🌸 bagian delapan

2.6K 362 47
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Minho meregangkan ototnya, semalaman tidur dalam posisi meringkuk di sofa benar-benar menyiksanya.

Manik kucingnya mengerjap sebentar sebelum menyadari bahwa kini ia telah berada di kamar.

Ah, pantas saja.

Padahal seingatnya, semalam ia marathon Netflix sendirian sambil menunggu suaminya pulang dari kantor.

Namun yang terjadi sepertinya ia tertidur.

"Hm?"

Maniknya masih mengerjap, bibirnya bergumam samar sembari mengendus aroma masakan yang ia yakin berasal dari Bang Chan.

Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, ia beranjak menuju dapur. Menemukan Bang Chan sibuk memotong bahan.

"Morning, kitten. Tidurmu nyenyak?"

Minho tidak menjawab, yang ia lakukan hanya melangkah semakin mendekat dan melingkarkan lengannya pada pinggang yang lebih tua.

Bang Chan sendiri memilih tak ambil pusing dengan kucing manisnya ini dan kembali sibuk pada sarapan mereka.

"Kangen," ujar Minho teredam punggung suaminya.

"Aku gak kemana-mana, Minho."

Minho yang semula mendusal di punggung Bang Chan, mengangkat kepalanya. Bibirnya mengerucut lucu tanda ia kesal.

"Tapi Kak Chan sibuk di kantor terus sebulan ini."

Ya, pernikahan mereka berjalan satu bulan. Bang Chan pun mulai sibuk di kantor dan mengharuskan sering pulang larut.

Berimbas pada Minho yang sering tertidur di sofa ruang tengah ketika menunggu Bang Chan.

"Besok, ya. Kita quality time."

Si manis menggeleng. "Nda mau, maunya hari ini. Kak Chan gak boleh ke kantor."

Bang Chan tidak menjawab, sibuk memindahkan masakannya ke dalam piring saji. Minho sendiri masih betah mendusal pada punggung lebar suaminya.

"Sarapan dulu, sayang."

Menggeleng.

"Bilang dulu kalau kakak gak akan ke kantor hari ini."

Sebulan mengenal Minho, Bang Chan paham jika kucing manisnya ini tidak terlalu suka ditinggal lama-lama.

Minimal, ia harus pulang saat jam makan siang atau Minho akan datang ke kantornya dan membawakan kotak bekal.

"Kitten, lepas dulu, sayang. Kakak gak bisa balik ini."

"Noooooooooo, i miss you tooooooomat. Nda boleh kemana-mana."

Entah Bang Chan harus merasa gemas atau kesal, ini baru sebulan mereka bersama, belum satu tahun.

Bisa-bisa ia mati karena gemas dan kesal yang menyatu.

Akhirnya, sebisa mungkin Bang Chan berusaha membalikkan tubuh dengan kedua tangannya memegang dua piring.

"Okay, kitten. Kau ingin sarapan dengan cara yang seperti apa?"

Kelopak cantik itu mengerjap. "Cuddle di sofa sambil menonton pororo."

Ya, terserah si manis saja.

"Baik, sekarang ayo ke sana dan sarapan dengan tenang."

Dengan susah payah, Bang Chan berjalan menuju sofa ruang tengah dengan Minho yang menempel padanya.

Kini, mereka duduk di atas karpet bulu. Minho masih menempel pada Bang Chan dengan duduk tepat di hadapan suaminya.

Sibuk menyuap nasi sembari maniknya fokus pada Pororo yang asyik bertengkar dengan Crong.

Bang Chan merasa memiliki bayi.

Lima belas menit mereka habiskan untuk sarapan. Setelahnya, Bang Chan berdiri dan membawa tumpukan piring kotor ke dapur.

Kemudian berlalu masuk ke kamar mandi.

Meninggalkan Minho yang masih fokus pada tayangan Pororo sambil jemarinya mengusap bulu Soonie.

Tidak masalah, ia bisa mandi secepat mungkin.

Cklek!

"Kok mandi?"

Baru saja kakinya menginjak keset kamar mandi, suara Minho menginterupsi.

"Gerah, sayang."

"Kak Chan gak akan ngantor, kan?"

Lihat, Minho bahkan sudah berkaca-kaca. Bang Chan menjadi bingung mengapa suami manisnya ini menjadi manja.

Padahal, mereka belum pernah melalukan seks dan Minho tidak mungkin isi, kan?

"Enggak, kakak tetep di sini."

Puk!

Puk!

Itu suara sofa yang ditepuk Minho, Bang Chan memilih menurut, dan menempatkan diri di sana. Sedangkan Minho masih duduk di karpet.

Bersandar pada lututnya.

"Ngantuk?" tanya yang lebih tua.

"Hng, tapi gak mau tidur."

Minho mengucek matanya, bibirnya mengerucut lucu membuat Bang Chan refleks menunduk untuk memberikan kecupan di sana.

"Tidur, yuk! Nanti siang kakak bangunin."

Minho mengangguk, mengulurkan kedua lengannya ke atas. Ingin digendong.

Yang lebih tua tentu hanya bisa menurut, menggendong tubuh ramping itu dan beranjak menuju kamar mereka.

Selesai merebahkan kucing manisnya, Bang Chan ikut merebahkan diri di samping Minho. Menyematkan satu kecupan di kening itu.

"Sleep well, kitten."

.

so, aku putuskan untuk pake panggilan Kakak-kitten atau kakak-adek mulai part ini dan seterusnya.

sounds sweet, right?

anw, kangen book ini nda?

aku lagi inspirasi uwu-uwu dan terpikirlah adegan seperti ini haha. sorry if you guys feel cringe or uncomfortable.

oh, aku ada pikiran mau bikin book baru but liat aja ntar niatku gimana.

haha, see you in next chapter!

𝐬𝐮𝐝𝐝𝐞𝐧 𝐦𝐚𝐫𝐫𝐢𝐚𝐠𝐞•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang