Bagian 1

27 1 0
                                    

Malam menunjukkan pukul sembilan kurang sekian menit. Langit gerimis sisa hujan lebat sejak tadi sore masih menyelimuti belahan bumi ini, menciptakan hawa dingin yang membuat siapa saja enggan menghabiskan waktu berlama-lama berada di ruangan terbuka. Jalanan yang basah terlihat sepi lenggang. Lalu lalang orang disepanjang trotoar yang menjadi teras-teras deretan toko barang dan jasa juga tak sesibuk biasanya.

Dari dalam sebuah toko roti, seorang gadis berseragam batik identitas khas sekolahnya terlihat sedang menarik pintu kaca lalu berjalan keluar dengan tergesa-gesa. Ia masih berusaha mengembangkan payung yang ia bawa ketika terdengar sebuah teriakan kecil dari dalam pantry.

"Ra, nggak mau nunggu papa aja?" ucap wanita itu dengan cepat dan keras, menjeda aktivitas menghias cupcakes-nya.

"Nggak ma, tokonya sebentar lagi tutup. Nara pamit ya, nanti langsung pulang kok." jawab Nara, nama gadis itu, yang langsung melangkahkan kakinya dengan cepat ketika payungnya sudah berhasil terbuka.

"Ya sudah, hati-hati ya." balas sang Mama mengerti.

Ia kembali meneruskan pekerjaannya, sebelum akhirnya beranjak menyusul secepat mungkin ketika ia menemukan jaket anaknya tergeletak di meja. Namun dilihatnya Nara sudah berada sangat jauh dari tempatnya berdiri, bahkan langsung terbenam di perempatan jalan. 

Sementara itu, disepanjang jalan menuju stationery store, Nara masih sibuk merutuki dirinya yang lupa membeli peralatan melukis untuk praktik mata pelajaran seni besok pagi. Dan kini ia terpaksa harus berkejar-kejaran dengan waktu untuk bisa sampai disana sebelum toko benar-benar tutup.

Tak butuh waktu lama, kini ia sudah tiba di tempat tujuannya, tepat pukul sembilan. Untung saja, masih ada beberapa pelanggan yang tengah mengantre membayar. Cepat-cepat ia mencari barang apa saja yang ia butuhkan di antara rak-rak yang berjajar rapi.

Sementara di belahan jalan yang lain, jauh dari keramaian, terlihat dua orang laki-laki yang masing-masing menaiki motor ninja, lengkap dengan helm full face dan jaket tebal yang membungkus badannya. Keduanya saling menarik gas berulang-ulang dan melirik dengan mata tajam, menghasilkan bunyi suara motor yang bising serta asap yang mengebul pekat dari knalpot.

"Kalau lo menang, gue bersumpah nggak akan gangguin Sheryl lagi. Tapi kalau sebaliknya, lo siap-siap aja." ucap salah satu lelaki yang ber-helm merah, Rian. Tidak terlalu kencang namun masih bisa terdengar diantara bunyi bising yang ada.

Tak ada jawaban dari yang diajak bicara. Sepertinya ia sudah terlalu muak menghadapi manusia yang satu ini.

"Ready," tukas Rian lagi kepada lawan balapannya, Arga.

Rian langsung mengalihkan wajahnya ke depan. Kemudian langsung memulai countdown.

"Tiga,"

 Arga juga segera memfokuskan pandangannya.

"Dua,"

Keduanya mulai menginjak gigi.

"Satu," 

Ngeeeng...

Mereka beserta motor ninjanya langsung melesat jauh meninggalkan garis start. Suara bising motor keduanya memecah udara di jalanan yang sunyi. Keduanya hampir sama kuat, saling susul-menyusul disepanjang arena balapan menuju garis finish. Tak ada yang mau kalah. Semuanya punya kepentingan memperjuangkan hadiah kemenangan sesuai perjanjian. 

Apalagi bagi Arga, kemenangan di pertandingan ini menyangkut nyawa gadis yang ia sayangi. Tak ada pilihan lain selain ia harus menang. Biar ditekankan sekali lagi, ia harus menang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KomorebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang