10. Notice

72 16 5
                                    

Selamat membaca

*
*
*
*

(Part 10 : Notice)

Seperti biasa, saat jam istirahat tiba kantin akan selalu penuh dengan kerumunan murid Delta. Semua meja terisi dan tak menyisakan celah untuk disinggahi. Campuran intonasi suara menggema. Bersahut-sahutan dengan suara yang muncul setelahnya.

Hanya meja pojok yang belum terisi. Seorang laki-laki berkacamata memegang nampan berisi makanan di tangannya. Dengan sekali hempas, ia mendaratkan bokongnya pada kursi berwarna-warni karena banyak dilapisi pilox.

Baru saja ia akan memasukkan suapan pertama, tarikan di kerah belakang seragamnya berhasil menjauhkan ia dari sendok yang dipegang olehnya. Lehernya terasa kaku. Seketika kekuatannya hilang karena tarikan kencang itu.

Ia berdiri karena tarikan itu semakin mencekiknya keras. Setelah terdengar batuk yang berulang-ulang, barulah sang penarik itu melepaskan cengkramannya. Dengan tangan yang mengusap-ngusap lehernya, laki-laki berkacamata itu memberanikan diri untuk membalikkan tubuh.

Tiga orang cowok yang jauh dari kata rapi sedang menatapnya tajam. Menghadirkan rasa grogi yang sebelumnya tak ada. Jantung tenang itu kini tiba-tiba berdegub kencang. "Ma-maaf," ucapnya terbata-bata. Entah ia lupa atau bagaimana jika meja pojok itu sudah menjadi hak paten milik tiga berandal Delta yang tidak boleh diduduki oleh siapapun.

Ketiga laki-laki yang menatap tingkah dari murid berkacamata itu saling menatap satu sama lain. Memilih membiarkan murid itu pergi dengan keadaan baik-baik saja. Setelah itu, mereka duduk di masing-masing kursi yang memang sudah diklaim menjadi milik mereka.

Mereka adalah Maru, Arion, dan Edo. Biang rusuh yang dimiliki SMA Delta. Maru mengangkat kaki kanannya yang terbalut sepatu berwarna putih, ke atas paha kirinya.

Matanya menelusuri setiap sudut kantin. Sialnya, yang ia cari tak terlihat. Hingga matanya tak sengaja berpapasan dengan dua orang yang sedang melintas di pintu masuk.

"Agatha sama Zaka?" paniknya dalam hati. Seketika muncul rasa kesal dalam diri Maru. Kedekatan seperti apa yang sedang mereka jalin? Haruskah ke mana-mana selalu berdua seperti itu?

"Woiy, Mar!" Suara cempreng di telinga kanannya menarik Maru ke dunia nyata.

"Apa, sih? Sadar diri dong! Suara lo tuh gak ada bagus-bagusnya. Gak usah teriak-teriak deket kuping gue!" seru Maru berapi-api.

Arion terkekeh geli mendapati kedua temannya yang sedang adu mulut ringan tepat di depan matanya.

"Lagian lo bengong, sih. Kesambet tau rasa, lo!" ungkap Edo.

Tak mempedulikan itu, Maru kembali tak menghiraukan teman-temannya dan menatap Agatha lagi.

"Udah kali, kalo naksir samperin ajah. Kalo diliatin terus, sampek onta bertelor juga gak bakal dapet," sindir Arion yang sadar bahwa Maru sejak tadi memerhatikan cewek berkuncir kuda itu.

Lagi-lagi Maru tak mengindahkan itu. Ia tetap menyalangkan mata pada dua sejoli yang sedang duduk satu meja di tengah kantin.

"Lo kan gak pernah merhatiin cewek, Mar. Kayaknya si Agatha ini termasuk orang yang special. Bisa diperhatiin seorang Maru Algaisan. Tiga tahun di Delta cuma dia doang loh yang lo gangguin," racau Arion.

"Emangnya lo. Semua cewek dibaperin, udah baper lo tinggalin," ungkap Maru sesuai fakta. Arion memang terkenal begitu. Tidak heran wajahnya yang tampan, matanya yang teduh membuat banyak cewek tergila-gila padanya.

AGATHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang