CHAPTER 041

12.9K 521 12
                                    

Ketidakberdayaan sepenuhnya telah menguasai. Terutama ketika suara beradu kulit mendominasi pendengaranku, yang kemudian memberikan sensasi panas serta nyeri di seluruh tubuhku.

Untuk kesekian kali, tubuhku--yang terikat erat pada kursi kayu--menghantam lantai berbahan dasar semen tanpa keramik atau pun marmer, serpihan pasir memasuki mata dan beberapa luka terbuka hasil pukulan seorang algojo.

Diam-diam aku menangis. Tak mampu lagi rasanya menahan hancur lebur seluruh tubuh, akibat menerima penyiksaan sebagai tawanan. Seumur hidup tidak pernah kualami yang seperti ini. Dirundung sewaktu SMA sama sekali berbeda jauh, jika dibandingkan saat ini.

Para algojo menghajarku menggunakan bermacam-macam cara, mulai dari diperlakukan sebagai samsak tinju, daging mentah yang ditumbuk, bahkan yang terkhir ....

... kuharap mereka tidak melakukan hal tersebut.

Aku meringis melihat apa yang diambil sang algojo bertubuh besar penuh tato itu. Tangannya merambat pada kotak pekakas, mengambil sebuah tang dan aku hanya dengan sekali lihat, pikiran terburuk terlintas dalam benakku.

Yaitu kalau bukan kuku, maka gigi-lah yang menjadi objek penyiksaannya kali ini.

"Tawaran yang masih sama. Bergabung dengan kami, beritahu markas mereka, dan jadilah gadis kami."

Yosua--lelaki yang kupikir memiliki jabatan lebih tinggi dari Jared--kembali menanyakan hal serupa. Ia masih berada di posisi serupa, yaitu duduk di kursi kayu--berjarak sekitar tiga meter--berhadapan denganku, di mana Jared senantiasa berdiri di belakang lelaki itu seperti seekor anak kucing.

Sang algojo memperbaiki posisi kursiku. Pekerjaan yang sudah berapa kali ia lakukan di mana sesuai perintah Yosua, maka dia akan kembali menyerangku hingga tubuh remukku kembali menyentuh lantai semen.

"Katakan kau bersedia, Nona," kata Yosua setelah mengembuskan asap tembakau dengan begitu angkuh. "Tidak sulit mengatakan iya. Setelah itu penyiksaan yang kau alami pun akan berakhir."

It's bullshit! Aku mengatakannya dalam hati. Orang jahat adalah kawan terburuk dalam melakukan negosiasi karena jika aku menyetujui tawarannya, maka tidak menutup kemungkinan aku juga akan mati di waktu bersamaan.

"No way, Mr. Yosua," kataku pelan akibat kehabisan tenaga. Namun, yakin suara itu sampai di telinganya. "Aku yakin seseorang akan menyelamatkanku."

Dan urat-urat kemarahan di wajah Yosua pun kembali tampak jelas. Ia menatapku murka--mungkin telah habis kesabaran--kemudian bangkit dari kursinya. "Bunuh si Jalang itu," kata Yosua dingin dan pergi meninggalkan ruangan penuh karatan besi.

Aku berteriak meminta tolong kepada siapa saja. Kepanikan menggerayangi hingga ke ubun-ubun, membuatku seolah mati rasa. Di waktu bersamaan, Jared menarik rambutku ke arah bawah, memaksa agar aku menengadah dan menatap wajah brengseknya.

Tanpa diketahui oleh siap pun, Jared membisikkan sesuatu. Yaitu sederet kalimat paling tidak ingin kudengar, hingga aku memutuskan untuk menghantupkan kepalaku ke rahangnya.

"Di neraka pun aku tidak akan sudi denganmu, Keparat!" Aku berteriak nyaring, hingga menarik perhatian sang algojo karena di lain sisi Jared juga sempat mengumpat akibat terkena seranganku.

Jared melayangkan tinjuan di pipiku dan itu terjadi sangat cepat, hingga aku kembali jatuh menghantam kursi. Ia menginjak wajahku menggunakan sepatunya dengan penuh dendam, tatapan penuh amarah yang kuyakin itu juga akibat masalah pribadi ia lemparkan ke arahku.

"Go to hell, Bitch!" geram Jared sembari meludah ke arahku dan aku balas memakinya. Tentu saja. "Berikan benda itu padaku. Membunuhnya terlalu cepat sangat tidak menghiburkan bagiku."

"Tapi Tuan Yoshua memintaku agar--"

"Shut up! Biar aku yang mengurus, kau hanya perlu menonton dan tutup mulut," kata Jared kemudian menendang perutku kuat, hingga membuatku kembali muntah darah.

Bukan hanya itu, aku bahkan bisa merasakan sakit luar biasa di bagian tulang rusuk.

Aku mengerang kesakitan. Terlalu sakit, hingga suaraku tak kunjung terdengar lagi. Namun, Jared semakin brengsek dengan terus menendangiku.

Di bagain yang sama.

Berkali-kali.

Hingga pandanganku berkunang-kunang.

Lalu dengan segala kekuasaan yang ia miliki, Jared kembali menarik rambutku sekadar memaksa agar aku melihat langsung ke arah wajahnya.

Sambil memainkan tang di tangan kanannya, Jared menyeringai kejam. "Aku yakin kau akan memohon ampun setelah ini," ucap Jared kemudian merobek celana dalam yang hanya dilindungi dress berlumuran darah, kemudian mengarahkan tang ke kemaluanku.

Aku berteriak, memberontak setengah mati, meski tak berefek apa pun akibat terikat pada kursi, dan menangis akibat ketakutan dengan semua nasib yang akan menimpaku kali ini. Namun, semua reaksiku justru melahirkan gelak tawa, penuh kepuasan pada diri Jared hingga tanpa ampun ....

... aku bisa merasakan bagaimana benda dingin itu menyentuh ujung klitorisku dan ....

Tiba-tiba saja, kepala Jared memancarkan darah tepat mengenai wajahku dan ia ambruk begitu saja, begitu pula dengan sang algojo.

Aku menatap kebingungan dalam beberapa saat. Namun, segera tersadarkan saat mendengar suara Vektor yang memanggil namaku, memintaku untuk tetap sadar, dan ....

... sisanya aku hanya bisa mengatakan, "Kumohon, jangan biarkan aku mati sebelum mengetahui keadaan Harding."

"Barbara, dia ...."

The Hottest Night With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang