🌸 bagian sembilan

3.2K 359 23
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

"Kak Chan, tolong ambilin taperwer!"

Chan yang duduk di kursi meja makan sambil memakan ayam suwir buatan Minho dengan sigap langsung berdiri, melangkahkan kaki ke sebuah rak berisi taperwer yang dibeli istri manisnya 2 minggu lalu.

"Warna? Ukuran?"

"Terserah, kak. Ukuran 750 aja."

Menemukan yang ia cari, Chan segera mengambilnya dan menyerahkannya pada Minho. Lepas itu, ia kembali duduk. Menikmati ayam suwir lagi.

Hari ini mereka berniat untuk piknik.

Jadi, tidak heran mengapa Minho sibuk menata bekal dan segala keperluannya. Sedangkan Chan hanya duduk tenang memakan sisa-sisa olahan istrinya. Lebih baik daripada membantu yang jatuhnya hanya menjahili Minho.

"Kak Chan?"

"Iya, sayang."

ctak!

Minho berbalik, menunjukkan taperwer di tangannya pada Chan. Sebuah kode agar suaminya itu memasukkan bekal mereka ke dalam tas piknik.

Dan ... tentu saja Chan menurut.

Semuanya siap, bekal dan lainnya telah siap. Chan di dalam mobil, menunggu Minho yang sibuk mencari sepatunya. Lima menit setelahnya, si manis sudah duduk tenang di jok samping kemudi.

"Bibir kamu kenapa merah gitu?"

Chan membawa jemarinya mengusap ranum Minho. Jujur saja, ia hampir membawa si manis dalam lumatan panas jika ia tidak bisa menahan hormonnya.

"Aku pake lipbalm ... hehe. Ayo kita berangkat! Biar gak panas banget nanti."

Bukannya menurut, jemari Chan masih mengusap bibir Minho. Maniknya menatap ranum itu lamat-lamat seolah meminta izin untuk mengecap rasa manis itu.

Seolah tau, Minho berinisiatif mendekat. Menyatukan ranum mungilnya dengan ranum tipis milik sang suami. Melumatnya lembut dengan sesekali menyesapnya.

"Udah, kak. Ayo berangkat!" Ajak Minho begitu tautan mereka terlepas.

Bahkan ia dengan cepat menegakkan tubuhnya, mencari kesibukan lain asal tidak menatap yang lebih tua.

"Thanks, kitten."

"Jalan aja, kak!" ujar Minho dengan manik menatap arah lain.

Mobil pun mulai berjalan, Chan berniat membawa si manis ke pinggir kota dimana banyak tempat indah di sana.

Tentu itu akan makan waktu berjam-jam.

Selama perjalanan, Minho menyalakan musik dari playlist miliknya. Sesekali ia dan Chan akan bernyanyi, saling menyahut. Sesekali juga, manik mereka akan bersitatap dan saling melempar senyum.

Sedikit konyol, namun menyenangkan.

Mereka merasakan sensasi kupu-kupu terbang dalam perut dan perasaan ingin selalu menatap sang terkasih lebih lama.

"Ini menyenangkan."

Chan mengangguk menanggapi Minho, menyetujui ujaran istri manisnya itu. Tangan kirinya turun untuk menggenggam jemari mungil Minho.

Maniknya masih fokus pada jalanan kota yang sedikit lenggang.

"Kak?"

"Hm."

Minho memainkan jemari Chan. "Ngantuk."

"Mau cari rest area?"

Gelengan ia dapatkan, Minho sudah malas turun. Ia hanya ingin duduk di samping lelakinya sepanjang perjalanan sambil menggenggam jemari panjang itu dengan tangan mungilnya.

"Tidur, kitten. Ini masih lama."

Mata Minho berkedip beberapa kali sebelum akhirnya dikucek oleh tangannya yang bebas. Mengangguk sebentar kemudian memilih menyandarkan tubuhnya pada jok yang ia duduki.

"Nanti bangunin aku, kak."

"Iya, sayang."

Detik setelahnya, Minho terlelap. Meninggalkan Chan yang fokus menyetir dengan musik yang terputar dari playlist milik Minho.

Mereka baru menghabiskan waktu satu jam perjalan, hanya menunggu satu jam lagi untuk sampai di tempat yang telah direncanakan yang lebih tua.

Chan tersenyum sepanjang jalan, dalam hati mengucap syukur karena bisa menghabiskan seharian nanti bersama Minho. Berdua.

Walaupun sejak menikah mereka selalu berdua, tapi ada kalanya orangtua Chan akan menggoda mereka dan melontarkan kalimat-kalimat yang mampu membuat pipi Minho dan Chan memerah samar.

"Anget banget kayak masih nikah sehari ya, ma?"

"Haha iya, pa. Masih agak kaku cium-cium manja."

Chan akui, setiap mengingat itu rasanya ia hanya ingin membawa Minho kabur ke kamar.

Menggeleng pelan sembari terkekeh mengingat itu, Chan lalu menoleh pada Minho yang asyik dalam mimpi. Jemarinya yang digenggam si manis telah berganti menggenggam. Diusapnya sayang punggung tangan itu agar Minho semakin lelap dalam tidurnya.

Tak lama, mobil Chan terhenti di sebuah villa. Minho sendiri masih terlelap.

"Kitten."

Chan mematikan mesin mobil dan menyamping menghadap Minho. Tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk mengusap pipi gembil itu.

"Minho ... sayang."

Minho yang merasa terganggu pun membuka kelopaknya. Berkedip sebentar sebelum kembali memejamkan mata dengan bibir yang mengerucut.

Chan sendiri terkekeh, kucing manisnya ini tampak sangat nyenyak.

"Kitten, tidak ingin bangun?"

Minho menggeleng dalam tidurnya.

"Tidak ingin melihat kebun strawberry dan memakan bekal, hm?"

"Hah?!"

Sukses.

Minho terbangun dengan ekspresi kebingungannya.

Sulit ... ini sulit untuk Chan menahan senyumnya. Minho di hadapannya sekarang benar-benar menggemaskan dan minta disembunyikan dalam rengkuhan seharian.

"Kebun strawberry? Mana?"

"Ada, sekarang turun dulu. Ambil bekal habis itu ke gazebo sebelah sana."

Chan menunjuk arah gazebo dan Minho mengangguk. Tanpa menunggu lama, yang lebih muda keluar dan berlari ke arah gazebo.

Meninggalkan Chan yang hanya menatap gemas sembari mengeluarkan bekal mereka.

.
.

halo!!

aku membawa sesuatu yang uwu-uwu untuk kalian~
jangan lupa tinggalkan jejak, ya!! 😗😗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐬𝐮𝐝𝐝𝐞𝐧 𝐦𝐚𝐫𝐫𝐢𝐚𝐠𝐞•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang