Tujuh Dunia

20 3 1
                                    

Daniel dan Nadya akhirnya sampai di bandara Soekarno menggunakan taksi bandara khusus untuk mereka.

Mobil berwarna kuning cerah dengan enam pendorong medan magnet tidak berhenti di pintu utama bandara, melainkan ke pintu masuk khusus pemilik pesawat jet pribadi yang berada di sebelah utara bandara. Pesawat jet pribadi Nadya sudah siap di ujung landasan pacu.

Daniel terkesima melihat betapa mewahnya pesawat berlapis cat putih dan garis-garis emas di badan pesawat. Logo burung Garuda bertengger gagah di sayap ekor pesawat. Bentuknya ramping dengan moncong yang sedikit menekuk kebawah.

Dua pramugari cantik menyambut mereka di bawah tangga pesawat dengan senyum menawan. Mereka berdua memandu dengan sangat luwes dan elegan. Memerlakukan Daniel dan Nadya layaknya Raja dan Ratu.

Daniel dan Nadya saling duduk berhadapan. Memasang sabuk pengaman setelah mendengar suara si pilot dari pengeras suara, menyatakan bahwa pesawat akan segera lepas landas.

Empat mesin pendorong di sayap pesawat mendengung keras, menerbangkan debu-debu. Perlahan pesawat itu melaju di landasan pacu dan kemudian lepas landas. Mendaki udara hingga ketinggian 25.000 kaki di atas permukaan laut.

Setelah pesawat lepas landas, dua bidadari itu menghidangkan makanan dan minuman tanpa menunggu atau menanyakan keinginan tuannya. Sebagai perusahaan aviasi paling tersohor di dunia, menanyakan kesukaan klien adalah hal yang tabu.

Setiap awak kabin pesawat sudah dilatih sedemikian rupa untuk membaca kepribadian klien mereka. Dari lekukan baju yang terkecil, bahasa tubuh, hingga guratan ekspresi mikro pada wajah.

Walaupun melaju dengan kecepatan sepuluh *mach, tidak ada sedikit pun suara gemuruh mesin pesawat di dalam kabin. Teknologi Voice Cancellation yang terpasang di balik dinding kabin, mencegah dan memantulkan kembali gelombang suara dari luar dinding.

Daniel menarawang ke jendelanya, ia teringat akan masa-masa saat dia masih aktif sebagai Agen Rahasia sebuah Biro Intelejen di Amerika.

"Daniel ...?" panggil Nadya.

Ia tak mau mengganggu seseorang yang sedang hanyut dalam lamunan. Namun, tatapan sayu penuh kesedihan tergurat jelas di pelupuk mata Daniel.

Daniel kembali ke alam nyata saat terpanggil oleh suara renyah perempuan di depannya. Intonasi lembut seolah menarik jiwanya kembali dari mega-mega ingatan kelabu tak berujung.

"Ya?" jawab Daniel.

"Hmm ... Aku jadi bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat begitu terlihat pilu, saat seorang titisan dewi ini sedang duduk depanmu."

"Kalau begitu, tebak saja," jawab Daniel.

"Seseorang atau sebuah tempat?" selidik Nadya sembari menyandarkan kepalanya di kursi.

Bibir Daniel menyungging ketika menyadari Nadya mencoba bermain deduksi dengannya, "Hmm ... keduanya."

Selama berkarir di dunia Intelejen belum ada yang bisa mengalahkannya dalam bidang teka-teki dan pemecahan kode. Kau memilih kawan bermain yang salah nona, pikir Daniel.

"Jika pikiranmu berada di masa lalu, maka hal ini sangat sentimental untukmu. Dari caramu berbicara, tegap punggungmu kala berjalan, dan mata tajam yang selalu waspada dengan keadaan sekitar ...." Nadya menjeda deduksinya, memandangi Daniel lebih teliti.

"Apa kau pernah bekerja di bidang keamanan dan sejenisnya?"

Mata Daniel terbelalak mendengar deduksi Nadya yang hampir benar. Atau lebih tepatnya menahan cetusan ide sebelum menemukan fakta lebih jauh. Nadya tersenyum cerah melihat ekspresi pria di depannya yang terkaget.

NadDaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang