Hari menjemput pagi, matahari mulai menampakkan bias cahanya, setelah berbenah Alzhea memeluk kedua orang tuanya berpamitan ke pedalaman untuk menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai dokter internsip yang hanya tinggal sebulan lagi Dia jalani.
"Sea pamit ya, Pih ... Mih! Jika Pak Nalendra datang mencariku bilang saja untuk sementara ini Aku menenangkan diri dulu, tidak usah memberi tahu keberadaanku," ucap Alzhea.
"Tapi kan, pasti Dia cari tahu lewat Rafka, Nak." timpal Maminya.
"Rafka aja nggak tahu di mana Aku tugas, Dia cuma tahunya di daerah pedalaman, Mih."
"Lelaki seperti itu memang patut kamu lupakan," sela Papinya.
"Ya udah Pih, Sea pamit ya?"
"Kamu hati-hati ya Sayang, jaga diri Kamu baik-baik ya di sana."
"Iya Mih ... assalamu'alaikum," pamitnya.
Alzhea melangkahkan kakinya keluar rumah karena Dia sudah memesan taksi yang menuju ke terminal bus.
Butuh waktu seharian perjalanan Alzhea baru tiba ditempat tugasnya dikarenakan medan yang berat yang harus Dia lalui, berjalan kaki sejauh satu kilometer dan menyeberangi jembatan gantung dengan arus sungai yang deras di bawahnya tidak membuatnya kesulitan untuk tiba di tempat tugasnya, dengan berbagai kesibukannya di sini semoga Dia bisa menata hatinya perlahan meski tidak pasti.
Malam telah menampakkan keindahannya diatas sana dengan taburan gemerlap bintang, namun dibawah gemerlapnya bintang dan indahnya cahaya rembulan ada hati yang sedang sendu, ada airmata yang sedang mengalir.
Di bawah pohon rindang dengan cahaya remang dari pancaran sinar bulan, Alzhea duduk di bangku panjang seorang diri di depan rumah dinasnya di sebuah desa yang terpencil.
Merenungi apa yang telah terjadi dihidupnya dalam waktu singkat seakan dunianya jungkir balik.
"Sesakit inikah Yaa Allah?" gumamnya dengan tetesan air mata yang mengalir di pipinya.
Dinginnya malam yang menusuk sampai ke pori-porinya tidak juga membuatnya beranjak dari tempat itu karena di sini lah Dia bisa meluahkan segala perasaannya, rasa sakitnya yang terbendung karena Dia tidak ingin memperlihatkan kepada kedua orang tuanya betapa terpuruknya Dia saat ini.
Lelah dengan pemikiran yang kian berkecamuk, Alzhea beranjak masuk ke dalam rumah yang sudah setahun ini di tempatinya, rumah yang hanya berdinding kayu tapi cukup nyaman bagi seorang Alzhea menempatinya, ditemani oleh Dina, warga setempat yang selama ini juga membantu Alzhea di Pustu selama setahun ini.
Untungnya malam ini Dina menginap di rumah kedua orang tuanya karena mengira Alzhea belum kembali dari kota, sehingga Dia tidak melihat betapa terpuruknya Alzhea malam ini.
Kembali lagi seperti malam sebelumnya, Alzhea tidak bisa terlelap walau matanya terpejam, berguling gelisah diatas dipan yang beralaskan kasur kapuk yang tipis, Alzhea kembali teringat akan perubahan Rafka semenjak dirinya koas, Rafka yang dulunya posesif dan perhatian, Rafka yang dulunya selalu khawatir. Namun dua tahun yang lalu Rafkanya berubah, tidak lagi memperhatikannya bahkan tidak ada keraguan di hatinya melepas Alzhea bertugas di desa terpencil ini dan juga tidak ada sedikitpun niatnya untuk mengantarkan Alzhea ke tempat ini.
Namun Alzhea tidak pernah curiga sedikitpun dan memaklumi jika Rafka juga memliki kesibukan yang lain, kembali air mata Alzhea menetes membasahi bantal kapuknya mengenang kebersamaanya dulu bersama Rafka.
Dan disaat hatinya terluka ada lagi masalah lain yang menimpanya, menikah mendadak karena paksaan para warga, menikah dengan pria yang tidak dikenalnya sama sekali dan bahkan pria tersebut sudah memiliki isteri dan anak, parahnya lagi Dia adalah seorang suami dari wanita yang sangat Alzhea kenali dan Alzhea sudah menganggap Wanita itu kakaknya sendiri, wanita itu adalah kakak kandung dari Rafka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDENLY MARRIED ( END)
RomanceMendadak Nikah???? tapi inilah yang terjadi, mengelak pun tidak mampu Ia lakukan, seketika dunianya jungkir balik. Semua karena kesalah pahaman yang tak terelak, baru saja luka hatinya menganga, kini ditambah lagi dengan luka yang baru. Mendadak nik...