29

50.9K 2.3K 36
                                    

Happy Reading and Enjoy~

Ketika Allard kembali, pria itu membawa nampan beserta berbagai macam makanan lezat. Aromanya membuat perut Luna semakin sakit dengan rasa lapar yang menyengat. Jika orang lain sakit dan tidak berselera untuk makan, berbeda halnya dengan Luna yang nafsu makannya tidak menurun.

Mulutnya terasa berair bahkan sebelum ia menyentuh makanan yang dibawa Allard. Lelaki itu meletakkan nampan yang dibawanya tepat dihadapan Luna, ia menatap kehadiran Allard tanpa berkedip hingga lelaki itu duduk di pinggir ranjang. Saat melihat apa-apa saja yang tersaji, tubuhnya melemas.

Tatapannya menajam seolah-olah Allard sudah gila, sementara Allard yang mendapat tatapan seperti itu hanya bisa menaikkan alisnya sebelah, dengan santai lelaki itu berujar. “Apa yang kau tunggu? Makanlah, bukankah perutmu sudah berbunyi sejak tadi.”

Mengabaikan kalimat Allard yang membuatnya malu, telunjuknya terjulur ke arah makanan yang berada di nampan. “Aku tidak sakit parah, kau tidak perlu membawakanku makanan dengan menu sayuran, sup, oh bahkan bubur itu!”

“Tidak sakit?” Tanya pria itu meremehkan. “Apa perlu aku menggendongmu lalu mendudukkanmu di depan meja rias?”

“Tubuhku yang sakit bukan diriku, dan selera makanku cukup baik sehingga kau tidak perlu memberiku makanan orang sakit seperti itu.”

Kening Allard berkerut, pertanda bahwa pria itu tidak menyukai cara Luna menolak makanan yang dibawanya. “Aku sudah berbaik hati mengambilkanmu makan, dan sekarang kau bersikap manja dengan menolak kebaikanku?”

Ia mencengkram dagu Luna. “Kau tau aku tidak sebaik itu. Diam dan makanlah!”

Luna tidak menyukainya, ia membenci pria ini dengan seluruh hatinya. Di dorong dengan frustrasi yang menyiksa ia berteriak. “Sudah kubilang tidak mau! Aku tidak selera dengan seluruh sayuran, sup, bubur dan buah yang kau bawakan!”

“Jangan memancing amarahku, wanita.” Allard menggeram diantara kedua giginya yang merapat.

Luna melirik pisau buah dan garpu yang berada di atas nampan, mewanti-wanti benda tajam mana yang akan diambilnya terlebih dahulu. Allard sendiri paham ke arah mana tatapan Luna tertuju. Sehingga ketika Luna memutuskan mengambil garpu dan melayangkan ke arahnya, Allard langsung menghentikan gerakannya.

Lelaki itu mencengkram pergelangan tangan Luna dengan erat, matanya menyala tajam. “Aku tidak tau kau sekarang senang membunuh, jika kau memang merasa lebih baik dengan membunuh orang, maka aku dengan senang hati memberi manusia yang pantas mati untuk kau bunuh.”

“Hanya kau yang ingin kubunuh, kucincang, lalu daging-dagingmu kuberi pada anjing yang kelaparan,” katanya sembari menghentakkan pergelangan tangannya.

Wedding DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang