Kami - Bab 2

104 7 5
                                    

"Kami"

=BAB 2=

~~~♥♥♥♥~~~

.

.

.

"Egh... apa?" tanya Jinki dengan wajah bingungnya. Saat aku sodorkan map coklat didepan wajahnya. Tepat saat dia membuka pintu rumahnya. Perlahan dia mundur secara teratur seperti orang ketakutan. Siang ini begitu terik, bisakah dia membiarkan aku masuk dan bukan malah beridir diluar pagar seperti ini?

"Ini map, kau tidak buta kan?" Sahutku.

"A-ah... aku kira ini karung." Godanya, aku memutar mata jengah. "...yang benar saja aku tahu ini adalah map, Gweboon. Tapi apa maksud dari map ini, itulah pertanyaanku." Celotehnya.

"Tunggu... kau tidak berniat melamar perkerjaan padaku kan? Maaf... rumah kami sedang tidak membutuhkan asisten rumah tangga." Ledeknya. Sial ... wajahnya sengaja dibuat sedramatis mungkin. Dengan sebelah tangan yang bebas menutup mulutnya seakan dia shock dengan kebenaran khayalan bodohnya itu.

"Oh... kau meledekku?" kutarik map itu.

"Eng... tidak aku serius."

"..."

"..."

"Ok baiklah kalau begitu sampai jumpa." Membungkuk hormat 90°. Dia membalas hal yang sama.


Ya sampai jumpa dan jangan pernah meminta bantuan padaku lagi. Brengsek !!!


"Eits... jangan marah aku hanya bercanda – bercanda !!! Ayo masuk !!! Ibu... ada anak kecil tersesat... dan dia butuh kue coklat !!!" ujarnya sambil menarik kerah bajuku saat aku mau beranjak pergi. Merangkul leherku, memaksa ku agar tidak pergi dan masuk kedalam rumahnya. Entah ini merangkul atau memiting tapi yang jelas rasanya aku ingin menjambak rambut sialnya itu.

Leherku sakit.


"SIAPA YANG ANAK KECIL !!! BIBI... JINKI MENCEKIK KU !!!"

.

.

.

Ruang tamu, jam 16.30... dan dihadapanku... sudah ada kue coklat besar yang baru matang. A... aku mau itu, terserah jika harga diriku beberapa menit lalu hancur. Aku mau kue itu. bibi terlalu jago dalam urusan membuat kue dan aku jamin ini pasti enak.


"Makanlah jika kau mau." Ucap Jinki tanpa menoleh padaku.

Dia lebih tertarik pada map coklat yang ku berikan. Ugh... memangnya dia bisa membaca pikiranku. Aku menatapnya tajam. Tapi tidak ada gunanya. Toh dia adalah makhluk mati rasa yang pernah aku kenal. Dengan perlahan aku memotong bagian pinggir kue itu dan coklat meleleh begitu saja. Ouh... kue buatan bibi memang yang terbaik. Dan rasanya... euuung andai Ibu bisa membuat yang seenak ini dirumah.

Eng... oh iya benar... tumben bibi tidak bekerja.

"Jinki... tidak biasanya bibi ada dirumah. Apa dia sedang tidak enak badan sampai tidak pergi bekerja?" tanyaku.


"Em... tidak. Ibu sehat-sehat saja. Dia hanya sedang mengambil cuti liburnya. Kemarin Ibu baru menyelesaikan dinas luarnya. Yah... setidaknya dia juga harus memperhatikan perkembangan anak tampannya ini kan? Agar anak yang tampan ini tidak selalu terlantar." Gumam Jinki sambil mengeluarkan beberapa kertas dari dalam map, gambar desain baju yang tadi aku serahkan.

KAMI [TAMAT]Where stories live. Discover now