2. The beginning

911 81 0
                                    

Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang dan menutup kedua mataku menggunakan lenganku, kepalaku terasa sakit dan aku merasa sangat kecewa pada diriku sendiri.

Ya, aku gagal datang ke pesta ulang tahun Winwin bersama kedua temanku. Ini semua karena ayahku mengetahui bahwa ada pesta yang harus kuhadiri pukul sembilan malam di daerah Gangnam. Pesta ulang tahun anak sekolahan yang berada di bawah umur.

Pintu kamarku terbuka dan ayahku masuk, melemparkan ponsel ke atas perutku. "Aww, ayah!"

"Terima kasih, berkat kau menaruh ponselmu sembarangan dan membaca pesanmu, aku jadi tahu kau berbohong. Apabila hal ini terjadi lagi kau akan mendapat hukuman, Mark!" Ujar ayahku, lalu berbalik pergi dan menutup pintu.

"Sial, sial, sial."

.

.

.

Aku terbangun karena dering alarm yang berdengung di kepala ku. Sial, siapa yang memasang alarm pagi-pagi begini pada hari mingguku yang indah?

Setelah mandi, bersiap, dan sebagainya aku keluar dari kamarku dan duduk di sofa sambil menyalakan televisi, walaupun hari minggu ibuku melarang keras anak-anaknya untuk tidur dan bermalas-malasan di kamar.

"Temani aku," ujar kakakku yang entah datang dari mana dan tiba-tiba melemparkan celana jeans padaku.

"Ini hari minggu, aku libur keluar rumah." Malasku, enak saja sudah menyuruh-nyuruh, mintanya tidak baik pula.

Kakakku memakaikan celana jeans ke kedua kakiku, demi tuhan kenapa lagi si brengsek ini, aku masih memakai celana training panjang. "Aku bisa sendiri, idiot." Ucapku, bersungut-sungut.

"Aku tunggu di teras dalam lima menit, apabila kau tidak keluar, aku akan menyeretmu." Kakakku memperingatkan.

.

.

.

Kakak laki-laki ku ini tingkahnya memang acak sekali, setelah memaksaku menemaninya pergi ke mall sekarang ia malah meninggalkanku sendirian di toko buku, dengan uang saku yang ia berikan padaku lima ribu Won sajaㅡmemang lima ribu Won bisa beli apa! Saat ini yang kuinginkan hanyalah meninju wajahnya saja.

Saat aku sedang berkeliling melihat tumpukan buku-buku mataku menangkap seseorang yang familiar. Aku langsung bersembunyi dibalik rak buku tinggi di belakangku untuk mengawasi seorang gadis yang kulihat kemarin duduk di depan toko roti.

Ia sedang membaca buku dengan serius sambil mendengarkan musik dengan menggunakan headset di tempat baca. Aku memperhatikan sisi wajahnya sambil tanpa sadar tersenyum.

Ya tuhan, gadis itu cantik sekali, pikirku. Dari jarak yang cukup dekat aku bisa melihat bibirnya yang mengerucut serius, hidung kecilnya yang mancung, bulu mata lentik yang menempel pada mata yang bulat kecil.

Sepenuhnya menarik perhatianku. Ketika sedang memproses keberanian dan kepercayaan diriku, dan hendak melangkah tiba-tiba kerah bajuku ditarik ke belakang oleh seseorang, hampir membuatku terjengkang.

Kakakku nyengir lebar sambil menunjuk mukaku, "kau kelihatan idiot ketika jatuh cinta." Tawanya tertahan karena kita sedang berada di toko buku.

Tanpa aba-aba aku langsung meninju perutnya, dan kakakku tersedak sambil terbatuk-batuk, menelan tawanya. "Diam, bodoh." Geramku.

"Baiklah, adik kecil. Kau sensitif sekali seperti beruang di musim kawin yang belum menemukan betinanya." Ledeknya.

"Kenapa kau kembali segala, sih?" Tanyaku. "Jangan marah dong, adik kecil." Sambil mengusap kepalaku. Benar-benar sinting, pikirku.

Lalu tanpa kusadari, kakakku menyeretku ke meja gadis yang kuperhatikan tadi dan mendudukanku di seberang kursinya yang kosong. Ia berbisik padaku, "kau berutang banyak padaku." Lalu pergi dengan temannyaㅡyang baru kusadari, sambil tertawa kencang tanpa peduli lirikan orang lain.

"H-hai," gagapku, mencoba menyapanya. Sambil menetralkan detak jantungku yang tiba-tiba terasa lebih cepat. Karena, entahlah, aku juga sudah terlanjur malu.

Gadis di seberangku hanya terkekeh kecil sambil menatapku. Tatapan matanya, senyumnya, wajah indahnya yang berwarna tan, tersinari oleh cahaya lampu lebih indah apabila dilihat dari dekat membuatku hampir lupa berpijak.

"Aku," ucapanku menggantung ketika seorang pria, mungkin seumuran denganku meraih tangannya dan mengajaknya pergi. Gadis itu berbalik padaku sambil melambaikan tangannya padaku sambil berbisik pelan, tanpa suara "sampai bertemu di sekolah." Itulah yang kutangkap dari gerak bibirnya.

Gadis polos, pikirku. Sangat tipeku.

^^

When Sun Goes DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang