- 2. Pencarian -

135 7 17
                                    

Agung masih terus memikirkan gadis cantik yang dilihatnya di ladang dua hari lalu saat bersama sang ayah. Berbagai upaya sudah dilakukannya demi mencari keberadaan gadis itu.
Kembali ke ladang tempat mereka pertama kali bertemu, bertanya kepada para pekerja, dan berjalan-jalan mengelilingi desa. Pikir Agung, siapa tahu dewi fortuna sedang berpihak kepadanya dan tanpa sengaja mereka bertemu di suatu tempat.

Sayang sekali, dewi fortuna belum ingin menghampiri Agung karena sampai saat ini usahanya belum membuahkan hasil. "Kenapa susah banget cuman cari orang di desa kecil gini?" Gumam Agung kesal pada dirinya sendiri.

Sambil menggerutu, Agung terus berjalan tanpa arah dan rencana. Dia hanya mengikuti instingnya saja.
Kusnan yang tidak mengetahui apa tujuan Agung dua hari ini berjalan-jalan mengelilingi desa, merasa senang karena dia menganggap sang anak sudah memiliki ketertarikan dengan kehidupan di desa dan mulai berminat pula untuk melanjutkan usaha keluarga yang sudah turun temurun di bidang pertanian.

Padahal sejak kepulangan Agung ke Pacitan, Kusnan sempat berpikir bahwa keputusannya dahulu untuk mengirim Agung kepada kakaknya ke ibu kota Jawa Timur, Surabaya, adalah sebuah kesalahan. Kehidupan di kota telah merubah sang anak, begitu yang sempat terlintas di benak Kusnan. Hari pertama saja, Agung sudah mengeluh tentang suhu dan makanan yang tidak cocok dengannya. Belum lagi dengan keluhan lainnya, seperti tidak bisa bergaul seperti layaknya kehidupan di kota, tidak ada kegiatan yang menarik, dan keluhan lainnya yang membuat Kusnan menjadi frustasi menghadapi tingkah sang anak.

Sejak berusia tiga belas tahun, Agung tinggal dengan keluarga sang paman di Surabaya untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik di kota, serta agar belajar hidup mandiri. Sebenarnya itu adalah keputusan yang sangat sulit bagi kedua orang tua Agung, terutama bagi Rina, ibu Agung.

"Pak, anak kita cuman Agung saja. Aku nggak bisa berjauhan sama dia. Biarkan saja dia sekolah di sini saja ya, Pak? Dia juga masih kecil. Masih butuh ibunya" Rina memelas kepada sang suami.

"Keputusan Bapak sudah bulat, Bu. Pendidikan di sana lebih terjamin dan maju. Nanti Agung pasti pulang kalau dia sudah menjadi seorang sarjana. Lagipula masku sudah setuju dan menyanggupi untuk menjaga Agung. Sekalian biar masku mengajarkan dia cara berbisnis. Usahanya kan sudah maju. Siapa tahu nanti waktu Agung pulang bisa membuka usaha baru di sini." Ujar Kusnan mencoba meyakinkan dengan berbagai alasan.

Rina hanya menunduk bersedih, tidak ada cara lain untuk membujuk Kusnan. Selama kehidupan penikahannya, tidak pernah sekalipun Rina pernah membantah kepada sang suami. Orang tuanya dulu selalu menanamkan pemikiran bahwa seorang istri harus tunduk kepada perintah suami. Namun, kali ini berbeda karena menyangkut anak lelaki semata wayangnya. Perasaan Rina sebagai seorang ibu yang telah mengandung Agung selama sembilan bulan, lalu terus melihatnya tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu, membuatnya sangat bersedih harus melepas sang putra pada hari keberangkatannya.

"Kamu jaga diri ya, Le. Manut sama pakdhe dan budhemu di sana. Sekolah sing pinter. Jangan bikin bapakmu kecewa. Terus kirim surat ke bapak dan ibumu ini." Airmata Rina terus mengalir memeluk Agung yang sudah bersiap meninggalkan desa kelahirannya.

"Inggih Bu. Agung janji bikin bapak ibu bangga." Hibur Agung sambil mencium kening Rina.

Setelah menyelesaikan pendidikan strata satunya di jurusan pertanian, Agung akhirnya pulang ke desanya di Pacitan. Sebenarnya dia masih tidak ingin pulang, kehidupan di kota telah banyak merubahnya sehingga Agung berpikir kembali ke desanya pasti akan sangat membosankan. Ditambah lagi dia harus berpisah dengan teman-temannya.

Pemikiran Agung tidak salah, kehidupan di Pacitan memang sangat berbeda dengan di kota. Tempat lahirnya itu, sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan meskipun telah lama dia tinggalkan. Masih berupa daerah pegunungan dan berbukit-bukit yang sebagian besar adalah pegunungan kapur bagian dari rangkaian Gunung Kidul. Bukit-bukitnya pun sebagian besar berbukit tandus. Kusnan pernah mengatakan bahwa dengan kondisi tanah demikian, menyebabkan tidak bisa sembarang tanaman cocok untuk ditanam. Hal itu menjadi alasan Agung diarahkan kuliah di jurusan pertanian dengan harapan agar kelak dapat memajukan sektor pertanian di desanya. Padahal jurusan itu bukan gairahnya, Agung mengalah hanya untuk menyenangkan hati Kusnan saja.

Lestari [TAMAT~> terbit eBook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang