Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen. Terima kasih!
*
Nathan tidak habis pikir kenapa dirinya selalu sial dalam hal bermain batu, gunting, kertas. Padahal dia sangat malas untuk keluar malam ini. Tapi mau tidak mau dia harus melakukannya dan membeli snack di mini market terdekat untuk camilan sambil main game malam ini.
Dua kantong plastik besar bertengger di tangannya yang isinya sebagian besar minuman kaleng seperti cola, snack dan buah semangka pesanan Mark.
Saat melewati gang ada di sekitaran rumahnya, ekor matanya menangkap sosok yang terlihat familiar namun dia belum yakin sepenuhnya. Nathan sebenarnya mau mengabaikannya dan berjalan menjauh. Tapi orang itu sedang dikeroyok. Catat, dikeroyok. Dengan mengendap-endap, Nathan mendekati kerumunan itu. Ingin memastikan kalau orang yang dikeroyok itu adalah Felix. Iya, Felix.
Nathan melotot kaget saat netranya melihat dengan jelas bahwa anak itu memang benar-benar Felix. Walaupun sempat menaruh dendam pada Felix karena sebelumnya Felix membuat keributan dengannya. Tapi tak bisa dipungkiri kalau anak itu butuh pertolongan saat ini. Itu yang bisa Nathan simpulkan karena Felix hanya sendirian. Banyak orang mengerubunginya dan memukulnya secara membabi buta.
“Woy! Berenti!” teriak Nathan. Seketika, matanya semakin melotot kaget saat melihat bahwa orang-orang itu tidak sedikit. Sial bagimu, Nathan.
Tapi sudahlah, dia sudah masuk ke sarang harimau jadi mau tidak mau ya harus dihadapi. Walaupun sudah memutuskan untuk jadi orang jahat, tapi kalau aslinya baik, ya, dia tetap baik. Dengan membantu Felix saat ini misalnya.
“Lo ngapain di sini?!” suara Felix meninggi. Entah karena tidak ingin dilihat oleh Nathan atau memang karena terkejut.
“Lo sendiri ngapain? Lo beneran si jagoan sekolah? Kenapa malah terkapar kayak gitu?” Nathan meninggikan suaranya. Mengejek dan menyanjung Felix dalam satu waktu.
Nathan merasakan suasana buruk saat semua pasang mata menatapnya tajam. Ya, ini adalah keputusannya sendiri untuk masuk ke sarang harimau. Merasa suasana berubah, Nathan meletakkan dua kantong plastik belanjaannya dipinggir. Dia tidak bisa membiarkan pesanan teman-temannya hancur atau dia tidak akan mendapat kepercayaan lagi.
“Pergi! Jangan ikut campur!” seru Felix yang sudah melemah. Wajahnya terlihat berantakan akibat noda darah.
“Ayo pulang. Udah malem. Besok sekolah,” ujar Nathan seperti orang tua yang mengajak anaknya pulang. Yang langsung membuat salah satu dari anak-anak yang menganiaya Felix geram. “Kalian juga, berenti pukulin anak orang. Beraninya ngeroyok aja. Satu lawan satu, kan, bisa.”
Ok, Nathan Adinata. Kau sudah dengan nekat berkata seperti itu jadi tanggung sendiri akibatnya.
Dan, ya, perkelahian tidak bisa dihindarkan. Felix membeku, melihat Nathan yang mulai menumbangkan mereka satu persatu. Anggap saja Felix sudah tak punya tenaga untuk melawan dan membantu Nathan. Jadi, yang bisa dia lakukan hanya menonton dalam diam. Menyaksikan bagaimana Nathan bisa mengatasi mereka semua dengan tangan kosong.
Sebuah penyesalan besar bagi Felix karena sempat berseteru dengan Nathan sewaktu masih satu sekolah dulu.
Nathan mengulurkan tangannya dan membantu Felix berdiri. Napasnya masih tersengal karena kelelahan, dia menatap Felix. “Bodoh! Kenapa lo nggak ngelawan?” tanya Nathan, sembari membantu Felix berjalan. Anak itu memungut kantong plastiknya.
“Kalau gue ngelawan, mereka nanti makin menjadi,” jawab Felix. Dia berpegangan pada pundak Nathan. Kakinya serasa mati rasa karena terlalu lama berlutut. “Thanks.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET CHAOS [JAELIA]
Fanfic[PROSES REVISI] Kita adalah rasa yang tepat, di waktu yang salah. ©dear2jae 2021.