5

113K 5.4K 229
                                    

Happy Reading and Enjoy~

Lelaki bermanik abu gelap itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, membersihkan tangannya sebelum semenit yang lalu menendang tubuh seorang lelaki yang sudah tidak berdaya itu. Dibersihkan tangannya seolah-olah jijik dengan sesuatu yang baru saja disentuhnya.

"Urus penyusup itu," perintahnya pada seseorang yang sejak tadi selalu berada di belakang pria bermanik abu ini.

Ia berbalik menatap Luna yang terduduk di lantai dengan wajah pucat. "Hei wanita, ikut denganku!" katanya sembari kaki panjangnya melangkah menaiki tangga darurat.

Luna mendongak dan tatapan matanya yang berair berhadapan pada pria yang sepertinya adalah asisten dari lelaki bermanik abu itu. Asisten itu tersenyum kaku. "Sebaiknya Anda mengikutinya, nona. Kita tidak akan tau apa yang akan dilakukannya ketika melihat Anda memutuskan untuk tetap membantah dengan memilih kabur dari sini."

Luna mencibir, memang mereka ini siapa sih! mengapa di Washington Corp ada karyawan yang bisa berbuat semena-mena ini pada seorang tamu? Lihat saja nanti, Luna akan menjelek-jelekkan mereka dan mengkritik habis-habisan. Ia berdiri, menyeka matanya yang berair sebelum mengikuti langkah pria arogan bermanik abu di hadapannya.

Awalnya Luna berpikir akan menaiki tangga hingga lantai teratas, tetapi nyatanya tidak. Sebab, pria manik abu itu membawa kunci dan membuka pintu besi, yang tersedia di setiap belokan anak tangga. Di mana pintu besinya terhubung pada setiap lantai Washington Corp.

Luna masih mengikuti langkah pria itu memasuki lift yang akan membawanya entah kemana. Anehnya lift itu hanya berisi mereka berdua, tadi saat menaikinya Luna melihat sebagian karyawan mengantri pada lift yang berada sedikit jauh dari lift yang mereka pilih. Singkatnya, lift ini seperti lift khusus. Lift yang dibuat untuk atasan ataupun rekan bisnis.

Kruk ... kruk ....

Luna memegang perutnya yang berbunyi, rasa lapar yang amat sangat melilit perutnya. Diantara rasa lapar dan juga rasa takut berbaur menjadi satu. Pria dihadapannya menoleh dan menatapnya dengan tajam, sebelah alisnya terangkat.

"A-aku benar-benar tidak berbohong saat mengatakan padamu bahwa aku mencari makanan."

Pria itu berbalik lalu berjalan mendekat, mengunci tubuh Luna dengan kedua lengan kokohnya. Tubuh Luna sendiri sudah merapat ke dinding lift, menunduk untuk menatap sepatu kilat milik pria ini, sementara dia sendiri tidak mengenakan apapun. Heelsnya masih dijinjing.

"Jika kau memperjelas alasanmu berada di tangga darurat itu aku akan membebaskanmu dan mempercayaimu."

Apa ... apa sebaiknya ia katakan saja jika ingin bertemu dengan Allard dan menghindari wanita resepsionis itu sampai akhirnya terjebak di tangga darurat? jika tidak jujur tidak ada lagi alasan untuk membela diri. Bagaimanapun mencari makanan di tangga darurat adalah hal yang terkonyol.

"Jika kukatakan padamu alasan sebenarnya apa kau mau menyimpannya dan merahasiakannya?"

Dagunya terangkat, kedua matanya bertatapan dengan manik abu yang menatapnya tajam. "Hei wanita, apapun yang akan kau katakan tidak akan memberikan dampak apapun jika kusebarkan. Aku tidak memiliki waktu untuk itu, jika kau jujur mungkin setengah nyawamu akan kuampuni."

"Lalu setengahnya lagi?" Luna bertanya polos. Matanya berkedip sekali, seolah menyadari ada yang salah dengan pertanyaan buru-buru Luna menambahkan, "Maksudku bukan seperti itu ...."

Pria dihadapannya menunduk hingga napasnya yang hangat dan berbau mint menerpa wajah Luna, bibirnya mendekat dan berbisik tepat di atas bibir Luna. "Setengah lagi nyawamu ada di tanganku, yang artinya meskipun kau bebas setiap pergerakanmu akan kupantau."

Luna membeku, menelan ludah dengan susah payah. "Se-sebenarnya aku kesini untuk menghindari pernikahan dan juga menghindari seseorang, itulah mengapa aku bisa berakhir di tangga darurat."

Tanpa diduga tangan pria di hadapannya menurun dari pinggul menuju dua tumpukan daging kenyal milik Luna. Meremasnya kuat. Luna tersentak, kedua matanya membesar, melotot tak percaya. Seketika tubuhnya kaku, kurang ajar sekali pria di hadapannya ini.

Tetapi seolah ada hambatan kuat yang membuatnya tidak bisa memberontak dan akhirnya hanya bisa terdiam, membiarkan dirinya diperiksa dengan gaya yang luar biasa sensual.

Tangan pria itu yang berada di dagu Luna juga berpindah meremas dua gundukan kenyal bada bagian depan tubuh Luna, senyumnya mengembang tipis.

Luna menepis tangan pria itu secara tiba-tiba, sifat untuk melindungi diri sendiri muncul. Ia melayangkan heelsnya ke arah pria itu yang langsung saja menangkap tangan Luna  sebelum mengenainya.

Pria itu menunduk untuk menatap kaki Luna yang telanjang tanpa alas, lalu beralih kembali pada wajah Luna yang memerah.

"Kau mengiraku mata-mata, aku masih bisa menerimanya, tapi jika sudah keterlaluan seperti tadi aku akan melaporkanmu sebagai pelecehan!"

Napas Luna memburu, matanya menatap berani ke arah manik abu itu. "Jangan karena kau karyawan di perusahaan besar bisa seenaknya memperlakukanku seperti ini! aku akan meyakinkan diriku sendiri agar bisa memecatmu setelah menikah dengan Allard!"

"Menikah dengan Allard?" dahi pria itu mengerut, senyum di wajahnya menunjukkan bahwa saat ini dirinya mulai tertarik.

"Memangnya kau siapa? Aku tidak pernah melihat wanita Allard yang sepertimu, berjalan tanpa sandal dan ...."

Ucapannya berhenti sebentar, menatap penampilan Luna dari atas hingga bawah.

"Setahuku Allard tidak punya wanita yang penampilannya berantakan dan berjalan dengan perut kelaparan. Jadi siapa dirimu sebenarnya, wanita yang mengaku kekasih Allard?"

Luna mengetapkan bibirnya, pria di hadapannya ini menyebut Allard dengan namanya langsung tanpa embel-embel 'Tuan' seperti yang dilakukan resepsionis tadi. Bukankah itu menunjukkan bahwa pria ini adalah orang yang dekat dengan Allard? La-lalu apa yang akan dilakukannya sekarang? Lagipula mengapa tadi ia berkata seperti itu tanpa berpikir terlebih dahulu, sekarang keadaannya semakin runyam.

Percaya diri, itu yang mommy katakan padanya.

Luna tertawa dengan gaya sombong. "Memangnya sedekat apa kau dengan Allard? Kau tidak pernah tau Allard selalu menyembunyikan hubungannya dengan wanita yang dianggapnya spesial, itu karena dia ingin melindungi wanitanya. Dan aku termasuk wanita yang ingin dilindunginya."

Pria dihadapannya terbahak, sekilas kesan dingin dan arogan yang menguar menghilang. Luna sempat tertegun, tetapi buru-buru menggelengkan kepalanya agar tidak mengagumi pria dihadapannya ini.

"Wow," ucapnya takjub. "Aku tidak menyangka Allard mempunyai wanita simpanan spesial sepertimu, tampaknya kau memang barang langka miliknya."

Lagi-lagi kedua mata abu itu menyusuri penampilannya, menilai dengan sikap kurang ajar. "Biasanya aku dan Allard selalu berbagi wanita dalam hal apapun termasuk ranjang, setelah ku ingat-ingat aku belum pernah mencicipimu. Apa mungkin perkataanmu benar? Allard menyembunyikanmu karena tidak ingin aku memakaimu? Kalau begitu—"

Pria dihadapannya kembali mendekat hingga tubuhnya melekat pada tubuh Luna. "Dia salah besar karena sepertinya aku tertarik untuk mencicipimu."

Luna mendorong tubuh pria itu yang tentunya tidak bisa mengubah apapun, sebab pria itu tidak bergeser sedikitpun.

"Jangan ketakutan seperti itu, wanita. Karena aku dan Allard selalu berbagi lubang yang sama. Jangan bersikap seolah kau masih perawan.

Bersambung...

Wedding DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang