Aku memang tidak pandai berdiskusi dengan diriku sendiri. Bahkan untuk memutuskan satu pilihan saja rasanya teramat memusingkan. Aku tidak mengenal diriku dengan sangat baik, aku berujar kesal menyudutkan pola pikir suamiku.
Sedangkan aku, jauh lebih payah dalam berpikir. Jimin, apa aku terlalu kasar padamu? Kau membuatku terjebak di dalam diskusi liar yang tidak sempat ku temukan jalan keluarnya.
Dua, tiga, waktu berputar cepat. Menyingkirkan senja saat itu, hingga ku rasa malam melambung hidup. Di luar sana terdengar beberapa ketukan hujan yang semakin membesar dan aku hanya menanti pandangan yang melulu terpejam.
Jimin tidak ingin untuk segera menyadarkan dirinya. Ia memilih tertidur di atas pahaku. Membuatku hanya mampu mengusap dan memainkan rambutnya.
Taehyung mengirim pesan padaku untuk tetap berada di dekat Jimin, melarangku untuk bergerak sembarang. Taehyung mengatakan padaku juga bahwa Jimin hanya merasa lelah akan ingatannya yang enggan menyingkir bahkan disaat ia menyentuhku. Jika seperti ini, aku sangat keterlaluan.
"Jimin, apakah aku memang harus pergi dari kehidupanmu? Setidaknya aku tidak berusaha keras berharap padamu terlalu banyak. Kau juga tidak akan memaksa perasaanmu sendiri untuk mencintaiku, Jim. Mungkin ini terdengar naif, hanya saja perasaan peduliku jauh lebih besar, aku ingin kau merasa tenang. Kehidupanmu dan waktumu sangat berharga, aku memang tidak seharusnya memaksamu."
Aku memandangi pria yang tertidur bersandar pada kedua kakiku. Ia mungkin tidak mendengarnya, ia bahkan terbungkam, membuatku menghela nafas lelah. Aku menyentuh salah satu pipi pria itu, ia sangat menggemaskan jika terdiam seperti ini.
Hingga aku menyadari bahwa udara dingin tiba-tiba terasa melewati permukaan tubuhku yang masih setengah terbuka. Aku meringis, melupakan diriku begitu saja.
Perlahan, kedua tanganku bergerak untuk kembali memperbaiki pakaianku. Namun, aku cukup terkejut—atau sebenarnya sangat terkejut ketika sebuah sentuhan mengenggam dan menahan pergelangan tanganku. Aku memandangi pria yang berusaha menyadarkan dirinya dan menarik posisi untuk terduduk di hadapanku.
Jemarinya terasa sejuk, terkesan bergetar dan meringis. Sejenak menunduk, lalu beralih melirikku. "Tidak perlu menutupnya." Ia bergumam, membuatku terpaku karena titahannya yang seperti itu.
Aku segera melepaskan genggamannya yang melingkar halus pada pergelanganku. Aku tersenyum, beralih kembali tanganku yang bergerak menutupi seluruh pakaianku. Aku menyisihkan jarak, mengusap penuh pada salah satu pipinya.
"Tidak apa-apa. Kau tidak perlu memaksakan dirimu. Aku baik-baik saja."
Pria di hadapanku saat ini menatapku dengan segurat penyesalan. Ia menyentuh permukaan punggung tanganku yang sedang mengusap luluh pada salah satu pipinya. Ia menurunkan tanganku, mengenggamnya.
"Aku selalu teringat hal-hal yang menyakitiku di masa lalu ketika aku berusaha menyentuhmu, Leechie. Aku tidak mampu menyangkal atau sekedar melupakan rentetan kejadian itu. Aku selalu berdebar, aku selalu ingin menghindar, aku khawatir dengan perasaanku yang seperti ini akan lebih banyak melukaimu."
Aku bergerak mendekat, menjatuhkan tubuhku untuk merengkuh hangat Jimin. Aku menepuk punggungnya, memberikan keyakinan ku bahwa aku sangat baik-baik saja. Walaupun perasaanku, hingga akal serta pemikiranku berputar mencari sebuah jawaban.
Akankah aku tetap bertahan atau aku perlu pergi. Jimin mencintaiku, mungkin perasaan itu yang membuatnya semakin sulit untuk menyentuhku.
Lalu, bagaimana dengan beberapa wanita yang pernah ia sentuh? Apakah ia mampu melakukannya karena ia tidak memiliki sebatas perasaan jatuh cinta? Astaga, aku tidak seharusnya berpikiran seperti itu untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trivia : Ocean Eyes || Park Jimin Fanfiction ✔
Fanfic(END) Kim Leechie, adalah seorang gadis yatim piatu yang tengah menjabat sebagai mahasiswa dengan usia dua puluh dua tahun harus di hadapkan dengan kecelakaan paling tidak masuk akal ketika baru saja ia ingin menghilangkan diri setelah menemukan san...