16. Berusaha Menolak

460 28 0
                                    

"Terkadang orang-orang yang paling dekat dengan kita lah yang selalu membuat mental kita jatuh"
- Halwa Safiyya Ningrum

-Imam Untuk Halwa-

Happy Reading ❤️

Halwa bangun dari tidurnya. Ia merasakan sakit di bagian kepalanya dikarenakan semalam ia menangis sebelum tidur. Semenjak ia dijodohkan dengan Athalla, kondisi tubuhnya benar-benar tidak terurus. Ia banyak menghabiskan waktu di kamarnya. Tidak makan, tidak mandi, ia hanya bergulung di dalam selimut dengan air matanya. Padahal, Uminya selalu mengantarkan makanan ke kamarnya. Tapi, makanan itu ia buang atau kadang ia biarkan.

Abinya sedang diluar kota, sehingga ia tidak tahu keadaan Halwa saat ini. Halwa tak habis pikir dengan Abinya, mengapa sangat memaksakan dirinya untuk dijodohkan dengan Athalla. Bahkan, waktu Halwa menolaknya, Abinya tetap bersikeras dengan keputusan nya.

Flashback on

"Halwa gak mau Abi. Halwa gak suka sama dia," jawab Halwa.

"Kamu bisa gak sih nurutin keputusan Abi. Ini yang terbaik untuk kamu," tegas Haris.

"Yang terbaik Abi bilang? Menikah dengan duda? Ya kalau mau nikah gak sama duda juga kali," kesal Halwa.

"Abi gak pernah permasalahin status itu Halwa. Yang terpenting kedewasaan nya sehingga mampu membimbing kamu dengan baik nantinya,"

"Ya Abi emang gak permasalahin statusnya karena bukan Abi yang jalani nantinya. Halwa yang jalani Bi, jadi Halwa berhak untuk nolak,"

"Tapi, Abi udah yakin ini yang terbaik untuk kamu Halwa. Dari segi usia saja dia sudah cukup matang untuk membina rumah tangga dan membimbing keluarga kecil kamu nanti. Dari segi materi, Athalla cukup bahkan sangat mapan dan pasti mampu menafkahi kamu. Dan dari segi agama, dia sangat memenuhi kriteria Abi untuk jadi imam kamu," jelas Haris.

"Cukup Bi. Halwa capek," ujar Halwa sembari pergi meninggalkan Abinya.

Flashback off

Pagi ini Halwa mencoba membereskan kamarnya. Sebenarnya Halwa termasuk orang yang bersih. Kamarnya selalu rapi, rak-rak di kamarnya tak pernah berdebu. Hari ini, ia sudah merasa sangat risih melihat keadaan kamarnya. Maka dari itu, mau tak mau, ia harus bergerak hari ini.

Setelah kamarnya rapi, giliran ia membersihkan tubuhnya. Setelah selesai, ia turun menuju dapur, ia merasakan perutnya sangat kosong karena sudah tidak makan berapa hari.

"Halwa? Mau apa nak?" tanya Syafa.

"Makan Mi, Halwa laper. Umi masak apa?" tanya Halwa balik.

"Kebetulan Umi buat bubur ayam kesukaan kamu. Umi ambilkan ya,"

"Iya Umi. Umi juga makan ya, temanin Halwa," ujar Halwa.

Syafa mengiyakan kemauan Halwa. Ia pun menyajikan dua mangkok bubur di meja makan untuk disantap dengan putri sulungnya itu.

"Kuliah kamu jadinya gimana Wa?" tanya Syafa memulai pembicaraan.

"Kemaren Halwa udah daftar, di yang daerah Selangor Mi. Alhamdulillah berkas udah lulus Mi. Tinggal tes tertulis, Umi doain Halwa ya," ujar Halwa sembari tersenyum.

"Pasti Umi doain. Tes nya online Wa?"

"Offline Mi. Tes nya dua minggu lagi, nanti Halwa sendiri aja kesana,"

"Kok sendiri? Umi temanin ya, kamu baru pertama kali, nanti kalau ada apa-apa gimana?" tanya Syafa khawatir.

"Gak apa Umi. Halwa pengen sendiri, belajar mandiri," yakin Halwa sambil menggenggam tangan Uminya.

Imam Untuk Halwa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang