26. When Dark Clouds Come

1K 151 27
                                    

Aku berteriak, tercekat seorang diri di antara beberapa dinding yang menghimpitku dengan udara sedingin beku. Aku benar-benar hancur, aku benar-benar menjadi wanita murahan yang dijadikan ruang pelampiasan gila dari mantan suamiku sendiri. Aku tidak mampu beranjak dari tempat ini, sedari tadi menggigil, memeluk tubuhku kelu.

Jimin memainkan diriku selayaknya aku pantas untuk diperlakukan seperti itu. Aku telah melakukan dosa besar yang seharusnya tidak ku lakukan. Aku telah menghancurkan harap dari ayahku yang selalu menjaga serta melindungiku. Aku telah gagal mempertahankan kebahagian kedua orang tuaku. Aku gadis yang tidak baik, ayah.

Aku merintih untuk kesekian kalinya. Terukir bayang akan bagaimana pria itu yang tanpa henti menyakitiku. Menyentuhku dengan kasar, memukulku, membuat tubuhku hanya mampu meringsut lemah. Aku sangat lelah, aku benar-benar sangat lelah.

Aku tidak bisa memahami mengapa Jimin tidak segera membunuh ku. Mengapa aku dibiarkan menderita lebih banyak seperti ini. Dia tidak memberiku jeda, bahkan untuk setiap hari dia akan melakukan hal yang sama. Dia menyentuh ku, menyetubuhi ku, bercinta dengan ku. Namun, setelah itu dia akan melukaiku dengan berbagai tepisan kasar tepat mengenai seluruh tubuhku.

Aku tidak bersalah, bukan aku yang seharusnya menanggung segala rasa sakit ini. Jika memang Jimin menginginkan aku untuk membayar nyawa dari wanita miliknya, maka ia seharusnya membunuh ku. Dia tidak perlu melakukan berbagai macam tindakan yang berusaha membuatku tersiksa seperti ini.

"Leechie."

Tidak, ku mohon, tidak lagi. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku sudah cukup lelah atas segala rasa sakit yang ku rasakan. Aku tidak berharap bahwa Jimin akan menemukan ku disini.

Tubuhku meringkuk takut, menyembunyikan kedua telingaku, hingga memejamkan pandanganku. Ku mohon, Tuhan, setidaknya beri aku sejenak waktu. Aku tidak mampu untuk menerima luka yang akan ia berikan padaku.

Hingga, sialnya, tiba-tiba saja aku merasakan sebuah sentuhan pada sebagian wajahku. Pundakku bergetar menahan rasa terkejut yang teramat gila yang terus-menerus menyapaku tanpa henti.

"Hey, kau tidak seharusnya disini. Kau akan kedinginan, Leechie."

Dia menemukan ku, begitu cepat? Luar biasa, bahkan Tuhan membenciku. Aku berusaha menghindari sentuhannya yang bagiku terasa menyebalkan. Namun, dia tetap bersikukuh untuk mengusap salah satu pipiku dengan lembut. Jimin adalah pemeran terbaik dari skenario yang ia ciptakan sendiri. Dia sangat memukau, wow.

Aku menjulurkan tanganku untuk segera menepis genggamannya pada wajahku. Hanya saja, Jimin lekas menahan pergelanganku, membuatku meringis ketika beberapa suhu panas melukai kulitku. Jimin memandangku dengan kedua sudut mata yang terlihat jauh lebih menyeramkan.

"Sampai kapan kau akan menghindariku seperti ini? Kau hanya akan membuatku marah hingga aku akan melukaimu. Tolong, jangan biarkan aku melakukannya lagi." Ucapnya dengan beberapa suara terkesan menurun pilu. Membuatku benar-benar terdiam mematung, sembari terisak penuh keraguan akan perasaan takut yang ku miliki.

Jimin beralih mengalungkan salah satu lenganku pada ceruk lehernya, mengangkat tubuhku hingga berakhir menjauhi ruang kamar mandi milikku dengan semilir udara yang selalu membeku dingin.

Jimin lekas meletakkan diriku di sebuah sisi tempat tidur. Ia sejenak membungkuk. memandangku dari sana. Sedang aku tetap menangis. Aku benar-benar merasakan kekhawatiran akan sikap pria itu yang bisa saja melukai ku pada detik selanjutnya.

Hingga, tanpa ku sadari Jimin menyiapkan sebuah handuk dengan mangkuk yang berisikan air. Ia bergerak membasahi handuk tersebut, perlahan mendekati wajahku.

Namun, aku terkesan meringis takut. Bahkan terdengar helaan nafas yang mengalun penuh lelah dari pria di hadapanku kini. Lantas, aku merasakan sebuah sentuhan ringan mengenai beberapa bagian wajahku.

Trivia : Ocean Eyes || Park Jimin Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang