3: (Not) a Wedding

2.4K 431 102
                                    

Selamat malam minggu gaes. Selagi aku nyiapin bab baru Beat Up, aku drop ini dulu ya (karena emang ada stok sih wkwk)

Selamat malmingan sama mantan~

Selamat malmingan sama mantan~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

This whole week is a total disaster!

Aku betul-betul sebal begitu tahu Abi menyuruhku 'berdandan' karena tahu Rico ada di kantor. Berasa penting banget harus kelihatan berbeda supaya bisa menarik perhatian dia.

"Gue kira lo udah tahu," kata Abi waktu aku mengomelinya. "Lumayan juga, kan? Pas banget lagi sama-sama merah bajunya. Jodoh kali, ya?"

Karena Abi sama sekali nggak merasa bersalah, selama seminggu ini aku sengaja nggak banyak bicara dengannya, hingga pagi ini, bertepatan dengan undangan pernikahan Mira, dia datang ke apartemenku dan bilang, "Sori deh, sori. Gue kan cuma bercanda aja. Udahan marahnya napa? Rasanya malah gue yang jadi mantan lo terus kemusuhan. Peace, damai, Slankers, oke? Mending berangkat ke nikahan Mira bareng gue."

I should admit kemunculan Abi dengan kemeja batik membuatku agak nggak tega menyuruhnya pulang. Jadi aku mengiakan. Lumayan juga ditawari tumpangan gratis di tengah macetnya Jakarta hari Minggu, dan dapat teman kondangan. Berdua lebih baik daripada datang sendirian. Paling-paling hanya memberi selamat lalu pulang.

Sebenarnya aku tidak sepenuhnya marah pada Abi, meskipun aku menyesal sudah pakai marsala jumpsuit itu dan jadi korban cengcengan Mbak Rima. Andai saja Mbak Rima tahu pria yang dia kira'cocok' denganku sebenarnya orang terakhir di muka bumi yang ingin kumasukkan lagi ke dalam hidupku.

"Kalian pasti bakal sering ketemu kok. Satu gedung ini," kata Mbak Rima waktu itu. "Rico pas satu lantai di atas lo kok, Von."

And that's exactly what scared me the most.

Setelah satu tahun nggak bertemu, Rico tiba-tiba muncul, dan nggak tanggung-tanggung, dia berada di gedung yang sama denganku, mengartikan kehadirannya di sekitarku ke depannya akan menjadi rutinitasku, dengan kemungkinan berpapasan bukan mustahil.

Definisi 'sudah jatuh tertimpa tangga' itu begini, ya?

"Von." Suara Abi menarikku kembali ke masa kini. Dia mengulurkan tangan, membantuku naik ke panggung tempat mempelai. "Jangan ngelamun."

Kusambut uluran tangannya, memilih untuk tidak menggubris dan tersenyum begitu menyalami Mira dan Saga, suaminya. "Selamat hidup baru, Mir. I'm happy for both of you."

"Thank you for coming, Mas Abi, Mbak Vonna," balas Mira. "Datangnya bareng, ya?"

"Gue jadi supir." Abi pura-pura meringis. "Tapi lumayan kan, nggak jomlo banget jadinya."

Karena satu divisi, kurasa bukan hal aneh kalau Mira akrab dengan Abi. Hanya saja begitu melihat Saga diam, aku langsung menggandeng tangan Abi. Mungkin aku sok tahu, tapi gestur begitu cukup familier untukku. Diamnya Saga persis seperti diamnya Rico kalau ....

Something's Wrong With My Ex (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang