Bab 6: Awal yang baru

23 5 2
                                    

"kuharap ini awal yang baru untuk memulai semuanya, walaupun itu sulit."

***

Pagi ini udara sangat segar apalagi di tambah kicauan burung madu sriganti terdengar seperti alunan musik. Mathe Theresa--Berdiri di atas balkon kamar sembari menghirup udara segar ternyata udara di pagi hari bisa membuat kita bahagia. Untunglah ia bisa bangun pagi sekali berkat dari Alarm yang ia setel semalam. Dan pagi inilah Mathea memulai awal yang baru.

Beranjak dari tempatnya menuju ruang makan."pagi ibu,...pagi ayah Bima" gadis itu tersenyum ke arah kedua orang tuanya.

Tari--tersenyum hangat melihat Mathea dengan balutan seragam putih abu-abunya, begitu juga dengan Bima melihat tampilan putri keduanya. Sangat cantik.

"Cantik ih anak mama."puji Tari seraya menuntun Mathea duduk di kursi sebelahnya.

Ia tersenyum malu mendengar pujian Tari." Makasih ibu." Ucap Mathea.

Ngomong-ngomong dimana Abangnya itu?  Biasanya ia sudah duduk di sebelah Bima. Apa mungkin sudah berangkat duluan ke sekolah? Entahlah.

Bima berdehem sebelum memulai pembicaraan." Hari ini Mathea berang--"

"Ngak." Laki-laki dengan baju sekolah putih abu-abu itu berdiri tidak jauh dari tempat meja makan. Ia melirik Mathea dengan ekor matanya.

Bima mengeram kesal." Pake sopan santun kamu Dra!." Hardik Bima melihat kelakuan putranya.

"Terserah Ayah!." Sarkas laki-laki itu sembari melirik Mathea dengan geram.

Sedangkan Mathea hanya menunduk takut melihat wajah abangnya. Pasti setelah ini ia akan mendapatkan kata-kata yang kurang enak di dengar oleh telinga

Bima menghela nafas." Ayah ngak terimah bantahan, habis sarapan kalian berdua berangkat sama-sama." Telak Bima tanpa bantahan sama sekali.

Dia menggepalkan kedua tangan hingga kuku-kukunya memutih. Kali ini ia kalah dari Ayahnya.

"Ngak boleh kek gitu Bang, mama ngak pernah ngajarin kayak gitu sama kamu." Ujar Tari akhirnya setelah diam menyimak pembicaraan mereka.

Laki-laki itu tidak mengindahkan ucapan mamanya."ngak suka makan deh lo, gue buru-buru ada tugas."ujarnya sembari melangkah meninggalkan meja makan.

Mathea beranjak dari kursi sebelum laki-laki itu meninggalkannya." Mathea pamit dulu, Assalamualaikum" pamit Mathea seraya mencium punggung tangan Bima dan Tari.

"Waalaikumsalam, hati-hati nak." Ujar Tari dan Bima bersamaan.

"Iya." Teriak Mathea dari ruang keluarga.

***

Suasana yang mencengkam berada di mobil bersama laki-laki di sebelahnya membuat Mathea bergidik ngeri. Mending ia naik angkutan umum saja atau ojek online daripada satu mobil bersama Abangnya. Mathea tau laki-laki itu sedang menahan amarahnya siap-siap saja setelah ini.

Mobil yang ia tumpangi berhenti tepat di pinggir jalan," turun." Perintah abangnya.

Mathea menggeleng." Tapikan ini belum sampai bang." Apalagi ini? Padahal mereka belum tiba di sekolah.

"Gue bukan abang lo bangsat!." Tukasnya marah melihat ke arah Mathea." Turun!" Suruh laki-laki itu.

"Bang--"

"Gue bilang turun ya turun!! Lo budek ha?!." Hardiknya marah seraya memukul stir mobil.

Mathea terlonjak kaget mendengar hantaman dari stir mobil. Mau tidak mau dia harus turun di pinggir jalan. Laki-laki itu, membenci dirinya bahkan ia enggan di panggil dengan sebutan Abang. Dan Kini, tinggal dirinya seorang di pinggir jalan seraya menunggu angkutan umum. Sedangkan Abangnya sudah pergi bersama mobil yang ia tumpangi tadi.

Siapa sangkah tadinya langit jakarta yang cerah di sinari matahari kini di atas sana sedang mendungnya. Bagaimana ini jika hujan? Ya tuhan, jangan sampai datang hujan sebab ia belum sampai ke sekolah. Namun sayangnya sang pencipta tak mendengar doa Mathea.

Deras hujan yang semakin lebat serta jarum jam yang menunjukkan pukul tujuh lewat membuat Mathea kalut di tempat berteduh. Padahal rencananya hari ini memulai awal yang baru sayangnya tak berjalan dengan baik.

"Angkutan umunnya man--"

Ucapanya terhenti ketika melihat baju seragam dan rok sekolahnya basah akibat terkena genangan air. Mendongkak melihat siapa pelakunya Mathea tidak menyangkah seorang laki-laki dengan tampang biasa-biasa saja tersenyum manis ke arahnya. Pasti dia sengaja.

Dia membukan kaca helm sembari terseyum ke arah Mathea tanpa wajah berasalah." Maaf ya, ngak sengaja." Ucap  Ravionzil dengan santai.

Tidak sengaja katanya? Tidak punya perasaan sama sekali!

Dirinya tak bisa berbuat apa-apa selain melihat pengendara motor itu pergi dari hadapannya. Sepertinya memulai awal yang baru tidak akan semudah yang ia kira.

Baju sekolah yang basah di tambah Angkutan umum yang tak kunjung datang membuat Mathea gelisah di tempat  pasalnya ia siswa baru di SMA Saka, dan bagaimana tanggapan guru-guru mengenai dirinya? Yang pasti tidak baik.

Untunglah hujan sudah redah. Daripada menunggu yang tak pasti mending ia jalan kaki sampai di pangakalan ojek.

"Basah lagi." Guman Mathea dengan wajah sedih.

Sabar, dirinya harus sabar. Menaham mati-matian supaya mulutnya tak mengeluarkan kata-kata tidak baik kepada Ravionzil. Oke mathea, bukan waktunya memikirkan laki-laki itu.

Mengejar waktu yang semakin berjalan, Mathea berlari menuju pangkalan ojek di depan sana. Akhirnya ia berada di antara tukang ojek.

"Bang ojek." Ujar Mathea

"Oke, neng."

***

pintu gerbang SMA Saka sudah di tutup oleh satpam. Bagaimana ia bisa masuk ke dalam? Dan tidak mungkin ia harus memanjat tembok belakang sekolah. Jangan gila! Itu sangat tinggi.

Berjalan menghampiri satpam yang sedang bertugas menjaga pintu gerbang sewaktu-waktu dibuka oleh siswa yang nekad menerobos. Mathea tersenyum ke arah Pak Tarjo." Pagi pak," sapa Mathea.

Pak Tarjo menatap gadis di depanya dengan wajah datar." Pagi!." Jawab pak Tarjo.

"Pak boleh kan saya masuk?." Tanya Mathea.

"Ngak!." Sarkas Tarjo.

"Plis pak, kali in aj--"

"Oh, jadi begini kelakuan siswa baru? Tidak menaati peraturan sekolah." Ujar sang ketua Osis.

Terhenti, ucapannya terhenti.

Dan Setelah ini dirinya tak akan baik-baik saja.

Matheazil || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang