Dahlah, serah. Klean mau voment atau enggak juga serah
Mentari mulai mengintip di balik awan putih. Suara burung kian riuh membangunkan orang tidur. Kala banyak orang telah bangun dan beraktifitas, pemuda berusia delapan belas tahun itu masih terlelap di alam mimpinya.
Matanya masih enggan untuk membuka. Selimut putuh nan tebal itu juga masih setia menghangatkan tubuh besarnya.
Semalam, seperti biasa. Ia baru saja tidur beberapa jam yang lalu, tepatnya pukul 03.00 Wib. Ia di jemput Pak Men dan pulang ke rumah setengah jam kemudian.
Laki-laki itu mulai terusik dengan suara ketukan pintu dan merasa ada yang masuk ke dalam kamarnya, dan ada yang membuka paksa selimutnya.
"Den, bangun?!"
"Erggghhh," efek dari sisa-sisa minuman yang ia minum tadi malam atau tepatnya dini hari tadi masih terasa.
"Aden mandi dulu, terus sarapan. Aden di tunggu Tuan di meja makan?!!" ujar wanita paruh baya sambil mengelus rambutnya.
"Ck," decaknya karena merasa tidurnya terganggu. Dengan malas, kaki-kaki itu berjalan lemas menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian ia sudah siap kaos oblong warna merah maroon dengan paduan celana jeans yang robek bagian lutut. Menyemprotkan sedikit parfum pada bajunya dan sedikit pomade pada rambut hitamnya.
Suara decakan sepatu mengalihkan pandangan sepasang suami istri yang sedang sibuk membicarakan sesuatu.
"Anak mama mau makan pake apa?" wanita muda dengan pakaian santainya itu menawari Radit ramah.
"Radit pamit," ia melengos pergi tanpa menghiraukan Mamanya yang sedari tadi memperhatikan dirinya.
"Ada yang ingin Papa bicarakan sama kamu Radit." Laki-laki itu menghentikan langkahnya, menoleh pada pria paruh baya itu sambil mengangkat alisnya heran.
"Duduk dulu, Sayang."
Radit ingin tertawa mendengar dirinya di panggil dengan sebutan 'Sayang' dari wanita itu. Tapi dia tak mau ambil pusing, duduk dengan tenang sambil mengangkat satu kaki dan di tumpangkan pada kaki yang satunya.
"Kamu mau kemana pagi-pagi gini?"
"Apa ini inti dari yang pengen di bicarakan?" Radit terkekeh pelan. Memalingkan wajahnya, dan sungguh itu sangat tidak sopan jika diibaratkan sebagai interaksi antara anak dan orang tua.
"Kamu tau, Papa sudah capek dengan sikap kamu."
Radit hanya acuh. Pura-pura mendengar hingga ucapan Edo membuatnya membulatkan mata.
"Apa-apaan?" Dia tidak terima.
"Papa sudah putuskan, kalo kamu Papa kirim ke Tante Dewi. Biar pikiranmu juga sedikit rileks disana."
"Nggak. Rileks apaan? Nggak perlu atur-atur Radit kayak gini. Sekolah di Jakarta ada banyak. Kalo nggak mau sekolahin Radit, yaudah nggak usah sekolah aja."
"Mau nggak mau, besok kamu berangkat."
"Terserah. Oh mungkin kehadiran Radit disini cuma jadi parasit ya? Makanya di buang." Radit terkekeh. Menggelengkan kepalanya seakan dirinya heran.Edo menghela napas panjang. Tekadnya untuk mengirim anak laki-laki itu memang sudah bulat. Dan wanita di sampingnya itu mengelus dada sang suami, menenangkannya.
---
Jepara,
"Mas kayaknya nanti nggak pulang deh, Nai."
Gadis yang sedang sibuk menalikan sepatu hitam miliknya itu mendongak ke atas mendapati Izal yang sedang sarapan dengan makanan seadanya.
Dia tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya.
"Kamu nanti langsung kunci aja pintu. Langsung tidur nggak usah nungguin Mas."
"Oh, iya Mas."
Merangkul tasnya lalu tangannya mengarah pada tangan laki-laki itu. Mencium dengan lembut sebagai tanda bakti pada laki-laki tertua di rumah ini.
"Naila pamit dulu ya, Mas." ucapnya sambil melirik Fatan yang melengos keluar. Melihat Naila yang tak kunjung keluar, remaja berusia lima belas tahun itu berteriak, "Mbak cepetan!" ujarnya tegas dan sedikit dingin.
"Kamu nggak salim dulu sama Mas Izal?" Fatan yang lebih dulu berjalan darinya hanya mengedikkan bahunya. Menatap lurus jalanan yang ramai akan orang-orang.
"Ngapain?"
"Ya salimlah, Fatan. Kalo kamu sama yang lebih tua itu harus hormat. Mas Izal udah capek-capek kerja buat kita?"
Fatan hanya diam. Dia tidak berniat membalas ucapan Naila tadi. Gadis itu hanya menghela napasnya, sudah biasa kan Fatan seperti ini? Ngapain dia terlihat kesal.
"Mbak nggak tau masalah kamu sama Mas Izal apa, tapi Mbak mohon, tolong hargai sedikit. Mas Izal susah-susah kerja juga demi kita."
"Udah ceramahya? Fatan lama-lama budeg kalo tiap pagi di ceramahin," dengan santainya dia menjawab dengan kalimat seperti itu.
Setelah Fatan mengucap itu, Naila diam. Sudahlah terserah Fatan saja. Perjalanan keduanya diiring oleh suara langkah kaki dari dua remaja berbeda umur hanya beberapa tahun saja itu.
___
"Kalian pernah ke Jepara?"
"Ngapain?"
"Gue nanya, malah balik nanya."
"Oh, Jepara bukannya kota kelahiran Kartini itu ya?" Gevan yang memang lebih pandai dari mereka seketika bertanya. Kalau tidak salah, laki-laki itu sering mendapat peringkat lima besar di kelas. Berbeda dengan Radit dan Eza', pasti ulur-uluran di peringkat paling akhir.
Radit mengedikkan bahunya, "gue mana tau."
"Apalagi Eza'." lanjutnya di sertai tawa kepada laki-laki itu.
"Gue kayaknya mau pindah." Eza' membetulkan letak duduknya. Memiringkan telinganya seakan dia ingin Radit mengulanginya.
"Pindah sekolah kan lo udah biasa, Dit. Nggak 'herman' gue." ucap Gevan ketika ingin memasukkan keripik ke dalam mulut.
"Nah iya. Nanti kita bikin ulah lagi deh biar bisa ikut lo pindah."
"Nggak, kalian enggak boleh ikut." Laki-laki itu menggeleng keras.
Eza' menyerngitkan alisnya bingung, "kenapa? Biasanya juga gitu."
"Atau jangan-jangan, lo nanya Jepara-- lo mau pindah ke Jepara??" tebak Gevan yang selanjutnya di angguki oleh laki-laki yang memakai headband hitam di kepalanya.
"Gilak, jauh bener Dit."
"Entahlah, pusing gue nurutin si tua bangka itu." ujarnya dengan di sertai kekehan kecil.
"Tua-tua gitu juga bokap lo, Dit."
"Ya gue juga tau, Ge."
"Terus...?" Eza' menunggu kelanjutan ucapan Radit.
"Ya nggak terus-terus lah." cecarnya pada Eza' sedikit membentak.
"Ya nggak usah pakek ngegas lah, Amjink."
Diantara Rega, Delusi sama HTS kalian lebih suka ceritaku yang mana???
Biar ada pertimbangan mau unpub yang mana heheDahlah, intinya aku sayang kalian. Udah itu aja. Bay-bay❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Heii Tunggu Sebentar ! [Hiatus]
Teen FictionSlow Update] [Bisa follow akun-ku? Tapi terserah deh, aku nggak maksa kok] Ig : @rnda_els24 Dingin, Kata itu sangat tepat untuk mendefinisikan seorang gadis cantik berkerudung bernama Naila Izzati. Gadis yang sudah 15 tahun menjadi yatim piatu ini...