Selasa, 1 September 2020
01.14 WIBAku memang bukan Soekarno yang membacakan teks Proklamasi
Aku memang bukan Fatmawati yang menjahit Bendera Pusaka suci
Bukan juga Martha Christina Tiahahu yang berani berperang di usia belia
Bahkan tak bisa disamakan dengan Raden Ajeng Kartini yang menyuarakan emansipasi wanitaLantas tak bolehkah aku berjuang dengan caraku?
Mencerdaskan bangsa dengan pemikiran-pemikiranku?
Membuka wawasan bahwa sejarah tak selamanya kelam dan berdebu?
Faktanya buku sejarah akan tetap ada mengikuti perkembangan waktuCintaku pada Negeri ini
Melebihi cintaku pada diriku sendiri
Rela begadang demi menjahit replika Bendera suci
Menghabiskan banyak waktu membuat peta negara dua dimensiHanya itu yang bisa aku lakukan saat ini
Kemampuanku terbatas untuk berbuat hal yang lebih
Namun ketika mereka mempertanyakan cinta ini
Air mataku luruh diikuti hati yang merintihKenapa cinta ini harus dipertanyakan?
Tak cukupkah mereka lihat apa yang sudah aku lakukan?
Memang tak berpengaruh apa-apa untuk kemerdekaan
Tapi sungguh lidah ini kelu untuk mengungkapkan alasanAku mencintai Negeri ini
Jikalau akan ada perang lagi
Kupastikan aku akan menjadi yang pertama bersiap melawan musuh negeri
Kuabdikan jiwa dan ragaku untuk Ibu PertiwiTak peduli orang akan mengatakan aku bodoh dengan pilihanku
Tak peduli banyak orang meragukan keputusanku
Tak peduli sia-sia yang orang katakan atas semua perjuanganku
Aku akan tetap berdiri tegak untukmu Tanah Kelahiranku-kh
Selasa, 1 September 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Bumaga i Ruchka
PoésieUntuk Para Penikmat Kata Kata yang tak pernah bisa terucap Menjelma menjadi kumpulan kalimat