...
Siska berjalan mondar-mandir sembari terus menekan layar ponselnya, menaruh di telinga kanan, menekan lagi, menaruh di telinga lagi ... itu berulang beberapa kali sampai ponsel pun berpindah dari tangan ke lantai. Emosi membuat Siska Amalia, 24 tahun membanting benda canggih itu.
"Sialan!" umpatnya kesal. Dua orang yang baru saja membuka pintu salon kecantikannya, mengurungkan niat, menutup kembali pintu itu dan pergi dengan setengah berlari. Nampak ketakutan di wajah mereka.
"Sial!" Siska mendudukkan dirinya kasar di kursi, menatap diri di cermin sembari mengatur napas. Sebab kemarahannya adalah Arka yang berubah drastis.
Pria yang sudah berpacaran denganya selama dua tahun itu dua minggu belakangan ini susah di hubungi, saat di temui ada saja alasan untuk tidak mengobrol dan jika di chat, tidak akan di balas.
"Apa jangan-jangan Arka sudah jatuh cinta benaran ... oh, sial!" Mata Siska membulat. Jatungnya berdetak kencang. Apa iya? Apa benar? Apa begitu? Tiga kalimat 'apa' membuatnya marah dan merasa kalah lagi dari anak pelakor. Dia harus mencari jawaban.
Brak!
Siska mengeprak meja, kemudian berdiri. Emosi yang membara membutuhkan pelampiasan. Alhasil, salon kecantikan miliknya pun di sulap menjadi kapal pecah.
***
"Siska." Arka cukup kaget melihat Siska berada di sisi mobilnya. Saat gadis itu berbalik, entah mengapa, raut wajah terpoles make up tebal itu tidak lagi menarik senyuman manisnya.
"Arka. Ar, kita harus bicara." Siska to the point.
"Maaf, aku harus--"
"Sepuluh menit." Siska bernego. Gadis itu kini berdiri di depan pintu mobil, menghalang Arka membuka dan masuk, kemudian pergi meninggalkannya seperti kemarin-kemarin.
"Mau bicara tentang apa?" Arka menghela napas lelah. Setelah kejadian itu, dia menjaga jarak dari kekasihnya. Menggantung hubungan. Mau putus tetapi masih ada cinta. Mau lanjut, tetapi tidak bisa melupakan kebohongan yang Siska buat.
"Tentang hubungan kita."
"Kenapa?"
"Kita masih pacaran, kan?"
"Menurut kamu?"
"Masih," jawab Siska tersenyum. Arka tidak mungkin marah sama dia, kan pria itu mencintainya. Mungkin menghindar karena ingin ... kejutan. Ia baru ingat, hari ini adalah hari annyversari mereka yang ke dua tahun.
"Arka, Sayang, senyum dong," pinta Siska yang memeluk lengan Arka dan menaruh kepalanya di pundak pria itu. "Kamu Sweet. Kejutannya benar-benar buat aku berpikiran negativ." Suaranya dibuat manja.
Arka menautkan alis matanya, bingung tetapi malas menanggapi.
"Arka, mana kado spesialnya?" Siska berdiri tegak, menatap penuh cinta dan sayang pada Arka, tetapi pria itu semakin terlihat bingung. Kado? Entah, kado apa yang diminta Siska.
"Arka, ih! Udah deh ngga usah cuek lagi ke aku. Aku udah tahu loh tujuan kamu diamin aku."
"Bagus." Ucapan Arka malah membuat senyum Siska semakin lebar. 'Bagus' perkiraannya berarti tepat. Ia sudah tidak sabar dengan kejutan annyversari dari kekasih hati. Tahun lalu juga ia dikerjain. Arka menyuruhnya menunggu di mobil selama satu jam dan saat ia keluar mobil, kekasihnya membawakan kado boneka besar untuknya. Sekarang ... dikerjain dengan kecuekan dua minggu lebih, hadiah sebesar apa yang akan dia dapatkan. Tidak mau membayangkan, gadis itu ingin langsung lihat kenyataan.
"Aku diamin kamu supaya kamu bisa intropeksi diri! Apa yang kamu lakukan pada Chantika itu sangat amat keterlaluan!" Ucapan Arka penuh penekanan. Siska kaget. Ia yang tadi melayang di langit karna khayalan kini terbanting di bumi dengan menyakitkan karena kenyataan. Bukan kado besar tapi kenyataan besar bahwa kekasihnya memang sudah berbeda.