Sorry for typo(s)
Pada akhirnya, penantian tersebut telah menemukan ujung. Jalan yang diberikan memang tak semua satu arah, ada liku yang harus dilalui dengan hati-hati, tetapi semua meraih pada tujuan yang sama yaitu kebahagiaan.
Rasanya masih asing melihat dua laki-laki yang ternyata adalah kakak serta ayahnya berada di satu atap yang sama. Satu minggu telah berlalu, Jaehyun serta Mark memilih untuk menetap di rumah sang ibu. Keduanya sedang mengobrol tentang perusahaan dan Jaemin mendengar namanya juga disebut. Namun, ia memilih untuk pura-pura tidak tahu.
Senyumnya terukir sembari menuruni tangga, Jaehyun yang pertama menoleh dan memamerkan lekuk kecil pada pipi.
"Selamat pagi," sapa Jaemin di sana.
Meskipun terlihat begitu canggung, tetapi pemuda Na berusaha keras bersikap manis dan ramah di hadapan sang ayah yang sudah lama tidak ditemui. Beliau berdiri dan merapikan setelan kemeja hitam. Setelah persidangan, Jaehyun rehat sebentar dari bisnis dan memilih untuk menghabiskan waktu bersama kedua putranya.
Masalah pekerjaan, Mark membantu Jaemin untuk mengundurkan diri dari cafe. Walaupun sangat disayangkan sekali, tetapi pemuda Na juga tak ingin membuat sang ayah merasa sedih meskipun tak diucapkan. Namun, sang pemilik cafe berpesan bahwa lowongan akan selalu ada untuknya jika suatu saat ingin kembali atau hanya bekerja paruh waktu saja.
"Sudah siap?" tanya Mark yang juga berdiri sembari mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.
Tentu saja Jaemin menganggukkan kepalanya, dia sudah rindu pada sang ibu.
**
Cukup banyak wartawan yang telah berkumpul di pemakaman umum tersebut, lebih jauh dari tempat peristirahatan sang ibu. Terdengar suara jepretan kamera di sana, tetapi Jaemin masih menundukkan kepala dengan Mark berjalan di sampingnya sedangkan sang ayah sudah mendahului mereka.
Selama hidup sendiri, Jaemin tak pernah mendatangi makam ibunya. Meskipun Jeno selalu menawarkan untuk menemani, tetapi tak membuat pemuda Na menyetujui. Jemarinya memegang erat bunga yang khusus akan ditinggalkan pada makam beliau.
Ketiga lelaki itu berdiri di hadapan batu nisan Na Young Mi, yang pertama bersimpuh di sana adalah Jaehyun dengan kacamata hitam menyembunyikan sorot mata kesedihan. Senyumnya terukir sembari mengusap tanah kubur wanita yang dicintai.
"Kau akan marah jika aku terus menerus mengucapkan maaf. Kau bilang, tidak apa-apa. Ini demi anak kita. Perihal masih cinta atau tidak, kau tidak peduli karena yang terpenting kedua putra kita sehat dan selamat," terlihat Jaehyun menundukkan kepala dan jemari Jaemin terulur mengusap bahu sang ayah yang langsung digenggam oleh beliau, "Aku justru menjadi penyebab air mata mereka. Maaf ya? Tapi aku akan berusaha, memperbaiki tanggung jawab sebagai ayah mereka."
Kali ini, Jaemin ikut bersimpuh kemudian meletakkan bunga lily putih di atas makam beliau. Bibirnya mengulas senyum manis.
"Hai, Ibu! Maaf Nana tidak pernah datang ke sini," tangannya mengait lengan sang ayah di sana meminta pegangan supaya tidak menitikkan air mata, "Jeno sering menawari, tapi Nana tidak berani," kekehnya sembari menundukkan kepala, "Kemarin Nana menangis, apa Ibu juga ikut sedih? Maaf ya, Ibu. Besok tidak lagi, janji."
Atensinya beralih pada Mark sedang memandang foto sang ibu yang dibawa dalam dompet. Bahkan, si sulung Jung tidak pernah bertemu sosok yang melahirkannya tersebut.
"Ibu, Mark Hyung tampan. Aku juga dibelikan sepatu dengan uang Hyung sendiri. Terima kasih sudah memberikan Hyung terbaik untuk Nana!" ucapnya final dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Odika✓
FanfictionJaemin sedang menjalani hidup atau hidup yang menjalankannya? ©piyelur, Agustus 2020.