O.6

3.6K 658 58
                                    



Sorry for typo(s)






Dua hari berlalu setelah Jaemin mendapat informasi tentang saudari kembar sang dokter yang tewas, beliau bernama Park Myun Hee. Tinggal di kawasan Desa Yangnim, membuka klinik kecil bagi penduduk sana supaya mendapat pertolongan pertama sebelum ke rumah sakit di kota.




Tidak sendirian, Renjun menemaninya untuk mendatangi beliau. Dengan transportasi kereta, mereka menuju ke sana. Dua jam perjalanan, Jaemin membantu sahabatnya untuk membuat beberapa pertanyaan.



Namun, dalam hatinya Jaemin begitu gugup. Seakan ia kembali ke masa lalu dan menggali rasa sakit. Posisi duduknya yang gusar disadari oleh Renjun, ia menutup kembali buku jurnal dan menatap sahabatnya.



"Hei, kau baik-baik saja?" tanyanya.




Sejenak, Jaemin menghela napas panjang kemudian menghembuskannya. Jemari pemuda manis itu mengusak surai cokelat seraya menggelengkan kepala.




"Aku penasaran, tapi juga takut."



Bibir pemuda Huang terangkat kecil, lengannya merangkul pada bahu sang sahabat, "Aku lebih baik merasa lega dan kecewa daripada tidak tahu akan sebuah kebenaran," kemudian menoleh pada Jaemin, "Daripada hidup dalam kepura-puraan, sehingga kita tahu mana yang memakai topeng dan wajah asli mereka."




Namun, ucapan tersebut tak membuat Jaemin tenang. Jemarinya saling bertaut di atas paha, suara kereta menemani gerbong yang tak cukup ramai tersebut.




"Ka-kalau, seandainya benar. A-aku a-anak haram?"



Kening Renjun berkerut, ia memutar bola matanya kemudian, "Tidak ada anak haram di dunia ini, Jaemin. Yang haram adalah mereka, si pembuat! Duh, aku tidak tahu bagaimana menyebutnya?!" posisi pemuda Huang tersebut berubah, ia menghadap pada sang sahabat, "Begini, kita singkirkan masalah orang tuamu. Kita tidak tahu yang sebenarnya, kan?"




Anggukan kepala dari Jaemin menjawab pertanyaan tersebut. Sorot matanya tajam menatap pada Renjun dan telinga yang serius mendengarkan.




Kedua tangan Renjun masing-masing mengepal dan diletakkan tepat di hadapan mereka, "Ini yang negatif," tangan kirinya diangkat, "Kemudian ini yang positif," dilanjut pada tangan kanan, "Belajarlah untuk memperhatikan keduanya. Dua! Jangan hanya fokus pada satu dan itu yang negatif. Salah! Hidupmu akan hancur jika kau fokus hanya pada satu sisi. Tidak seimbang, kan?"




Lagi, Jaemin mengangguk dengan paham.




"Sekarang, aku tanya. Bagaimana masa kecilmu dengan Ayah dan Ibumu? Kau bahagia bersama mereka? Mereka tidak menyakitimu?"




Kali ini, Jaemin menggelengkan kepala. Waktu yang paling bahagia adalah berkumpul dengan kedua orang tuanya, sebelum sang ibu meninggal. Akan tetapi, Ayahnya juga tidak berubah. Beliau masih menyayanginya meskipun waktu yang dihabiskan bersama jauh lebih sedikit.




"Itu yang kumaksud sisi positif, kemudian masukkan Jeno, Nyonya Lee, aku, Donghyuck bahkan bosmu sendiri," senyum pemuda Huang itu terukir, menyentuh bahu sang sahabat, "Tolong, biasakan melihat kedua sisi. Jangan hanya fokus pada sesuatu yang menyakitkanmu, membuatmu sedih. Ubah kebiasaanmu, ya?"




Mungkin benar, merubah kepribadian sendiri bukan berarti menghilangkan jati diri. Justru hal tersebut menyelamatkan dari sesuatu yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.





Odika✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang