- 9. Malam Perayaan -

97 7 6
                                    

Perayaan panen merupakan perayaan rutin tahunan yang diadakan sebagai wujud syukur atas panen yang melimpah. Tahun ini Desa Nanggungan mengadakan sebuah pesta besar karena panen musim ini sangat melimpah daripada tahun-tahum sebelumnya. Ada beberapa rangkaian acara yang sudah disusun dalam rangka menyambut musim panen raya tahun ini.

Acara berpusat di lapangan Balai Desa. Sejak siang acara sudah dimulai dengan berdoa bersama mengucap terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak lupa terselip harapan agar musim panen tahun depan akan penuh berkah seperti tahun ini. Kepala Desa dan para tokoh juga dipersilahkan untuk memberikan sambutan.

Kusnan yang dianggap salah satu sebagai tokoh desa memberikan sambutannya dengan mengatakan bahwa panen tahun ini bisa berhasil berkat doa dan usaha para warga desa, serta berharap ke depannya para anak muda desa dapat melanjutkan usaha memajukan Desa Nanggungan.

Agung merasa tersindir dengan ucapan sang ayah memilih memalingkan muka, berpura-pura tidak mendengar.

Hari sudah mulai menjelang malam, lapangan pun sudah sangat ramai dan meriah. Setiap kali ada perayaan akan selalu ada pedagang-pedagang yang menjajakan beraneka macam dagangan seperti makanan, kue-kue basah, peralatan rumah tangga, mainan tradisional dan sebagainya. Semua tumpah ruah menjadi satu sehingga warga bebas melihat-lihat dan memilih. Akibat banyaknya pedagang, area itu terlihat seperti semacam pasar malam.

Malam hari selalu menjadi acara puncak di setiap perayaan panen. Acara dilanjutkan dengan pertunjukan sebuah tarian yang menyimbolkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah diberikan hasil panen yang melimpah. Tarian itu ditampilkan oleh para murid sanggar tari milik Puspa. Di atas panggung para murid yang seluruhnya perempuan terlihat mulai naik ke atas panggung satu per satu. Setelah semua berkumpul, terdengar suara musik gamelan dan para penari itu kemudian bergerak mengikuti irama musik dengan berjalan melingkar, memutar dan kemudian berbaris lurus dengan gerak dasar tumit, tangan dan pinggul. Selanjutnya, mereka berpencar dengan gerakan tubuh yang estetik, kemudian berbalik saling berhadapan satu sama lain dalam formasi setengah lingkaran. Para penari melanjutkan gerakan tarian dengan duduk berjongkok sambil meragakan gerakan seperti sedang memetik padi. Tarian itu ditampilkan dengan luwes dan lemah gemulai oleh para penari.

Puspa yang memperhatikan anak-anak didiknya di samping panggung, merasa sangat bangga. Latihan selama berbulan-bulan tidak sia-sia.

Setelah iringan tarian selesai, para murid turun satu per satu dari atas panggung dan akan dilanjutkan dengan pementasan wayang kulit yang akan ditampilkan semalam suntuk hingga waktu subuh. Namun, karena pementasan wayang itu membutuhkan persiapan yang cukup lama jadi para warga sebagian besar memilih untuk meninggalkan area panggung, beralih ke area para pedagang berada sembari menunggu acara dimulai.

Sekar dan Lestari sedang berjalan berdua sambil melihat kanan dan kiri mereka yang terdapat banyak sekali pedagang dengan dagangan-dagangan yang menarik.

"Itu kan mas Agung ya? Ke sana yuk," ajak Sekar. Lestari melihat Agung dari kejauhan, dadanya terasa berdebar.

"Lestari. Sekar," sapa Agung ramah saat melihat mereka mendekat.

"Mas sendiri saja?" tanya Sekar.

"Iya sendiri. Soalnya kemarin ada yang mau aku ajak katanya nggak mau," balas Agung sambil melirik ke arah Lestari.

Tahu dirinya sedang disindir, Lestari hanya menunduk saja. Sedangkan, Sekar nampaknya mulai curiga dengan hubungan Agung dan Lestari. Tiba-tiba terbesit sebuah ide untuk menjadi mak comblang bagi mereka.

"Ayo Mas, kita jalan-jalan bareng saja bertiga," ajak Sekar.

"Ayo. Kalau bareng-bareng kan tambah seru. Iya kan Lestari?" Agung menyenggol lengan Lestari di sebelahnya.

Lestari [TAMAT~> terbit eBook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang