Happy Reading and Enjoy~
Luna menggeleng pelan. Takut, ia tidak ingin tinggal dengan Allard. Tapi bagaimanapun, akhir hidupnya akan bersama Allard, mungkin sampai napas terakhirnya.
Allard menodongkan kembali benda tajam itu ke pipinya. "Aku akan memberikan beberapa syarat yang harus kau patuhi, jika kau melanggar maka ada hukuman khusus. Jadilah gadis yang baik." Allard mengecup pipinya singkat.
Seketika ruangan itu berubah menjadi terang, Luna memejamkan matanya. Cahaya lampu membuatnya belum terbiasa, lalu matanya membuka secara perlahan. Menatap Allard yang saat ini berbaring di sebelahnya sembari memainkan ponsel.
Penampilan Luna sendiri berantakan, rambutnya acak-acakan, hidungnya memerah karena menangis, pipinya terluka dan bibirnya membengkak. Allard menciumnya dengan kasar, bahkan lelaki itu menggigit bibirnya seolah-olah bibirnya adalah permen.
Ada yang aneh dan Luna baru menyadarinya, bajunya sudah terganti dengan piyama berwarna hitam. Ia menatap Allard dengan pandangan menuduh, tetapi ketika lelaki itu menoleh ke arahnya, buru-buru Luna memalingkan wajahnya.
"Kau yang meng-mengganti bajuku?" tanyanya terbata.
Allard memiringkan tubuhnya, menyanggah kepalanya dengan satu tangan. "Memangnya kenapa?" balasnya ringan.
Luna mengerjap, lelaki ini benar-benar kurang ajar. Pipinya bersemu merah, ini pertama kali tubuhnya di lihat lelaki lain.
"Kau tidak boleh melakukannya! Ki-kita bahkan belum menikah, bagaimana mungkin kau bersikap semesum itu. "
Allard mengerutkan dahinya, seolah-olah lelaki itu bingung. "Kupikir tidak ada yang salah," katanya ringan. Ia menarik kancing piyama milik Luna hingga tubuh gadis itu terjatuh di atasnya.
"Aku bahkan bisa melakukan yang lebih dari itu. Apa kau ingin mencobanya?" Allard menangkupkan tangannya di gumpalan kenyal milik Luna. Meremasnya kuat hingga membuat gadis itu memekik dengan wajah panik.
"Aku belum pernah merasakan lubang perawan. Mungkin dulu, tapi itu sudah lama sekali. Dan sekarang aku bertanya-tanya bagaimana rasanya lubang perawan itu." Ia tersenyum sinis.
Dengan sekali gerakan, Allard mengubah posisi, membuat Luna kini terbaring di bawahnya. Sebelum itu, ia meletakkan ponselnya di atas meja kecil yang berada di samping ranjang. Kedua tangannya yang kokoh memerangkap Luna yang bergetar di bawahnya.
"Ka-kau mau apa!" teriaknya kalut.
Karena Allard membuka kancing kemejanya dengan santai, sebelum meloloskan baju itu dari badannya. Menampilkan tubuhnya yang indah dengan warna perunggu. Jika Luna berada dalam keadaan yang berbeda, mungkin ia akan mengagumi tubuh Allard. Tetapi, ini situasi yang rumit.
"Kenapa masih bertanya kalau sudah tau jawabannya, hm?"
Memberanikan diri, Luna menendang perut Allard yang sixpack. Tendangannya cukup membuat lelaki itu terjatuh, hingga Luna menggunakan kesempatan itu untuk berlari. Ini kamar yang beda dengan kamar yang berada di kantor Allard.
Ia berlari ke arah pintu, dan sialnya pintu itu terkunci. Kedua matanya sudah berair, ketakutan luar biasa menyelimutinya ketika melihat Allard berjalan ke arahnya dengan wajah dingin.
Luna membuka pintu kamar mandi, buru-buru ia masuk lalu menguncinya dari dalam. Tubuhnya terkulai lemas, ia memeluk lututnya sendiri.
"Buka sebelum aku marah."
Allard menggedor pintunya dengan pukulan bertubi, membuat jantung Luna bertalu. Seisi kamar mandi ini kaca, apapun yang di lakukan akan kelihatan. Tidak ada tempat untuk bersembunyi.
"Buka atau ku dobrak? Jangan sampai aku yang membuka pintu ini, Luna. Kau akan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatanmu. Ku hitung sampai tiga."
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
Tidak ada pilihan yang lebih baik lagi selain bersembunyi di dalam shower box berbalut kaca itu, meskipun transparan, tapi cukup untuk melindunginya. Sebab, ada pintu yang menjadi penghalang. Allard mengerikan, ia tidak menyangka lelaki ramah dan suka bermain wanita itu ternyata mempunyai sifat yang siapapun tidak bisa membayangkannya.
Apa sebaiknya ia menjadi istri kakek tua John saja? Setua itu tidak mungkin mampu melayangkan tangan untuk menyakiti istrinya, bukan? Tapi jika dengan si tua John ... membayangkan mencium dan juga menyerahkan dirinya saja sangat menyeramkan. Luna tidak bisa membayangkan bagaimana jika tangan-tangan keriput itu membelai kulitnya.
Ketukan di pintu berhenti, apa Allard sudah pergi? Baru aja ia berdiri untuk mengecek, tetapi pintu itu terbuka dengan anggun, tidak seperti perkataan Allard yang ingin mendobraknya. Lelaki itu masuk dengan wajah dingin.
"Aku ingin memberimu kenikmatan dunia, kenapa kau bersembunyi?" tanyanya kurang ajar. Lelaki itu berjalan dengan langkah sepelan mungkin, bak singa yang mengendap untuk menerkam mangsanya.
Luna berdiri, menahan pintu kaca itu dengan tubuh bergetar, tidak yakin pada diri sendiri mampu mengalahkan kekuatan Allard. Luna butuh sahabatnya saat ini, ia butuh Derald. Lelaki itu selalu melindunginya dari apapun, sekarang Luna membutuhkannya.
Dahi Allard berkerut, menambah kesan kejam pada wajah pria itu. "Kenapa kau menahannya? Aku ingin mandi, dan kupikir kau juga ingin mandi." Lelaki itu dengan santainya mendorong pintu kaca itu, membuat tubuh Luna terdorong ke belakang.
Luna menggelengkan kepalanya ketika melihat Allard membuka ikat pinggang, jantungnya berdebar ketika pria itu menurunkan celananya. Lupakan soal lebih baik bersama dengan Allard, Luna akan mati muda jika nekat menikah dengannya.
"Be-begini Allard, ku pikir lebih baik a-aku membatalkan keinginan menikah denganmu." Menelan ludah dengan susah payah, wajahnya menunduk, tidak memiliki keberanian menatap manik abu itu.
"Kenapa? Apa kau sudah menyerah sebelum berperang? Maaf mengecewakanmu, Luna. Tapi aku tidak ingin melepasmu." Allard berjalan mendekat hingga membuat Luna tersudut.
Lelaki itu menunduk untuk mengambil sejumput rambut Luna, lalu menciumnya dengan gerakan sensual. "Dua kalimat yang bisa kukatakan, 'aku tertarik'. Jika kau memilih pergi aku juga akan menangkapmu." Ia tertawa keras. "Salahmu sendiri karena tidak menyelidiki terlebih dahulu siapa diriku sebenarnya," ucapnya dengan nada yang kejam.
Tanpa peringatan Allard membuka piyama Luna, membuat beberapa kancing terlepas dengan paksa sebelum jatuh ke lantai. Tanpa memperdulikan pekikan kaget yang dilontarkan, lelaki itu membawa tubuh Luna mendekat. "Aku belum pernah bermain dengan perawan di dalam kamar mandi, ini pasti menyenangkan."
Luna kehilangan akal untuk menghindar, tubuhnya tidak cukup kuat untuk mendorong Allard menjauh. Ketika Allard menunduk ingin menciumnya, Luna bergerak cepat. Menancapkan satu gigitan kuat di bahu Allard, membuat lelaki itu menjerit kesakitan sebelum menarik rambut Luna agar menjauh dari bahunya. Ada bekas gigitan kemerahan di sana.
Tatapan Allard menggelap, cengkramannya pada rambut Luna semakin menguat. Membuat gadis itu meringis kesakitan. "Tampaknya kau menginginkan lebih dari ini, cukup liar juga." Ia mendorong tubuh Luna hingga punggung wanita itu menubruk dinding dengan keras. Memungut ikat pinggangnya yang tergeletak di lantai, lalu tanpa perasaan melayangkan satu pukulan kuat.
CTAR
Bunyi pukulan itu membahana di langit-langit kamar mandi. Luna menjerit dan satu pukulan kembali melayang.
CTAR
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Doll
RomanceLapak 21+ terdapat kekerasan fisik, ucapan dan tindakan. Yang masih kecil menjauh, kalau tetap nekat. Bukan tanggung jawab penulis (~‾▿‾)~ "Nikahi aku!" Allard menatap tertarik ke arah seorang gadis yang berdiri di hadapannya. Mata gadis itu meman...