6: Curse In a Hole

2.2K 427 249
                                    

Kembali lagi dengan bab baru. Dari 1-10, seberapa pengen kalian ngatain Rico? 🤣

Foto di bawah adalah aku selama nulis pria-pria aselole macam Rico 🙈

Foto di bawah adalah aku selama nulis pria-pria aselole macam Rico 🙈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Menurut Google, cara terampuh mengatasi rasa malu adalah menerima fakta bahwa semuanya sudah terjadi. Katanya sih, dengan begitu lebih mudah.

Aku rasa mesin pencari satu ini butuh revisi. Yang begini mana menjawab permasalahan. Dan seandainya aku melakukan saran itu, mungkin suatu hari aku bia saja melupakannya. Namun, bagaimana dengan sisi seberang? Aku nggak yakin Rico bakal lupa, dan kebodohanku itu bisa jadi alasan untuk menjatuhkanku ke depannya. Percuma saja kalau aku lupa sementara ujung-ujungnya diingatkan juga.

Semuanya terasa salah, dan alasan 'nggak sengaja' bukan opsi terbaik—sekalipun, yah, aku hanya membalas chat Rico begitu sebelum memutuskan untuk offline dan nggak menyentuh Facebook sama sekali hingga hari ini. Sempat terpikir untuk tutup akun juga, tapi yang begitu malah buat makin curiga, kan?

"Ngaku aja sih. Bilang belum move on. Who knows dia masih suka sama lo? Sebrengseknya dia, sebelas tahun bukan waktu sebentar, Von. Kalau dari awal pacaran kalian bikin anak, udah masuk SMP itu."

Ide Abi lebih sampah lagi dari hasil pencarian Google. Masa iya aku harus mengaku stalking? Absolutely big no!

Siapa yang mengira tombol acungan jempol itu bisa membuat hidup berubah? Sewaktu masih work from home nggak begitu berasa sih, tapi hari ini mau masuk ke lobby saja aku seperti jadi ninja karbitan. Karena kalau sudah begini, bertatap muka dengan Rico sama seperti melompat ke jurang. Mau taruh di mana muka ini, duh!

"Kok lo masih di sini, Von?"

Aku menoleh dan menemukan Mas Erlan berdiri di pintu. "Bentar lagi rapat di bawah."

"Bentar lagi, Mas. Gue mau ngirim ini dulu," jawabku sambil menunjuk monitor. "Masih 15 menit lagi, kan?"

"Meeting pertama, heh. Jangan telat."

Aku hanya memanggut-manggut sementara Mas Erlan melangkah pergi. Secara teknis sih, kick off meeting itu jadi kesan pertama juga dengan klien. Biasanya Mas Erlan bilang 'meeting pencitraan' dan memberi kesan baik merupakan sebuah kewajiban demi kelancaran project. Kali ini proyek BUMN lagi, dan lebih besar dari sebelumnya karena rencananya mereka membuat modul interaktif dalam bentuk web game dan audio visual. Aku belum terlalu tahu detailnya, tapi aku cukup tahu itu berarti ada sesuatu yang harus didesain.

Jangan-jangan kantor Rico terlibat juga? Aku harap tidak. Masih banyak perusahaan pengembang game selain di atas.

Selesai mengirim hasil pekerjaan, kuistirahatkan monitor dan beranjak, menggunakan tangga untuk turun. Lift masih ada di atas, dan setidaknya aku nggak pakai heels hari ini. Beruntung Converse ini masih muat.

Something's Wrong With My Ex (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang