- 5. Penawaran Fajar -

112 8 4
                                    

Pekerjaan yang diberikan oleh Agung bukan pekerjaan yang sulit, tetapi masih tidak dipahami oleh Lestari. Tadi siang saat Agung menjelaskan masalah pekerjaan, perempuan itu hanya menganggukan kepala saja, antara paham dan sebagian lain tidak karena membingungkan baginya.

"Model lukisan itu apa ya?" ucap  Lestari pelan yang sedang tidur telentang di atas kasurnya sambil menatap langit-langit kamar yang temaram. Hanya ada lampu minyak yang menjadi alat penerangan saat malam tiba.

Lestari memutar badannya ke kanan memeluk guling. "Kata mas Agung yang perlu aku lakukan cuman diam lama dan nggak boleh banyak gerak. Kerja macem apa cuman diam saja tapi dikasih upah?" Lestari masih larut dalam tanda tanyanya.

Masih melamun, Lestari kemudian berpikir bukan masalah jenis pekerjaannya, bisa mendapatkan tambahan uang sudah membuat hatinya senang. Kondisi Darmo yang belum bisa bekerja menyebabkan tidak adanya pemasukan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, biaya pengobatan dan lainnya. Namun, sekarang masalah itu sudah teratasi dengan penawaran pekerjaan dari Agung tadi siang yang langsung di terima oleh Lestari tanpa berpikir dua kali. Seketika perasaannya menjadi ringan dan lama-lama rasa kantuk mulai menyerangnya. Sebelum beranjak tidur, Lestari mematikan lampu minyak. Sedikit demi sedikit kelopak matanya menutup hingga dia akhirnya terbenam dalam dunia mimpinya. Mimpi yang indah, itu harapan Lestari sekilas.

____________________

Seperti biasa pukul empat pagi, Lestari sudah bangun terlebih dahulu sebelum sang ayah. Kegiatan rutinnya setiap pagi sebelum memulai aktivitas tidak pernah terlewatkan sehari pun karena itu selalu dapat memberikan semangat dalam menyambut hari. Berdiri di luar rumah memejamkan mata menghirup dalam-dalam udara bersih sambil menikmati suasana pagi hari yang diselimuti kabut. Malam hari sebelumnya langit cerah sangat ideal embun pagi terbentuk sehingga titik-titik air terlihat menempel pada rumput-rumput dan di balik daun. Munculnya kabut dan embun menambah suasana syahdu dan memberikan rasa tenang.

Merasa sudah mendapatkan energi positif dari hawa dan suasana pagi hari, Lestari mantap bersiap menghadapi hari ini dengan antusias dan ceria.

Setelah melakukan salat subuh seorang diri di kamar, Lestari kemudian membangunkan Darmo dan membantunya melaksanakan salat subuh dengan posisi duduk di atas kasur. Kondisi kaki Darmo yang cedera masih belum dapat digunakan untuk menapak dan harus dibantu dengan tongkat ketiak kruk saat berjalan. Meskipun begitu, Darmo sering kali memaksa untuk tetap melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Lestari selalu melarang. Khawatir penyembuhan kaki sang ayah akan menjadi lebih lama dan tidak kunjung pulih.

"Bapak istirahat saja di kamar, biar Lestari yang kerjakan," ujar Lestari cemas saat melihat Darmo berada di sumur sedang menimba air.

"Nggak apa-apa. Bapak masih mampu kalau cumam sekedar nimba air atau nyapu. Capek juga bapak seharian tiduran. Malah bikin badan bapak kaku semua." Darmo menjelaskan.

Adu mulut pun terjadi saat itu, keduanya teguh pada pendirian masing-masing. Lestari kalah debat, dia mengalah dan kembali ke dapur menyelesaikan memasak sayur untuk menu sarapan.

"Sore nanti kita ke pak mantri ya, Pak. Semoga kondisi kaki bapak sudah ada kemajuan," ucap Lestari sambil mengambil nasi di piring, kemudian diberikan kepada Darmo.

"Amin. Bapak juga sudah bosan di rumah terus." Darmo menyendok sayur sop ke dalam piringnya.

Mereka berdua pun menikmati sarapan sederhana dengan saling mengobrol.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan memastikan Darmo tidak membutuhkan dirinya lagi, Lestari bersiap untuk berangkat sekolah.

"Lestari berangkat ya, Pak. Bapak istirahat saja selama Lestari pergi," pamit Lestari mencium punggung tangan Darmo.

Lestari [TAMAT~> terbit eBook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang