Tak lama, Jane dan Bastian sampai di sebuah apartemen di Jakarta Selatan. Yang diketahui Jane, apartemen ini merupakan apartemen termahal dan termewah yang ada di Ibu Kota ini. Dan ... benarkah Bastian tinggal di apartemen ini? Jane sungguh tak habis pikir. Ternyata, Bastian se-rich itu.
"Kamu mau diem aja di situ, Jane?" tanya Bastian saat ia sudah membuka pintu room-nya, tapi Jane malah terdiam.
"Eng-enggak, Pak."
"Ya udah, masuk, dong, Jane." Bastian memasuki apartemennya di susul Jane yang mengekor di belakangnya. "Kamu duduk dulu. Aku mau ganti baju," ucap Bastian yang kemudian berlenggang ke kamarnya.
Jane pun duduk dengan ragu-ragu di ruang tamu. Ia lalu mengedarkan pandangan mengamati ruangan yang terbilang luas untuk ruang tamu sebuah apartemen ini.
Jane sangat suka dengan ambience yang tercipta dari ruangan ini. Ruangan yang cantik dan memiliki suasana menenangkan. Bermodel minimalis bernuansa warna putih, cokelat, dan abu-abu, serta interior mewah yang diyakini Jane jika furniture yang ada diruangan ini pasti diimpor dari luar negeri. Jane jelas saja tahu, karena furniture di ruangan ini terlihat sangat mewah dan mahal.
"Jane, kamu mau minum apa?"
Jane langsung menoleh dan memusatkan perhatiannya pada seorang laki-laki yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Jane mengerjapkan mata begitu ia melihat Bastian kini sudah berganti pakaian. Laki-laki itu hanya memakai kaos polos hitam dan activated tech shorts dari Adidas. Oh tidak! Jane rasanya makin terpesona dengan Bastian yang berpenampilan santai begini. Ketampanannya bertambah sepuluh kali lipat. GWS, JANE!
"Jane ...." Bastian lagi-lagi memanggilnya.
Untunglah, Jane segera tersadar akan lamunannya. "Iy-iya, Pak?"
"Kamu mau minum apa?" tanya ulang Bastian.
"Terserah. Air putih, boleh. Orange juice, boleh. Minuman isotonik, boleh. Susu cokelat, boleh. Kalau ada ice cream juga boleh," celoteh Jane. Ia lalu menyamankan duduknya di sofa.
Tak lama, Bastian berjalan ke arah Jane sambil membawa sebuah nampan. Jane sangat terkejut begitu melihat Bastian menaruh nampan itu di hadapannya.
Mata Jane melotot dengan sempurna. What the hell??! Bastian ini benar-benar sangat bar-bar. Laki-laki itu membawakan semua jenis minuman yang disebutkan Jane tadi dan jelas saja ini membuat Jane seketika jadi protes.
"Yang bener aja, dong, Pak! Masa sem—"
"Bastian! Panggil aku Bastian, Jane! Bukan 'Pak'!" kesal Bastian. "Apa? Kamu mau protes apa?!" kesalnya lagi.
"Aku tadi cuma be—"
"Bercanda? Aku, kan, udah bilang, kalau aku bukan orang yang bisa kamu ajak bercanda, Jane. Sekarang, minum itu semua. Kamu harus habisin. Paham?"
Jane mendengkus kesal. Sungguh menyebalkan sekali.
Jane pun mengambil sebuah minuman kaleng berisi susu cokelat yang disuguhkan Bastian. Ia membuka dan meneguk susu itu.
"Jane ... "
"Hmm?" tanggap Jane.
"Kenapa kamu menghindar dari aku?"
Jane langsung tersedak. Ia membulatkan mata menatap Bastian. "Pak, kalau mau tanya itu kira-kira, dong. Saya hampir aja keselek susu!" cibir Jane.
"Bastian, Jane! Bukan 'Pak'. Bicara pakai 'aku' bukan 'saya'," protes Bastian lagi. "Jane, aku itu tanya ke kamu, kenapa kamu menghindar dari aku? Bisa tolong di jawab dulu nggak?" tanya ulang Bastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Kehilangan
RomanceBastian mengira, hidupnya yang sudah memiliki satu wanita seperti Nara Nayaka itu sudah lebih dari cukup. Ia merasa sudah cukup bahagia memiliki Nara dalam hidupnya. Setidaknya, itu adalah yang Bastian rasakan selama dua puluh tahun mengenal wanita...