Tidak Baik-Baik Saja

1K 101 2
                                    

Tidak Baik-Baik Saja

"Sudah jelas, jika cinta butuh pengorbanan yang sangat besar untuk mengecap rasanya bahagia."-Aruna Greenidia Chemistriyani

🏡🏡🏡

"Una, lo belum tidur?" Aku menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut.

"Dari tadi ngapain coba, ini udah mau jam dua belas!"

"Belum ngantuk, cogan cogan gue masih live. Baru update, sayang kalau dianggurin. Uďah numpuk di library." Jawabku asal.

"Ck, lo harusnya tidur. Bukanya malah baca gini! Ketularan Cika lo ya?" Ujarnya berdecak kesal.

"Itu juga, bukanya jagain lo malah ikutan moslor sendiri." Kesalnya sambil melirik Cika yang sudah tidur lelap diatas tempat tidurku.

"Biarin, kecapean dia." Ujarku, sambil mematikan layar handphone milikku.

"Kenapa belum tidur? Imsomnia?"

"Kalau ngasih pertanyaan, gak usah dijawab sendiri!" Ketusku.

"Hehe, habisnya lo malah bambah bikin khawatir tau gak?" Ujar Doyyeng sambil mengambil posisi duduk di dekatku.

"Doy, lo kapan pergi ke Amsterdam?"

"Hm, kayaknya masih dua mingguan lagi. Abang gue juga masih sibuk sama tunangannya."

"Hm."

"Kenapa Na, lo mau nahan gue supaya gak jadi pergi?"

"Dih, enggaklah. Buat apaan coba?" Ketusku.

Doyyeng hanya tersenyum tipis sambil meraih toples yang berisi snack kacang sembunyi di dalamnya.

"Na?"

"Iya, kenapa Doyy?"

"Gimana perasaan lo sekarang?"

Aku terdiam untuk sejenak, sebelum akhirnya senyum tipisku mengudara.

"Gak usah sok kuat kalau nyatanya hati lo potek Na, masih ada gue yang siap jadi tempat lo berbagi."

"Doyy!"

"Kenape, lo jangan sungkan gitu kalau mau cerita. Kayak ke siaja lo."

"Hm?"

"Cerita ya cerita aja, dari pada diem diem bae. Jangan dipendam sendiri Na, sakit."

"Iya, ini gue mau cerita Doyy!" Ketus.

"Hehehe, iya, iya sorry."

"Ngegas aè sih bisanya."

"Iya, miane Na."

"Sesak, Doyy. Rasanya kayak gak bisa nafas saking sesaknya dada gue. Gue kecewa. Gue tuh--"

Brugg

"PERGI KAMU?!"

"Apaan tuh?!" Kagetku dan Doyyeng bersamaan.

Sebuah suara seperti dentuman benda yang bertubrukan dengan lantai yang cukup keras membuat kami terlonjak. Siapa juga yang barusan berteriak malam malam begini.

"Pergi ndak?!" Bentak suara itu lagi. Tapi eh, itu bunyaknya suara-ibuku ya?

"Na, itu suara ibu lo 'kan?"

"Iya!"

"Kenapa tuh, kok teriak teriak gitu?"

"Gue juga gak tahu?!"

"Kita lihat Doyy, mungkin ada sesuatu yang genting di luar."

"Ya udah, ayok!"

Kami berdua bergegas menuju pintu keluar. Membuka handle-nya cepat, sebelum dikejutkan oleh seseorang dari luar sana.

"Ehh, mbak mau kemana?"

"Astagfirullah, gue kira adek lo dedemit jadi jadian!" Kaget Doyyeng sambil mengelus dadanya yang langsung bergemuruh saking terkejutnya.

"Dek minggir dulu, kita mau keluar!"

"Keluar mau kemana mbak? Kata ibu mbak suruh istirahat."

"Eh bentar dulu, kita penasaran ada apa sih diluar? Kok ribut ribut gitu?" Ujar Doyyeng.

"I-itu, diluar ada--"

"PERGI?!"

Sekali lagi, suara bentakan itu menggema bagaikan terompet komando dimulainya pertempuran. Ada nada kemarahan yang amat kentara terselip di satu kata tersebut.
Fix, ibu pasti tengah meledak saat ini.

"Minggir, mbak harus keluar." Titahku sambil mendorong adikku pelan agar mau menggeser dari depan pintu.

"T--tapi mbak?!"

Telat, aku sudah berhasil keluar dari kamarku. Diikuti dengan Doyyeng selanjutnya. Tanpa mempedulikan panggilan dari adikku. Aku memilih untuk berlalu menuju sumber keributan tersebut.

Aku penasaran, apa yang tiba-tiba memancing keribukan malam malam begini. Apa kata tetangga nanti, bukan saja gagal nikah tagi keluargaku juga membuat keributan di tengah malam. Tentu saja hal itu akan membuat tetangga tetanggaku terganggu.

"Saya mohon, izinkan saya bertemu dengan Aruna ibu."

"Ndak?! Buat apa kamu mencari putriku? Mau kamu jelaskan apa lagi?"

"Tolong bu, saya mau bertemu dengan Aruna."

"Ndak, mending kamu pergi dari sini sekarang!"

"Buk, sudah. Malu sama tetangga!"

"Tapi pak, dia itu ndak tahu malu sekali. Malam malam datang kesini setelah membatalkan pernikahan begitu saja."

Sayup sayup aku bisa mendengar percakapan yang cukup panas diluar sana. Aku tahu suara suara familiar tersebut. Suara yang tentunya kuyakini salah satunya adalah milik Dia. Afka.

"Ibu?" Suaraku tercekat ditenggorokan saat sudah dekat dengan sumber keributan tersebut.

"Nduk?"

Tubuhku membeku, lidahku kelu seketika. Kakiku berhenti tepat di ambang pintu. Tubuhku hampir saja terhuyung jika saja tidak ada yang menahanya dari belakang.

"Na, lo kenapa?"

Pendengaranku tidak fokus lagi untuk menangkap sensor suara di sekelilingku. Netraku hanya fokus kepada satu di depan sana. Dimana sebuah objek tengah berlutut dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan lagi. Banyak kondisi yang tidak dapat aku jelaskan di sini, namun yang pasti. Dia tidak berada dalam keadaan yang baik-baik saja.

****

TBC

Jangan lupa tinggalkan Voment-nya👐
Direvisi 10 Januari 2021

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang