01

18.3K 1K 32
                                    

Menjadi putra dari seorang yang berpengaruh di seluruh negeri tak selalu memberikan kenyamanan. Justru malah membawa situasi yang menyebalkan dengan berbagai aturan yang mengikat, harus tersenyum meskipun kau tak suka, bahkan kau tak dapat memilih apa yang kau impikan. Semua sudah diatur. Bahkan sebelum lahir, garis masa depanmu sudah dituliskan.

Itu lah yang dirasakan seorang pemuda dengan paras rupawan, ia yang merupakan putra dari pembisnis tersohor di seluruh negeri harus tersiksa dengan berbagai aturan dan tekanan keluarga besarnya yang sungguh sangat kolot. Terutama karena ia adalah keturunan murni dari keluarga Lan. Keluarga aristokrat yang hampir menguasai seluruh aspek negara, terutama dalam perekonomian dan pemerintahan.

Ia merasa hidup sebagai boneka, apa pun aspek kehidupannya selalu penuh dengan campur tangan ayahnya, termasuk dengan perjodohan konyol yang sungguh membuatnya muak. Kalau pun ia menolak perjodohan ini, dengan segera ia akan di asingkan ke luar negeri dan mengurus lahan milik keluarganya yang terbengkalai yang bahkan tak bisa untuk di tanami atau pilihan paling buruk adalah ia akan dipaksa menjadi petapa di gunung seperti leluhurnya. Sungguh tak ada pilihan yang baik.

Ia benci dengan hidupnya, hanya karena ia terlahir dengan sendok perak bukan berarti hidupnya akan selalu menyenangkan atau selalu bisa berbuat apa pun yang ia inginkan. Kenyataannya tak seperti itu. Ia hanya pemuda yang baru menginjak usia dewasa diawal dua puluhan yang ingin hidup bebas tanpa aturan keluarga yang menyekiknya tiap ia mengambil nafas, ia ingin menjadi pemuda normal yang bisa meraih impiannya dan menentukan masa depannya sendiri.
Bukan sebagai Lan WangJi, putra bungsu dari keluarga Lan, yang tiap langkahnya harus membawa nama baik keluarga. Ia tak ingin berakhir seperti kakaknya yang harus hidup berdampingan dengan orang yang tak ia cintai. Ia ingin menjadi dirinya sendiri.

Lan WangJi benci aturan dan segala tetek bengeknya. Ia benci harus diatur dan melakukan hal yang tak ia suka. Kali ini, Lan WangJi akan mewujudkan keinginan bebasnya. Ia akan keluar dari sangkar emas. Oleh karena itu, pada dini hari setelah memastikan semua penghuni rumah telah terlelap ia mengendap keluar melewati pintu belakang rumahnya yang terhubung dengan hutan pribadi keluarga yang akan menghubungkan dengan jalan raya. Setelah benar-benar aman ia berlari sekencang mungkin sebelum para penjaga melihatnya.

"Akhirnya kehidupan baru telah dimulai" gumamnya sambil menyeringai.

Kaki panjangnya berhenti berlari dan mulai menyetop taksi yang akan membawanya ke tempat tujuan yang sudah lama ia rencanakan. Ia kabur tak serta merta tanpa persiapan justru ia telah menyiapkan semuanya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat, dan saat ini adalah waktunya.

"Tujuanya kemana tuan?" Tanya si supir taksi.

"Ke stasiun" jawab WangJi singkat. Taksi yang ia tumpangi melaju dengan kecepatan sedang menuju stasiun kota.

.

.

Udara pagi di Yunmeng menyambutnya ketika ia sampai di pelataran stasiun kereta. Matanya mengedar mencari sosok yang akan menjemputnya. Hingga lambaian tangan pemuda lain dengan hoodie berwarna ungu tertangkap oleh matanya. Ia melambai singkat sebelum menghampiri sang sahabat.

"Tak ku sangka kau sangat nekat kawan" si hoodie ungu menonjok pelan bahu pemuda dingin di hadapannya.

Wangji tersenyum remeh, "kau harusnya sudah tau bagaimana sifatku"

Memutar bola mata malas si hoodie ungu hanya mendengus membalas ucapan sahabatnya. Harusnya ia tau si pemberontak itu akan melakukan ini.

"Apa kau yakin tak akan tertangkap oleh pamanmu itu tuan muda?"

"Kali ini aku yakin paman tua itu tak akan bisa menangkapku dengan mudah Jiang Cheng"

Pemuda yang di panggil Jiang Cheng mendengus geli, "ya, kuharap aku tak melihat adegan kejar-kejaran seorang tuan muda dan pamannya dalam waktu dekat"

"Sialan kau" keduanya tertawa seraya berjalan menuju mobil versati hitam yang terparkir indah di sisi kanan stasiun.

"Kau yakin tak ingin tinggal di tempatku?" tanya Jiang Cheng, diliriknya sekilas sang sahabat yang asik dengan pemandangan dari jendela mobil.

"Mereka akan segera menemukanku jika begitu"

Menghela nafas, Jiang Cheng kembali memfokuskan dirinya mengendarai mobilnya, membiarkan suasana hening.

Mobil berbelok memasuki daerah pinggiran kota. Berjejer rumah-rumah kecil di sepanjang jalan. Hingga mobil berhenti di salah satu rumah tak terawat dengan halaman kecil yang dipenuhi rumput liar yang mulai meninggi.

"Sial, ini persis rumah hantu" gerutu Jiang Cheng yang ditanggapi dengusan geli oleh pemuda di sampingnya.

Kedua pemuda tampan itu memasuki rumah dengan pintu berderit nyaring. Debu dan udara pengap menyambut keduanya.

"Kau yakin ini bisa ditempati? Ini bahkan bisa disebut sarang hantu kau tahu" ucap Jiang Cheng sambil bergidik membayangkan penghuni tak kasat mata yang memenuhi tempat ini.

"Kau sangat cerewet, lebih baik kau bantu aku membersihkan rumah ini"

Jiang Cheng mencebik sebal, "tidak mau, akan kusuruh sesorang untuk membersihkan rumah ini"

"Begitu lebih baik, kau sangat berguna kawan" Melihat seringaian di wajah sahabatnya membuat Jiang Cheng ingin meninju wajah tengil itu.

Secara tiba-tiba Jiang Cheng melempar kunci yang langsung ditangkap oleh Lan WangJi, "itu kunci apartemenku, berjaga-jaga jika pamanmu mengetahui tempat ini"

"Ah, kau bisa bekerja sebagai DJ di klub milik kakak iparku" tambahnya.

Lan WangJi tersenyum puas kala mendengar penjelasan dari sahabatnya.

'akhirnya kehidupan bebasku segera di mulai'

.

.

.

.

.

TBC

SRADDHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang