10. Pengobat Luka

25 7 2
                                    

Terimakasih dan maaf, aku pernah berfikir kau juga pernah mencintaiku, dengan percaya dirinya kau buat ku menunggu untuk mengobati rindu.
Seharusnya aku sadar,Aku hanya ruang singgah disaat hati mu patah.

¤Olivia🍑¤

Flashback on two years ago

Ddrrrtttt

Suara ponsel Putra berdering. Membangunkan sang pemilik gawai yang tak begitu nyaman dalam tidur. Betapa senangnya ia. Bagaimana tidak, jika sang pujaan hati menelfonnya saat ia membuka mata nya.

Diraihnya gawai nya.

"Morn Pi."

"Pagi putra.. Sudah mandi?"

"Belum Pi, aku baru aja bangun."

"Gih cuci muka sikat gigi."

Terdengar percakapan seorang gadis, memperhatikan pacar nya.

"Iya sayang, tapi jangan dimatiin Pia. Aku bentar aja."

"Iya Putra."

"Kamu ada jadwal tryout hari ini?"

"Gak ada kok, kenapa memang?"

"Aku mau nonton sama kamu. Kemarin aku udah pesan tiket nonton. Kamu bisa kan?"

"Bisa kok, kabarin aku aja ya.."

"Iya Pia. Yaudah mandi sanah, biar pacar aku jadi nambah cantik."

"Kalau nambah cantik?"

"Aku nambah cinta."

"Kalau nambah cinta?"

"Aku nambah sayang sama kamu."

"Kalau nambah sayang?"

"Aku nambah semangat melindungi kamu. Jadi gak akan ada yang berani berbuat buruk sama kamu."

"Kalau gitu aku gak ada teman dong?"

"Aku?"

"Kamu bukan teman aku."

"Lalu?"

"Kamu teman hidupku."

"Semoga bumi terjaga dan matahari mendengarnya."

🍑🍑🍑🍑🍑

Dua orang anak SMP sedang mengarah ke area parkiran di sebuah mall besar di tengah kota. Terlihat riang saat itu, tak nampak semburat kesedihan sedikitpun.

Yang ada hanya garis-garis lengkung indah juga gerakan nan riang. Ditambah jepit pink bernuansa almond di rambut hitam terurainya. Cantik. Itulah penilaian bagi kaum adam yang melihatnya.

Terdengar deru nafas memburu anak laki-laki. Menyamakan langkah kaki. Tak begitu besar dan panjang memang, namun sedikit lincah.

Ia hanya tersenyum melihat tingkah gadis cantik yang tengah ia kejar saat ini. Merepotkan. Namun asyik menghabiskan waktu luang bersama nya.

Seorang gadis terus berjalan mendahului seorang anak lelaki yang tak diperdulikan nya kini. Yang ia pikirkan hanya memimpikan saat-saat seperti beberapa jam yang lalu akan terus ia rasakan dan tak kan usai hingga nanti.

"Hey Pia, hati-hati jalannya." teriak Putra dari kejauhan. Tak begitu terdengar tapi lantang.

"Ah iya. Tapi, sebentar lagi hujan turun aku takut kita kehujanan." balas Pia terburu-buru.

Gorgeously StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang