Sorry for typo(s)
Setelah sekian tahun lamanya, Jaemin bermimpi indah. Ada wajah baru di sana, dengan para sahabatnya berkumpul di taman bermain. Sebuah lengan merangkul pada bahu pemuda Na, jemari sosok itu mengusak surai cokelat karamelnya dan memainkan pipinya gemas. Kemudian muncul sang ayah yang menghampiri mereka, mengajak untuk menaiki setiap wahana yang ada.
Bibirnya mengulas senyum lebar ketika perlahan ia membuka mata, Jaemin terbangun sembari meregangkan otot tangan. Tak biasanya bersemangat seperti ini, pemuda Na menurunkan kedua kakinya kemudian berjalan keluar. Dengan perlahan, membuka pintu kamar sang ibu yang bersebelahan dengan ruangannya.
Terlihat tubuh Mark yang masih bergelung di dalam selimut putih tersebut, senyum Jaemin terpatri dengan lebar. Kemarin malam bukan hanya mimpi.
Setelahnya, ia menuruni tangga dan berlari menuju ke dapur. Tangannya terulur mengambil teko listrik kemudian mengisi dengan air guna memanaskannya, manik Jaemin mengedar pada wadah kopi yang kosong. Sembari membawanya keluar, ia berlari menuju rumah Jeno.
"Bibi!" panggilnya pada Nyonya Lee yang sedang menyiram bunga di pekarangannya, "Minta kopi ya?"
Ekspresi terkejut tergambar di wajah wanita tersebut, maniknya mengerjap beberapa kali kemudian menganggukkan kepala, "Iya, masuk saja, Nak," balas beliau sembari tersenyum lega.
Seperti rumah sendiri, Jaemin berjalan menuju ke dapur dan langsung menemukan wadah kecil yang bertuliskan kopi. Secukupnya ia mengisi, pemuda Na mengembalikan pada tempatnya.
Sebelum keluar, Jaemin berjalan menaiki tangga. Kamar pertama dengan pintu terbuka sedikit menampilkan sosok Jeno yang masih tertidur. Bibirnya tersenyum jahil, ia memasuki kamar tersebut dan tanpa aba-aba langsung memencet hidung sang sahabat.
"Kuliah! Kuliah! Kuliah! Jenooo!"
Jaemin memekik sembari berlari keluar kala bantal yang tiba-tiba melayang ke arahnya, ia tertawa menuruni tangga kemudian keluar.
"Terima kasih, Bibi!" teriaknya sembari membalas senyuman beliau di sana.
Dengan senang hati, Jaemin kembali berkutat di dapur dan membuat dua cangkir kopi panas, bibirnya mengerucut karena tak menyediakan apapun di kulkas sebagai teman menyedu.
"Apa yang kau cari?"
Suara tersebut membuat tubuh Jaemin tersentak, ia berbalik dan menemukan Mark dengan surainya yang berantakan serta memakai kacamata sedangkan Leo tenang berada digendongannya. Si sulung Jung berjalan mendekati dan melihat kopi panas di sana membuat ia tersenyum kecil kemudian beralih pada isi kulkas yang kosong.
"Nanti kita belanja, ya?"
Ajakan tersebut membuat hati Jaemin menghangat, ia hanya menganggukkan kepala kemudian memberikan salah satu cangkir kopi tersebut pada Mark. Si kecil Leo segera turun dan kembali ke ruang tamu meninggalkan pasangan kakak adik tersebut.
Keduanya menyedu minuman tersebut secara bersamaan dengan menghadap ke jendela luar. Selama ini, Jaemin tidak pernah duduk di sana dan menikmati bersantai pagi hari dengan sinar matahari yang tembus ke dalam rumah.
"Rumah ini tak pernah kukunjungi, tapi rasanya seperti aku telah pulang."
Mungkin, bagi Mark bangunan ini adalah sebuah rumah yang nyaman. Akan tetapi, ada kalanya Jaemin justru ingin pergi atau menghilangkan kenangan buruk yang sampai membuatnya menutup diri seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Odika✓
Fiksi PenggemarJaemin sedang menjalani hidup atau hidup yang menjalankannya? ©piyelur, Agustus 2020.