupi hampir semua bibirnya ketika dia sedang berceramah di depan Daniel.

"Dasar anak sialan! Hampir saja aku memanggil polisi untuk menjemputmu ke penjara!" gerutu pak Kumis.

"Ah ayolah! Aku selalu bekerja keras dan selesai paling cepat, tak bisakah aku menikmati sedikit kehidupan?"

Pak Kumis terdiam dan mengambil bungkusan pesanannya di dalam mobil.

Daniel menyandarkan punggungnya di pintu mobil, berpikir sejenak tentang Tur Dunia bersama Nadya.

"Pak Kumis, aku akan berhenti dari pekerjaan. Minggu depan aku akan keluar dari negeri ini."

Pak Kumis menghela napas panjang mendengar perkataan itu. Pemuda yang ia anggap seperti anaknya sendiri selama lima tahun terakhir, pada akhirnya harus pergi.

"Sudah waktunya ya? Apa boleh buat, kembalilah kesini jika kau sempat."

"Itu pun jika kau masih hidup!" ejek Daniel dengan candaan nakalnya.

"Terima kasih untuk semuanya, terima kasih untuk apartemen bobrok yang kau pinjamkan padaku itu."

"Ya terserah kau saja, tapi ingat! Kau masih punya banyak hutang denganku!" seru pak Kumis.

Daniel terkekeh mendengar perkataannya. Setelah semua yang Daniel lalui. Pak Kumis adalah penyelamat hidupnya, dengan sedikit kebaikan hatinya, dia memberikan tempat tinggal untuk Daniel secara gratis.

"Aku hanya sebentar, pasti akan kembali dalam waktu dekat!" seru Daniel seraya melangkah keluar bengkel.

"Bah! Omonganmu itu lebih licin dari pelumas mesin!" pekik pak Kumis dengan melempar sebuah kaleng berkarat.

Hari-hari yang tersisa sebelum keberangkatan, Daniel isi dengan pekerjaan sambilan yang biasa ia lakukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Mulai dari membersihkan saluran air hingga pekerjaan mengirim barang. Apapun yang bisa menghasilkan uang, dia lakukan semuanya. Pekerjaan bersih dan kotor tak ada bedanya baginya.

Sedangkan untuk Nadya, dengan jadwal pemotretan dan wawancara yang sangat padat, ia sampai kewalahan mengatur jadwal dan jam tidurnya.

Penata rias Nadya harus bekerja ekstra untuk mengimbangi, semua jadwal yang harusnya untuk satu bulan kedepan, dilibas habis demi Tur Dunia itu.

"Kenapa Nadya tiba-tiba sangat bersemangat? Padahal sebelum ini dia seperti tidak peduli dengan Tur Dunia itu."

"Itu salahmu! Karena mengusulkan ide gila itu ke Nadya."

Bu Siska memperhatikan dua pegawainya itu dan berkata, "Sudah, jangan banyak keluhan! Jadwal kita sangat padat hingga hari minggu!"

Nadya keluar dari kamar ganti dengan mengenakan gaun bertahtakan ribuan manik kristal berkilauan.

Dia tak mau membuang waktu sedikitpun, setelah menerima arahan dia langsung berlenggak-lenggok di atas Catwalk.

Serbuan kilatan lampu kamera menerpa tubuhnya. Suara alunan musik electro mengiringi para model yang memperagakan busana milik desainer termasyur di Neo Jakarta.

Leony, pria paruh baya dengan penampilan nyentrik itu tak bisa menahan air mata ketika melihat koleksi busana miliknya bisa di peragakan oleh Nadya.

NadDaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang