7. Dia

89 16 1
                                    

Selamat membaca 😉

Tandai typo!

*
*
*
*

(Part 8 : Dia)

Tha lo cantik kalo lagi marah-marah. Tapi, jangan marah-marah terus.

Sudah semalam penuh Agatha tak bisa memejamkan mata. Perkataan laki-laki itu selalu saja mengganggu. Padahal, Agatha sudah sangat sering mendapat pujian seperti itu. Hampir setiap hari. Bahkan, dipuji orang baru pun, sensasinya tak semendebarkan ini.

Agatha menggelengkan kepalanya cepat. Mencoba menepis semua hal aneh yang sejak tadi menguasai pikirannya. Tak dipungkiri, ada sedikit getaran kecil dalam dadanya. Getaran yang membuatnya merasa bahagia. Meski sekuat apa gadis itu menolak, bagian kecil dalam dadanya berkata lain.

Bayangan yang sebelumnya tak ada, kini mulai menjelma. Berlari liar dalam pikirannya. Ini terdengar gila, memang. Wajah laki-laki itu benar-benar membuatnya sulit memikirkan hal lain.

•••

Agatha setia menatap makanan yang tersaji lengkap dengan minumannya. Itu terdengar lebih baik daripada harus mendengarkan Zaka yang sejak tadi mencoba mengambil perhatiannya. Gadis itu jengah, sangat. Duduk di sini bukanlah keinginannya. Apalagi harus satu meja dengan Zaka.

Zaka lumayan berisik untuk ukuran laki-laki. Bayangkan saja sejak mereka sampai, Zaka tak menjeda ucapannya sedikit pun. Agatha hanya menanggapi perkataannya dengan senyuman sebagai formalitas saja dan tak lebih dari itu.

“Oh iya, Tha. Entar pulang bareng gue, ya,” ajak Zaka.

Mendengar itu, Agatha bingung memilih jawaban apa yang akan ia lontarkan. Yang jelas Agatha akan menolak. Selain ia tak suka Zaka, ia juga tidak bisa pulang dengan orang lain.

“Hemz, sorry Ka, gue dijemput sopir,” sahut Agatha.

Zaka masih tak menyerah. “Entar gue yang izin sama sopir lo, deh.”

Agatha bertambah jengkel dibuatnya. Alasan apa lagi yang akan ia pakai agar Zaka berhenti. “Entar gue harus ke rumah Tante gue,” alibi Agatha.

“Gue temenin,” jawab Zaka.

Agatha menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal. Sungguh, Zaka sangat menyebalkan. Ia sudah kehabisan ide untuk menolak ajakan kakak kelasnya itu.

Zaka cukup famous di SMA Delta. Menjabat sebagai kapten basket membuatnya banyak diidolakan oleh cegil-cegil SMA Delta. Namun, tidak dengan Agatha. Ia tidak suka dan bahkan risih saat Zaka mencoba mendekatinya.

Gadis itu menoleh ke arah lain. Mencoba lari dari tatapan Zaka yang baginya tak sopan itu. Ternyata dari kejauhan ada sepasang mata yang juga menatapnya. Yang sangat kurang ajarnya mata itu berkedip ke arah Agatha. Dengan cepat, Agatha menoleh lagi ke depan dan menemukan Zaka yang tersenyum genit padanya. Agatha bangkit dan memutuskan untuk pergi saja.

Mengapa semua orang menyebalkan? Ini semua gara-gara Oca yang tidak masuk hari ini. Karenanya, Agatha mau tidak mau harus menuruti ajakan Zaka untuk makan bersama di kantin.

Kini raganya sudah jauh. Ia pastikan, Zaka tak mengejarnya. Ia tidak mau lagi terlibat dengan laki-laki itu. Cukup hari ini saja.

“Hey, Agatha ya.” Suara berat mendominasi telinganya. Agatha menoleh dan benar saja, ada seseorang di belakangnya. Mengapa banyak yang mengetahui namanya, sedangkan Agatha bukanlah cewek yang suka cari perhatian di sekolah. Bahkan Agatha memilih untuk tidak dikenal siapa-siapa.

AGATHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang