09. Till You Miss Me

1.2K 184 46
                                    

Aku adalah salah satu pecundang dalam peran ini. Ya, tentu saja aku menyadari kesalahan gila yang mungkin saja sangat keterlaluan. Namun, apakah pria itu juga tidak bersikap keterlaluan kepadaku. Aku peduli padanya, dia tetap menolak. Aku mencintainya, juga dia tetap menolak. Lalu, bagaimana, apa yang harus aku lakukan? Membiarkan perasaanku tercabik-cabik olehnya? Diriku, batinku, jiwaku, apakah aku harus memberikan seluruhnya untuk dia perlakukan semena-mena. Sialan, Park Jimin adalah bajingan.

Aku melangkah dengan ketukan kesal. Menendang angin yang mungkin saja tidak memahami apa yang sedang aku rasakan saat ini. Kugenggam jemariku sembari sibuk melepaskan perban yang melilit salah satu telapak tanganku. Apapun yang terjadi, aku sudah memutuskan untuk mencintai Jungkook atau sebenarnya hanya Jungkook yang mencintaiku? Terserah, aku akan mencoba mengenggam perasaan pria itu.

Aku menarik sebagian napasku, beralih memandangi sebuah benda yang berada di ujung kakiku. Itu adalah kaleng soda yang tergeletak tanpa nyawa, membiarkanku kembali mengingat apa saja hal yang sudah menyakiti diriku. Jimin, Jimin, Jimin dan Jimin. Dia adalah orang yang seharusnya bisa bertanggung jawab untuk membenahi hatiku yang berantakan karena ulahnya. Aku kesal, aku benar-benar marah.

"Mati saja sana kau Park Jimin sialan!"

Aku menginjak kaleng soda tersebut, lantas menendangnya hingga melambung cukup jauh. Namun, pandanganku berhasil membuatku lekas bergerak mundur ketika sekujur tubuh yang utuh berdiri tepat di hadapanku. Tangannya mengenggam kaleng soda yang baru saja kulempar dengan sekuat tenaga. Dia pelaku utamanya.

"Jimin?"

Aku terperangah, lebih tepatnya aku ketakutan setengah mati. Garis sorot itu adalah yang tertajam yang pernah kupandangi. Apa dia akan menyakitiku lagi? Apa dia mendengar kalimatku yang mengumpatnya?

Dia semakin meremas kaleng soda yang berada di genggamannya. Lalu, membuangnya sangat jauh, hingga tidak terlihat keberadaanya. Aku yakin jika Jimin sedang sangat marah, itu terlihat dari wajahnya yang mengeras. Namun, dia sedang apa berada di luar malam-malam seperti ini? Bahkan kurasa rumahku masih sangat jauh dari langkah yang kupijaki.

"Jim, maaf aku tidak sengaja mengumpatmu," ucapku, sedikit menyisakan beberapa jeda.

Dia cukup banyak terdiam dengan kedua kakinya yang bergerak mendekatiku. Sedang aku, berusaha untuk menjauh, sesekali memundurkan jarak karena aku benar-benar sangat takut.

"Maafkan aku, Jim. Aku tidak tahu jika kau akan mendengarnya."

Dia semakin mendekat, sungguh sangat cepat, hingga membuatku kesulitan menggerakan kedua kakiku sendiri. Aku menyatukan kedua telapak tanganku, memohon. "Tolong jangan—"

Aku bergerak limbung ketika tidak sengaja jejakku menyentuh sebuah batu kecil. Aku hampir saja terjatuh jika pergelangan tanganku tidak segera di genggam kuat, lalu ditariknya hingga tubuhku memasuki dekapannya yang hangat. Aku terkejut, berulang kali, setiap detik.

Aku terpaku, memandangi kejutan yang bahkan mampu mengurung setiap helaan napasku. Jantungku serta merta memukul drum yang mungkin saja sudah terdengar oleh alien di luar angkasa sana. Agak berlebih, tapi itulah yang kurasakan sekarang. Dia memeluk tubuhku begitu erat dengan kesadaran yang berbeda. Dia tidak sedang dalam keadaan mabuk, lalu dia benar-benar mendekapku. Aku tidak percaya.

"Jim, kau baik-baik saja?"

Dia hanya terdiam, sesekali rengkuhannya semakin menarik tubuhku lebih dalam. Dia menjatuhkan wajahnya sendiri pada sebilah ceruk leherku. Aku tidak tahu, apakah dia menangis atau tidak, tapi sepertinya dia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Hingga, perlahan, dia menjauhkan tubuhnya sendiri, membuatku lantas menatap kedua bola mata itu dengan perasaanku yang serius. Aku hanya khawatir jika dia akan melukai dirinya sendiri atau bahkan diriku.

Trivia : Ocean Eyes || Park Jimin Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang