Kecewa

1.1K 106 10
                                    

Kecewa

"Kekecewaan datang karena sebuah kepercayakan disia-siakan begitu saja."-Aruña Greenidia Cheistriyani

"-Aruña Greenidia Cheistriyani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Sinar mentari yang cerah hari ini, nampak menyinari bumi seharian ini. Kicauan burung terdengar mulai menjauhi sarangnya untuk mencari makan. Rerumputan mulai mengering dari embun paginya. Kedua kakiku berjalan santai menginjak rerumputan tanpa alas kaki.

Sambil mengendong si kecil Abel hati hati. Aku bersenandung kecil agar si kecil nyaman dalam gendonganku. Pagi ini, sudah untuk kedua kalinya aku menemani keponakanku ini berjemur di bawah sinar mentari pagi yang baik untuk pertumbuhanya. Abel nampak menggeliat kecil, saat tubuh mungilnya terkena sinar mentari pagi. Bayi satu bulan lebih empat hari ini, memang sudah menjadi rutinitasnya dalam dua hari ini berjemur bersamaku.

Ini sudah hari ke-6 setelah aku menjalani ritual pingitan, yang katanya wajib dilakukan. Selama itu pula, aku dan Afka LDR-an. Tapi walaupun begitu, komunikasi kami tetap terjaga. Hanya telephone, pesan suara, dan chat bentuknya. Jika VideoCall di larang oleh ibuku. Katanya, ini harus di lakukan dan dilalui oleh para calon pengantin menurut kepercayaan beberapa pihak tentunya.

"Mbak udahan berjemurnya, Abelnya bawa masuk."

"Iya, sebentar."

Hari ini acaranya kami akan mengadakan siraman. Sengaja diadakan hari ini, tepatnya pukul sepuluh nantinya. Hal ini bertujuan untuk membersihkan segala hal negatif yang dianggap mengganggu proses pernikahan dan ijab kabul. Prosesi siraman biasanya dilakukan pada pukul 10.00 - 15.00, sehari sebelum dilakukannya ijab kabul. Pada waktu ini diyakini sebagai saat ketika bidadari turun kebumi untuk mandi.

"Siniin putriku, kamu siap siap gih."

"Iya mbak."

Setelah memberikan Abel aku memilih bersiap diri. Acara siraman dilakukan setelah semua keperluan prosesi telah terkumpul. Acara berikutnya dilanjutkan dengan prosesi prosesi lainya. Hingga hari menjelang sore, kini kami duduk dipondok belakang rumah.

Kami--Aku, Doyyeng, Cika, Arinda dan ibuku. Kami duduk sambil memenyortir bunga melati yang bagus dan tidaknya. Beliau katanya mau memberi aku sedikit wejangan sebelum menikah.

"Nduk, setelah menikah nanti kamu harus mandiri. Menuruti semua perintah suamimu dengan hati yang lapang. Ingat, saat sudah menjadi seorang istri baktimu berarti sudah berpindah cah ayu. Utamanya, suamimu adalah kepala keluarga yang harus kamu layani setiap saat."

"Iya bu, Runa ngerti."

"Ngerti apaan coba?" Sela Doyyeng yang tengah duduk disisiku.

"Lah itu barusan, yang ibuku bilangin."

"Apaan?" Tinggal Cika menimpali.

Aku memang sengaja mengundang mereka lebih awal, agar bisa menemaniku di setiap sesi upacara adat yang aku lalui.

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang