Kedatangan Lee Jeno adalah hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Ia datang menemuiku seperti tanpa masalah.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyaku, sinis.
"Menemanimu bermain basket, mungkin. Kurasa kau butuh teman. Tidak seru kan, apabila bermain sendirian. Apalagi malam-malam seperti ini." Jawab Jeno dengan santai.
"Tidak, terima kasih. Kau tidak kuundang." Aku berkata, tanpa terlihat ramah sama sekali.
"Mark Lee tidak pernah berubah ya. Selalu egois dan sok berkuasa." Kekeh Jeno.
"Dan empat tahun tidak merubah apapun diantara kita. Kau akan tetap menjadi pecundang." Balasku.
"Hmm, kurasa tidak." Jeno menanggapi dengan enteng.
"Sebaiknya kau pergi dari sini. Aku sedang tidak ingin berurusan denganmu." Aku mulai kehabisan kesabaranku.
"Kukira kau sudah tidak bermain basket, Mark." Jeno mengalihkan pembicaraan, dan berbicara dengan nada yang menyebalkan.
Aku tidak menanggapi perkataan Lee Jeno, dan fokus terhadap permainanku, sepertinya aku lebih tertarik untuk melemparkan bola basketku ke kepala Lee Jeno dibanding dengan memasukkannya ke dalam ring.
"Seharusnya dulu kau mati saja Mark Lee, hidupmu tidak berguna sama sekali. Kau saat ini bukanlah apa-apa. Kau bukan si kuat Mark Lee yang dulu, kau bertindak seolah bisa melakukan segalanya tetapi kau bahkan sekarang tidak memiliki apapun." Ujar Jeno, sambil menerawang. Wajahnya memasang eksresi jijik sekaligus marah.
Aku tersenyum miring mendengar ucapannya. "Sebanyak apapun waktu di dunia ini tidak akan merubah apapun diantara kita, levelmu tetap berada di bawah sepatuku."
Jeno menyeringai mendengar perkataanku, dan berdecih.
"Kau sepertinya memang mau mengajakku bertengkar ya, brengsek?" Jeno membuatku kehabisan kesabaran, aku merangsek kearahnya dan tanpa ragu meninju wajahnya sampai ia tersungkur.
"Kalau kau mau tahu, aku masih bisa menghajarmu sampai mati. Aku akan melakukan hal yang sama seperti dulu. Kali ini akan kulakukan dengan cara yang paling menyakitkan. Apabila kau tidak puas kutabrak tiga tahun yang lalu dan gagal mati, sekarang kuyakinkan padamu aku tidak akan gagal. Akan kubuat kau merasakan rasa sakit tanpa habis sampai kau mati!" Geramku.
Jeno terkekeh pelan, "aku hargai semua perkataanmu," Jeno kembali berdiri, lalu mencengram kaos bagian depanku. "Sebaiknya kau bersikap baik padaku. Haechan adalah sepupuku. Oh atau kau mau kuberitahu rahasia?"
"Tidak perlu, aku tidak tertarik dan aku tidak harus meminta ijin kepada siapapun tentang keinginanku. Kau hanyalah sepupunya. Bahkan orang tuanyapun aku bisa buat mereka menyetujui aku dengan Haechan."
"Kau sombong seperti biasa." Ucap Jeno.
Aku mengedikkan bahu, setuju dengan perkataan pria itu. "Dan kau pecundang seperti biasa, apabila waktu tiga tahun membuatmu lebih berani padaku jangan harap kita berada di tempat yang sama. Kau tidak akan pernah bisa menggapaiku. Aku masih tetap bisa menghabisimu."
Jeno tersenyum mengejek. "Lalu bagaimana apabila Haechan sendiri yang tidak menginginkanmu? Apa yang bisa kau lakukan?"
"Dia sudah berada digenggamanku, aku dapat memilikinya dengan mudah. Kau mungkin bisa melihatnya." Kataku, tanpa merasa takut dengan gertakannya.
Jeno mendengus, menatapku dengan tatapan cemooh yang kentara. "Kau pikir Haechan semudah itu? Kepercayaan dirimu memang tidak pernah hilang, terlihat tinggi tapi selalu kosong. Kau tahu?"
Aku mencengkram leher Jeno, "sebaiknya urusi saja urusanmu sendiri."
Jeno tersenyum lebar, melepaskan cengkraman tanganku dari lehernya. "Kau yang membuatnya menjadi cacat!"
"Lalu?" Tantangku. "Aku memang mencintainya."
Jeno terkekeh pelan. "Tunggu saat Haechan meninggalkanmu. Dan mentertawakan semua tindakan bodohmu."
————————
—————————Untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan keadaanku dan teman-teman sekolahku berangsur baik. Aku kembali nongkrong dengan mereka.
"Hei, Mark Lee, flat head! Aku merindukanmu." Sapaan Hendery membuatku mengernyit.
"Flat head?" Winwin menanggapi, "kurasa flat fish yang benar."
"Apa aku terlihat seperti ikan atau semacamnya?" Dengusku.
"Kalian sedang apasi?" Sinis Dejun. "Jangan dengarkan mereka Mark, sini!" Dejun menggandeng lenganku menuju sofa basecamp tempatku dan teman-temanku berkumpul yang berada di SMA Neo, yang kebetulan beberapa bulan ini tidak pernah kukunjungi.
Lucas dan Jaehyun menghampiriku dan merangkul bahuku, tapi segera kulepaskan lengan Jaehyun.
"Dasar pendendam," ucap Jaehyun.
"Teman-teman," teriak Jaehyun tiba-tiba. "Ayo kita rayakan kembalinya pangeran sekolah kita. Mark Lee!" Lalu disambut riuh oleh teman-temanku.
——————————
——————————-Seseorang tiba-tiba menautkan jemari tangannya kepada jemari tangan milikku, lalu menariknya pelan, membuatku otomatis melihat siapa pemilik tangan tersebut.
Aku melihat tangan kami yang saling menggenggam, tangan Haechan begitu pas digenggamanku, membuat seluruh tubuhku terasa hangat dan bergetar.
Lalu Haechan menarik lengan kami yang bertautan dan membawanya ke pipinya.
'Aku kedingingan Mark'
Aku terkekeh, 'karena aku baik kupinjamkan jaketku.' Aku mulai melepas jaket yang kukenakan tetapi Haechan menggelengkan kepalanya.
Lalu mendekatkan tubuhnya kepadaku dan merangkulku.
'Aku juga ingin makanan yang pedas-pedas dan hangat.'
'Baik, kalau begitu kita mampir untuk membeli kue beras.'
'Mark, jangan lepaskan pelukanmu sampai kita sampai, ya!'
Aku menyetujui permintaan Haechan dengan senang hati, lalu mengeratkan pelukan kami dan kami berjalan sepanjang jalan sambil merangkul satu sama lain.
Aku ataupun Haechan tidak peduli dengan tatapan orang lain disepanjang jalan, karena melihat kami, dua anak SMA yang masih menggunakan seragam berpelukan sambil berjalan disepanjang jalan.
^^
81020
KAMU SEDANG MEMBACA
When Sun Goes Down
FanfictionI wish I could turn back the time, so I could tell you how much I love you (((BAHASA))) Mark Lee x Lee Haechan Warn : genderswitch, misgendering