O.4

4K 675 98
                                    

Sorry for typo(s)






Pernahkah kalian merasakan sakit pada dada, terasa sesak, ingin berteriak? Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, bahkan air mata saja sudah tidak bisa membuat relung hati lega. Jika kau bertanya pada Jaemin, ia lebih memilih sakit pada fisiknya daripada secara emosional.



Rasanya ingin mengadu pada Nyonya Lee, Jeno, Renjun bahkan Donghyuck sekalipun. Mereka akan selalu ada untuknya, kan?
Namun, Jaemin lebih memilih diam. Dia tidak ingin menyeret hidup mereka yang baik-baik saja ke dalam kesendirian yang menyiksa pemuda Na tersebut. 



"Apakah Ayah pernah menangis?"



Kening pria tersebut berkerut, ia semakin menarik tubuh kecil putranya ke dalam dekapan, "Pernah," lalu menoleh pada Jaemin dengan wajah sendu, "Saat jauh dari Nana dan Ibu, Ayah sedih dan menangis."



Lengan mungil itu melingkar pada dada sang Ayah, menempelkan pipinya di sana dengan bibir mengerucut sedih, "Jangan menangis, Ayah."



"Memang Nana tidak pernah menangis kalau merindukan Ayah?"



Pertanyaan tersebut membuat Jaemin mendongakkan kepala seraya menggeleng, "Tidak, kalau Nana menangis nanti Ibu juga ikut menangis. Lalu siapa yang membuat Ibu tersenyum?" tangan si kecil terangkat menangkup wajah sang Ayah dan bermain di lesung pipinya, "Jangan sedih-sedih, Ayah. Nanti Ibu menangis di Surga."



Pelukan hangat itu masih diingat oleh Jaemin, ia juga merindukan suara merdu sang ayah ketika bernyanyi supaya membuatnya tertidur.



Jaemin menjalani hidup melalui kenangan manis yang dimilikinya.





**




Alunan musik klasik menjadi teman bagi pengunjung cafe yang hanya sekedar minum sembari membaca koleksi buku di sana. Apalagi hari menuju weekend, meja-meja penuh dengan sekumpulan anak muda yang menjalin kasih atau bercengkerama bersama teman-teman.



Bekerja menjadi satu-satunya pelarian sementara bagi Jaemin, ia bertemu dengan orang banyak dan sibuk. Tak ada kesempatan, sosok yang jahat menguasai pikirannya.



Senyumnya terukir ketika melihat Renjun yang pertama datang, membawa laptop dan beberapa kertas di sana. Namun, masih sisa lima belas menit sebelum jam istirahat Jaemin dimulai.



Kaki jenjangnya melangkah membawa nampan untuk membawa pesanan yang terakhir, seorang wanita dewasa dengan tampilan elegan bahkan ada dua pengawal yang berdiri di belakangnya sedang menunggu.



"Ini Nyonya, silakan menikmati," ujarnya sopan.



Tidak ada ucapan terima kasih dari beliau, bahkan ia tidak menatap Jaemin sedikitpun. Tanpa mempermasalahkan, pemuda Na itu berjalan menuju ke meja sahabatnya. Sebelum menyapa, terdengar suara benda terjatuh membuat para pengunjung lainnya terkesiap termasuk dirinya yang tersentak.



Atensi Jaemin berbalik melihat lantai yang kotor dan juga pecahan sebuah gelas.



"APA-APAAN INI?!"



Kening Jaemin berkerut, menyadari wanita yang baru saja dilayaninya itu berdiri dengan tatapan geram. Di belakang, Renjun juga beranjak dari posisi duduknya.



"Hei, kau kemari! Bagaimana pesananku ini?! Rasanya tidak enak!"



Rasanya, Jaemin ingin menjawab pertanyaan tersebut dengan sarkas melihat buktinya saja sudah dihancurkan.




Odika✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang