Back To School

14 1 0
                                    

***

Mengijakkan kaki pertama kali di sebuah sekolah yang sejak tahun 2015 lalu saya tinggalkan sebagai alumni. Meninggalkan sekolah itu bukan tanpa alasan. Tidak seperti para buaya darat yang sering obral harapan ujung-ujungnya PHP alias Pemberi Harapan Palsu. Ngomong-ngomong tentang PHP kok saya teringat dengan para politisi yang banyak menebarkan janji-janji manis saat ada momentum kontestasi politik semata. Pas rakyat menagih janji, bukannya solusi yang di berikan justru beribu-ribu alasan yang keluar dari bibirnya yang manis itu. Jadi boleh nie para politisi yang seperti itu bisa di katakan buaya darat ?

Sekolah itu sudah banyak mengalami perubahan, di antaranya fasilitas yang ada di sekolah itu. Sayangnya sekolah itu terlihat sepi sehingga fasilitas itu juga tidak ada gunannya. Semua ruang kelas kosong, hanya satu orang yang saya lihat saat itu, beliau adalah teman sekelas saya di masa  SMA dulu yang kebetulan ia bekerja sebagai staf di sekolah itu. Tidak sengaja saya menoleh di lantai dua terbayang di benak pikiran saya. Saya melihat seorang siswa dengan seragam putih abu-abunya lagi  marah karena merasa di jailin oleh temannya dan beberapa siswa yang lainnya  lagi asyik ngerumpi. Seperti para perumpi di negeri ini, ngerumpinya soal proyek yang mau di bagi-bagi.

Tiba-tiba seseorang memanggil nama saya dan panggilan itu berhasil menyadarkan saya dari lamunan itu. Seketika itu saya sadar, ternyata ini hanyalah sebuah khayalan , faktanya sekolah itu memang masih sepi. Kondisi ini mungkin salah satu penyebab pro dan kontra dari gagasan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarin tentang rencananya mempatengkan system belajar daring. Kalau system belajar daring akan terealisasikan terus ruang kelas ini fungsinya apa ?

Teman-teman saya sebagian katakan teman saya yang satu ini mirip dengan Lafran Pane salah satu Tokoh Nasional yang menggagas  terbentuknya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Karena karyanya inilah sehingga banyak lahir kader-kader bangsa yang hebat di negeri ini, makanya tidak salah jika beliau di nobatkan sebagai salah satu  pahlawan nasional.

“Bro ada Pak Ridwan” tanyaku kepada lelaki separuh baya ini. “ada di dalam” jawabnya sambil tangannya menunjuk ke arah ruang tata usaha di sekolah itu. Inilah alasan saya mengapa saya datang ke sekolah ini. Sebagai alumni yang tidak pernah mengambil Ijazahnya sejak tahun 2015 yang lalu bukanlah  sebuah kebanggaan. Jadi adek-adek ku yang baca tulisan ini yang masih menggeluti dunia putih abu-abu saran saya perilaku ini jangan di tiru.

Masuk dalam sebuah ruangan, saya bersama teman dan guru saya itu tengah asyik bercerita, baik menceritakan tentang kisah kami di masa SMA dulu hingga karier yang saat ini kami geluti. Saya ingat betul pesan beliau ketika beliau menitip pesan sebelum saya melanjutkan studi di tingkat perguruan tinggi beliau mengatakan “jangan sampai kamu menjadi kacang yang lupa pada kulitnya”. Pesan itu tertanam betul dalam benak pikiran saya, sehingga mendorong saya untuk kembali ke sekolah ini.

***

"Tidak Ada yang Namanya Mantan Sekolah Ataupun Guru. Bukankah Mereka Semua Pahlawan dalam Hidupmu"

Intelektual Muda

Intelektual Muda & Coretan PenanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang