- 6. Hari Pertama -

101 6 2
                                    

Tidak berapa lama dari kepergian Sutanto dan Fajar, seorang utusan Agung datang atas perintah sang majikan untuk segera menjemput Lestari mengantarnya ke tempat yang sudah ditentukan. Memang sebelumnya, Agung sudah pernah mengatakan bahwa akan memberikan kabar terlebih dahulu soal waktu pekerjaan kapan akan dimulai, tetapi Lestari tidak menyangka mendadak seperti ini.

Darmo yang ikut menerima utusan itu pun terlihat tidak mengerti. "Kamu kerja sama mas Agung?"

"Nanti saja Lestari ceritakan nggih Pak. Sekarang Lestari pergi dulu ya," pamit Lestari. Dan perempuan itu berlalu mengikuti orang utusan Agung tadi menaiki sepeda motor.

Setelah beberapa menit kemudian, mereka sampai di Pantai Teleng Ria. Agung sedang duduk di atas sebuah pohon kelapa yang roboh agak jauh dari bibir pantai, sudah menanti Lestari sejak tadi.

"Mas," sapa Lestari menepuk pelan bahu kiri Agunh agar tidak mengagetkannya.

"Sudah datang. Ayo." Agung langsung saja menarik tangan Lestari mendekat ke arah pantai.

Setelah menemukan tempat yang cocok, Agung menyuruh Lestari berdiri menghadap ke pantai membelakangi dirinya. "Diam di situ ya," perintah Agung.

Lestari menurut tanpa berkata apapun. Dia berusaha mengikuti arahan dari Agung. Berdiri dengan posisi wajah sedikit menoleh ke arah kanan dan kuncir kuda yang sedari tadi terpasang di rambut panjang Lestari pun disuruh dilepas oleh Agung.

Agung mulai menggambar di dalam buku sketsanya. Sangat serius. Matanya bolak balik bergantian menatap Lestari dan beralih ke bukunya. Bermodalkan hanya sebuah pensil runcing, coretan-coretan yang awalnya kasar mulai nampak jelas. Gambar seorang gadis yang menatap indahnya pemandangan laut, begitu yang ada dipikiran Agung mengenai judul karyanya nanti. Kepala lelaki itu sesekali bergoyang ke kiri dan kanan memastikan yang digambarnya sudah sesuai.

Selintas Agung juga mengagumi sosok yang saat ini berada di hadapannya. Bagi dirinya, Lestari adalah gadis yang polos dan murni. Sangat cocok menjadi model lukisannya. Rambut hitam legam Lestari menari tertiup angin pantai menambah kesan elegan dalam sketsa gambar Agung.

Cukup lama Lestari berdiri diam. Sebenarnya badannya mulai terasa pegal dan capai, tetapi dia tidak berani untuk sekedar berbicara bahkan menyela. Sesekali perempuan itu melirik ke belakang, melihat sekilas ke arah Agung yang sedang terlihat fokus menggambar dirinya. Di sisi lain, Lestari berharap Agung dapat segera menyelesaikan gambarnya karena sebenarnya Lestari sudah tidak sabar untuk melihat hasilnya. Ini adalah pengalaman pertama bagi Lestari seseorang menggambar dirinya.

"Sudah selesai," gumam Agung. Dia melihat hasil sketsanya dan merasa puas.

"Alhamdulillah," lirih Lestari sambil meregangkan sekujur tubuhnya yang kaku. Dia kemudian berjalan menuju arah Agung.

Pupil mata Lestari membesar begitu Agung menyerahkan buku sketsanya. Perempuan itu tidak menyangka hasilnya akan sebagus itu, meskipun hanya sebuah gambar sederhana menggunakan media kertas dan pensil. Sebuah gambar yang menurut Lestari sangat indah, dirinya yang nampak seperti sedang berjalan menuju air laut dengan rambut panjang tertiup angin. Pakaian dikenakan Lestari digambarkan semacam gaun panjang sebatas mata kaki.

"Ini cuman sketsa saja. Nanti aku lanjutkan lukis lagi yang bagus," ujar Agung.

Lestari tidak menjawab, dia terus saja melihat hasil gambaran dirinya yang sedang dipegang di kedua tangannya.

"Mas, kalau sudah jadi yang bagus, yang ini boleh aku minta?" tanya Lestari.

"Tapi ini biasa saja. Cuman coret-coretan," balas Agung.

"Nggak apa-apa Mas. Aku suka banget gambar ini. Cantik." Bagi Lestari itu bukan hanya sebuah coretan sederhana, melainkan karya yang sangat indah. Di menyukainya.

Lestari [TAMAT~> terbit eBook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang