"BAGAIMANA TANGGAPAN ANDA tentang sikap Jared Stephen saat kalian berada di peragaan busana Christian's Woman?"
"Bagaimana hubungan Anda dan Harding Lindemann setelah ini, apakah pertunangan ini berpengaruh? Bagaimana tanggapannya soal Jared Stephen?"
"Apa kabar bawah Anda adalah mantan Jared Stephen yang dicampakan adalah benar?"
"Apa kau berniat melaporkan hal ini sebagai pencemaran nama baik, Miss Barbara Holder?"
... dan bla bla bla.
Tidak ada jawaban dan tidak ingin menyimak lebih lama lagi pertanyaan mereka.
Jatuh tersungkur akibat tertubruk para wartawan dalam usaha mengambil ponsel yang tertendang, berbuah petaka bagiku. Kupikir ini adalah kecelakaan normal, tapi aku sungguh lengah karena tidak menyadari bahwa peristiwa tersebut merupakan sesuatu yang disengaja. Yaitu, salah seorang dari mereka sengaja menabrak lengan Kate, kemudian satunya lagi berpura-pura tak sengaja menendang ponselku—memancingku—agar mendekat dengan kelompok wartawan.
Alhasil, puluhan flash kamera dan pertanyaan sukses menghujaniku hingga memengaruhi kondisi mental sampai rasanya ingin melempar kursi ke arah mereka, jika aku tidak ingat siapa diriku sekarang.
Ya, aku Barbara Holder, tunangan Harding Lindemann seorang CEO di perusahaan besar-Christian's Woman-yang menjadi salah satu brand berpengaruh di dunia fashion.
—tapi ini sungguh merepotkan! Ingat, 'kan saat kukatakan bagaimana sensasinya berlari menggunakan high heels hanya demi menghindari tatapan Harding tempo lalu? Seperti dikejar paparazzi dan kaki seolah akan patah hanya dengan satu jentikan jari. Begitulah yang kurasakan saat ini.
Sayangnya sekarang lebih dari yang kupikirkan. Tubuhku terasa bagai biskuit yang dipatahkan, seperti pizza dengan keju mozzarella super panjang saat digigit, dan seolah hotdog extra saus yang dikunyah lelaki obesitas. Bisa kalian bayangkan bagaimana rasanya?
Well, sederhananya babak belur.
Para wartawan itu bagai monster haus darah, menarik ke sana-kemari, mengejarku, bahkan sukses membuat kemejaku robek dengan bonus rambut yang sedikit tercabut.
Shit its super crazy, right?
Dan itu memengaruhi sedikit mentalku karena tidak pernah berada di dalam situasi seperti ini. Maksudku, apa bedanya sikap mereka dengan para pem-bully?!
Tidak ada, selain mereka memiliki jabatan dan pem-bully adalah sesuatu yang luas.
Jadi kupikir wajar jika banyak seleberiti cerdas yang berusaha bersembunyi dari mereka. Tapi bukan berarti, aku benci mereka. Hanya saja ... yeah, begitulah.
"Barbara, lewat sini!" Aku menoleh, mengabaikan cercaan mereka saat kudengar suara Veronica memanggilku. Dia berdiri di dekat meja nomor lima belas, bersebelahan dengan meja kasir yang jalan kecil menuju dapur dan ruang istirahat karyawan, serta ....
Di situlah jalan keluar paling aman!
"Cepat, Barbara! Kau dorong saja yang menghalangimu," kata Veronica lagi, membuatku tersadar tidak perlu bersikap sopan lebih lama lagi. Sebab mereka pun melakukan hal serupa jadi tanpa pandang bulu, kudorong salah dua wartawan di depanku—laki-laki dan perempuan—sedikit membuatku tercengang karena kekuatan macam apa ini, lalu segera berlari menuju arah yang ditunjukan Veronica.
Sialnya, tentu saja mereka mengejar. Namun, Kate memiliki security terhebat di kelasnya sebab dengan otot-otot besar itu, mereka berhasil menahan para wartawan tersebut.
Sisanya, high heels-ku patah dan ada lebam di betis kiri serta lengan kananku.
"Kau baik-baik saja?!" Veronica menatapku panik di ruang istirahat khusus karyawan. "Sial, mereka beringas seperti binatang! Dan rambutmu, baju, lalu lengan? Astaga, ini namanya tindak kekerasan. Kau harus melaporkannya!" Menoleh ke arah pintu, Veronica memberikan isyarat pada Theo—pramusaji di restoran Kate—agar lelaki itu keluar untuk membawakanku segelas air.
"Kate menunggu kita di parkiran belakang. Kita akan pergi menggunakan mobilnya setelah kau benar-benar kuat untuk berjalan," kata Veronica lagi dengan tempo sangat cepat, seolah waktu adalah kematian.
"Tapi kita tidak akan lama di sini," sambung Veronica, sembari menyerahkan sebotol air mineral yang dibawa Theo. "Para wartawan gila itu, akan mengganggu pelanggan lainnya dan juga kita memikirkan keselamatanmu."
Keselamatanku, ya? Oh, Veronica kau wanita baik yang sepantasnya tidak masuk ke dalam hal merepotkan ini. Bahkan jika kita harus mengingat siapa biangnya, dia adalah wanita bodoh yang menjadi budak cinta seorang lelaki sinting. Jadi untuk apa, repot-repot memedulikannya?
Aku tersenyum kering menatap ketulusan di wajah Veronica. Beruntung memiliki teman sekamar seperti dia. Beruntung memiliki sahabat seperti dia. Dan andai aku juga seorang bisex, pasti aku juga akan mengencaninya.
"Trims, Veronica," ujarku lirih sebelum Veronica membantuku meneguk minuman tersebut.
"Ya, sama-sama." Veronica mengusap keringat di keningku menggunakan baju baby doll-nya, lalu ekspresi wajahnya berubah. "Ya, Tuhan ada apa denganmu? Kau sungguh baik-baik saja, eh? Aku tidak pernah melihatmu seperti replika mayat hidup."
Aku mengernyit. Tapi aku memang merasakan hal aneh dalam diriku, perasaan yang datang sama seperti kejadian sewaktu SMA dulu.
Napasku naik, turun. Rasa kemarau panjang mengusai tenggorokanku.
Dan aku hapal betul dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadi segera kegenggam lengan Veronica, menariknya pelan hingga membuat wanita itu mendekat agar memudahkanku untuk berbisik di telinganya.
Demi Tuhan, tenagaku terasa nyaris habis. Hingga tremor menyergap seluruh tubuhku.
"Beritahu Harding, tentang apa pun yang terjadi di sini dan katakan pada Theo untuk membantuku pergi ke parkiran menyusul Kate," bisikku dengan napas terengah-engah. "Kita harus pergi sekarang sebelum ...."
Mengembuskan napas panjang, tidak ada yang bisa kukatakan lagi. Napasku sesak, hingga bulir-bulir keringat sebesar jagung-awalnya-membasahi kening, kini menjalar ke seluruh tubuhku. Seperti melihat dari kaca berembun dengan kondisi mata minus, Veronica tampak memiliki kembaran.
Satu.
Dua.
Tiga ....
... lima.
Aku menghitung dalam hati, rasanya semakin kacau. Oksigen tidak bekerja maksimal di dalam dadaku, hingga dihitungan ke sepuluh ....
... Veronica memanggil namaku.
Berulang kali.
Namun, tubuhku berubah kaku, setelah kurasa telah menghantam sesuatu yang keras.
***
Yang kangen Harding, next chap dia bakal muncul, kok ^^
Gegara kejadian inilah, akhirnya aku menemukan konflik, pemicu, yang menjadikan adanya sebab akibat untuk hubungan Harding dan Barbara ^^
Bisa kalian tebak, kira2 apa? Silakan komen ya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hottest Night With You [END]
Romance[18+] Bermula dari robeknya gaun di pesta pertunangan sang mantan, Barbara tidak pernah menyangka bahwa arti dari kencan semalam ternyata telah menyeretnya ke dalam kehidupan Harding. Hingga Barbara bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada diri...