I

123 20 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




.
.
.




Pagi buta sekali Mahesa sudah nangkring diatas vespa kuningnya, berangkat membelah jalanan Jakarta yang masih lengang mengingat langit yang juga masih gelap. Dirinya melajukan motor dengan kecepatan sedang menuju sebuah komplek perumahan mewah, menjemput Anjani yang entah saat ini masih mempersiapkan apa.

Mereka dengan sukarela—tidak, mereka terpaksa berangkat sepagi itu untuk mempersiapkan ospek universitas. Mahesa dan Anjani ini mahasiswa tingkat dua, aktivis sesama anggota BEM, dan sama-sama mahasiswa teladan yang berprestasi dibidangnya masing-masing.

Esa—panggilan akrab Mahesa—merupakan mahasiswa Fakultas Hukum, sedangkan Anja mahasiswi Fakultas Kedokteran.

Mahesa memarkirkan motornya didepan rumah dengan gerbang berbahan kayu yang cukup tinggi. Terlihat sedikit vintage namun masih nampak kesan mewahnya. Pria itu merogoh saku celana bahan hitam miliknya untuk mengambil ponsel lalu mengirim pesan pada sang pemilik rumah,

Nja, saya udah di depan.

Waktu berlalu tanpa ada balasan dari Anjani, gerbang besar itu terbuka menampilkan sosok pria berkaos abu-abu, celana boxer, dengan rambut kusut dan mata yang masih setengah tertutup sambil mengomel, "Sinting lo berdua berangkat kampus jam segini!"

Mahesa kembali melihat layar jam di ponselnya. Masih jam setengah lima pagi.

"Biasa. Tuntutan negara, Yis."

Cowok itu Haris, kakak kembaran Anjani. Anak-anak tongkrongan selalu panggil dia Ayis. Mahasiswa jurusan hukum sama seperti Mahesa.

"Kebangetan. Lo membuat seorang selebgram harus bukain pager rumah pagi-pagi gini!"

Tak berapa lama keluarlah perempuan dengan celana jeans hitam dan jas almamater khas kampusnya. Ia berlari kecil sambil melihat kembali isi tote bag hitam miliknya, memeriksa satu persatu barang yang harus ia bawa, barangkali ada yang tertinggal.

"Yuk cepet berangkat. Kak Hadi udah mulai koar tuh di grup panitia!" Anjani menerima helm yang diberikan Mahesa lalu dengan sergap memakainya.

Mahesa menyalakan si motor kuning sambil bertanya, "Yakin gak ada yang ketinggalan? Surat ketua pelaksana hasil revisian semalem udah di print?"

Anjani kembali membuka tote bag hitam miliknya.

"Astaga..."

Haris dan Mahesa sontak menatap satu-satunya wanita disana.

"Yis, bawain map merah di meja belajar Anja, dong!"

"Ogah."

"Please, Anja lama kalau buka sepatu."

Dengan amat sangat terpaksa, Haris mengiyakan permintaan adiknya.

"Cepetan, Yis. Lari!"

"Ck... Udah bukain gerbang, disuruh lari pula. Apes banget gue hari ini."

Walaupun ngomel-ngomel begitu, Haris beneran lari secepat kilat ke kamar Anja di lantai dua dan ambil map berwarna merah sesuai instruksi adik kembarannya.

"As usual, dasar pelupa."

"Hehe, seingatku kemarin udah ada di sekre BEM, gak ingat kalau semalam Anja print ulang."

Haris setengah berlari menghampiri keduanya dan segera menyerahkan map merah ke tangan Anjani.

"Nih. Gak gratis, ya! Lo berdua harus bayar gue. Udah sana berangkat, gue mau tidur lagi!"

Setelah mengucapkan itu, Haris mulai berbalik kedalam rumah.

"Thanks Yis, berangkat ya!"

Haris cuma melambaikan tangannya tanpa berpaling untuk merespon ucapan Mahesa.

"Eh, bang Ayis, bentar!"

Dalam hatinya Haris sedang mengumpat karena dia harus jalan kaki balik lagi kedepan. "Apa lagi sih, Nja?!"

Anjani turun dari motor lalu meraih tangan kanan Haris dan mencium punggung tangannya, "Makasih udah bawain map. Anja juga lupa, kata Esa harus salim sama abang, hehehe. Bye!"

Perbuatan adiknya barusan benar-benar membuat Haris melongo. Anjani itu... kadang Haris merasa tidak punya martabat didepan adiknya sendiri walau mereka lahir beda 7 menit. Anja bukan tipe adik yang manis dan penurut dimata Haris, dan tadi, untuk pertama kalinya Anja mencium tangan Haris. Cowok itu seakan kena brain freeze sampai tidak sadar bahwa Mahesa, Anjani, beserta motor kuningnya sudah melesat pergi menuju kampus.

.

.

.





Jalanan masih belum terlalu ramai, namun tidak selengang saat Mahesa berangkat menuju rumah Anjani tadi. Motor kuning itu terhenti saat sang pengemudi melihat tanda di lampu lalu lintas menunjukkan warna merah.

"Esa! I didn't even know, ternyata Jakarta sepagi ini dingin juga, ya!"

Mahesa menjawab dengan sedikit berteriak barangkali Anjani tidak dengar, "Kamu gak pernah keluar jam segini, sih. Mana gak pake jaket tambahan lagi."

Anja hanya membalas dengan cengiran, karena memang dirinya pertama kali keluar sepagi ini. Ah—tidak. Pernah saat Anjani ospek tahun kemarin. Tapi dirinya naik mobil, bukan si vespa kuning ini, jadi dia tidak sempat merasakan sejuknya hawa Jakarta di pagi hari, dengan udara yang belum banyak tercemar polusi dari kendaraan bermotor.

"Sini tangannya!"

"Hah?" Awalnya Anjani tidak mengerti dan hanya menjulurkan tangan kirinya ke depan.

Mahesa memegang pergelangan tangan kiri Anjani lalu dituntun masuk ke dalam saku jaket miliknya. Begitupun dengan tangan kanannya.

Di jok belakang, Anjani mati-matian menahan senyum, berdoa dalam hati semoga Mahesa tidak menatap dirinya lewat spion motor. Jantung Anjani sudah berdegup tak karuan, rasanya sudah seperti kata Haris saat di endorse bittersweet by Nana, 'kayak mau meninggoy!'.

Yang Anjani tidak tahu, Mahesa juga sedang berjuang menahan euphoria yang ia rasakan. Ada satu privilege yang Esa punya, dirinya bisa bebas tersenyum tanpa Anjani lihat. Sekarang Esa hanya tinggal berharap semoga Anja tidak mendengar dan merasakan detak jantungnya yang melonjak kencang, sambil berfokus mengendarai sang kereta kuning agar selamat. Tidak lucu jika nanti si vespa tergelincir hanya karena Esa yang sedang salah tingkah. Mahesa itu pelopor keselamatan berlalu lintas!



.
.
.



so

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





so.... guise, i'm back with another story, hehe semoga kalian suka ya, karena aku pake konsepnya lokal disini. jangan lupa vote dan komentarnya^^ terima kasih banyak sudah baca!🖤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Story of Us: GLUONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang