Kedua • Selalu Mengalah

18.7K 2.8K 780
                                    

Operasi pendonoran itu akhirnya terlaksana, Jeno berhasil melakukannya, meskipun masih belum mengerti bagaimana nanti resikonya, bagaimana nantinya rasa sakit yang mungkin ia akan rasakan di umur empat tahun.

Tapi setidaknya, Jeno sudah melakukan pengorbanan untuk pertama kalinya di umur empat tahun, dan itu untuk kakaknya sendiri. Jeno rela, asalkan kakaknya bisa sembuh.

Donghae dan Chaeyoung segera menemani Mark pasca dijalanaknnya operasi, sekaligus akan mendengar bagaimana penjelasan dokter mengenai kondisi Mark sekarang. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, apapun yang harus mereka korbankan.

“Keadaannya akan berangsur membaik, tapi untuk benar-benar menyembuhkannya dari penyakitnya sekarang hanyalah kembali melakukan pendonoran sum-sum tulang untuknyang kedu dan terakhir kalinya. Saya akan mencarikan pendonor yang cocok untuk Mark, kita masih punya lima bulan untuk mendapatkannya” jelas Taeyong, berusaha tidak lagi melibatkan Jeno dalam penyembuhan pasiennya ini.

“Kenapa tidak Jeno lagi dokter?” tanya Chaeyoung.

“Saya khawatir malah Jeno yang nanti mengidap penyakit serius, karena pendonoran di usia yang masih begitu kecil. Tenang saja, rumah sakit pas––“

“Tidak. Lakukan secepatnya, tidak perlu menunggu lima bulan, lakukan pada Jeno lagi” potong Donghae.

“Tapi tuan, Jeno tidak akan sanggup, tubuhnya dan sistem imunnya juga nantinya akan ikut memburuk”

“Apapun itu, aku tidak peduli, yang penting anak sulungnya saya sembuh” keras Chaeyoung.

Taeyong tersentak mendengarnya, menatap Donghae yang juga diam dengan wajah seriusnya sepertinya menyetujui kalimat Chaeyoung. Kalau sudah begini, Taeyong sebagai dokter harus apa? Memang sudah tugasnya juga untuk menyembuhkan pasiennya, tapi haruskan ia membuat orang lain menderita?

“Baiklah, rumah sakit akan pertimbangkan”

.




.




.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.




.




.

“Dokter Lee, pasien Lee Jeno sudah sadar” ucap seorang suster pada Areum. Dokter muda perempuan itu mengangguk, kemudian langsung beranjak menuju ruang rawat anak itu.

Areum tiba di ruangan serba putih itu, selimut rumah sakit Jeno dan baju pasien Jeno diganti dengan selimut bergambar mobil-mobilan dan piyama bergambar beruang agar Jeno lebih nyaman. Itupun, ide Areum sendiri, bukan orang tua Jeno.

Hidup | Lee Jeno [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang