Kini mereka berenamㅡRenjun, Jeno, Mark, Haechan, Chenle dan Jisungㅡ tengah berkumpul di lapang basket belakang sekolah.
Lapang basket di sekolah ini memang ada dua, satu di depan dan yang mereka tempati saat ini. Dan lapangan ini jarang sekali dipakai siswa-siswi, mereka lebih memilih lapangan depan yang lebih terang dan ramai.
Tapi mereka berenam justru memilih lapangan ini, karena ada hal yang ingin mereka bahas. Dan ini agak serius.
"Jadi bisa kalian ceritain gimana Jeongin bisa loncat dari gedung padahal beberapa menit yang lalu dia lagi bareng sama Jisung." Kata Mark memecah keheningan.
Semuanya mengalihkan atensinya kepada Jisung yang tengah menunduk sekarang. Mereka butuh penjelasan Jisung, karena dia merupakan orang terakhir yang bersama Jeongin sebelum kejadian itu.
"Ji, lo bisa cerita gak?" Tanya Jeno lembut sembari menepuk pundak Jisung.
Jisung mulai mengedarkan pandangannya ke semua kakak-kakaknya. "Kalian gak nuduh gue kan?" Tiba-tiba raut muka Jisung berubah sinis.
Semuanya mulai panik, kenapa Jisung bisa berpikiran demikian? Mereka semua tidak pernah menuduh Jisung, apalagi mereka telah berteman untuk waktu yang cukup lama. Kenapa juga mereka harus mencurigai Jisung?
"Kami gak nuduh lo. Kami cuma ngerasa ada yang janggal diantara kematian Woojin dan Jeongin di bulan ini. Kasusnya sama, lompat dari gedung. Kalau emang bunuh diri, mereka punya motif apa? Woojin anggota osis, pinter juga aktif. Gak ada alasan dia buat bunuh diri. Dan Jeonginㅡ gue yakin lo lebih tau dari kita semua kalo dia gak punya alasan buat bunuh diri." Jelas Renjun panjang lebar. Dia harus meluruskan kesalahpahaman Jisung supaya dia bisa mengerti.
Semua temannya mengangguk setuju, termasuk Jisung. Dia mulai mengerti dan kembali menunduk. Tentu saja, kehilangan teman untuk selama-lamanya bukanlah beban yang ringan.
"Jadi kak Renjun curiga kalo kematian Jeongin dan kak Woojin itu bukan bunuh diri?" Tanya Jisung.
Renjun mengangguk mengiyakan pertanyaan Jisung barusan. Biar bagaimanapun, entah kenapa Renjun merasa kalau hal ini terlalu janggal untuk disebut bunuh diri.
"Kenapa yang jadi korban temen sekelas kita semua ya?" Tiba-tiba Chenle mulai angkat bicara.
Semuanya diam memikirkan pertanyaan Chenle barusan. Dia ada benarnya, kenapa bisa begini? Kebetulan atau mungkin...
"Tapi gak baik curiga berlebihan. Bisa jadi itu kebetulan, 'kan." Kata Mark menenangkan. Tentu saja, sebagai yang tertua setidaknya Mark harus bisa membantu menenangkan adik-adiknya.
"Tapi ini kebetulannya bener-bener kebetulan yang bener-bener kebetulan dan kebetulㅡ"
"Chan." Renjun memotong perkataan Haechan dengan cepat dan menatap sinis Haechan.
"Cuma ngomongin fakta! Lagian lo galak banget, kenapa sih?"
"HAECHAN!" Bukan Renjun yang berteriak, justru itu Jeno yang mulai emosi dengan sikap Haechan yang tidak bisa melihat situasi.
Haechan langsung bungkam seketika. Ketika Renjun dan Jeno collab untuk ngamuk, vibe-nya kayak kena amuk dua singa liar.
"Sebenernya... Jeongin ngasih tau gue sesuatu, kak." Tiba-tiba suara Jisung langsung mengalihkan perhatian semua orang.
Jisung mulai menatap para kakaknya itu. "Seminggu yang lalu, Jeongin cerita ke gue kalo akhir-akhir ini tidurnya gak nyenyak. Dia selalu mimpi hal yang sama selama seminggu terakhir. Dan yang jelas, itu bukan mimpi yang baik."
Renjun tersentak kaget mendengar perkataan Jisung barusan. Jadi, Jeongin juga mengalami mimpi buruk sebelum kematiannya. Apa itu artinya Renjun juga akan segera...
"Tapi gue gak yakin kalo mimpi dia berhubungan dengan kematiannya, lagian itu cuma mimpi, 'kan?" Jisung melanjutkan ceritanya.
Yang lain cuma ber-oh ria karena merasa mimpi Jeongin dan kematiannya tidak saling berhubungan. Semua orang juga mengalami mimpi buruk, itu bukan hal yang aneh.
Ketika yang lain acuh tak acuh terhadap cerita Jisung barusan, lain halnya dengan Renjun. Di otaknya penuh dengan berbagai teori saat ini.
"Nanti pulang dari pemakaman Jaemin, kalian main dulu ke rumah gue. Ada yang mau gue bahas." Kata Renjun tiba-tiba.
Semuanya cuma mengernyit heran.
"Pokoknya dateng aja. Gue gak bisa cerita disini, takut ada yang ngawasin." Lanjut Renjun seakan bisa membaca pikiran teman-temannya.
Tanpa bertanya lain semuanya hanya mengangguk dan setuju untuk datang.
Di sisi lain, ada yang sedang mengawasi mereka. Atau lebih tepatnya, Renjun. Dia tersenyum miring ketika melihat ekspresi Renjun yang panik.
"Baru gue kasih mimpi buruk lo udah panik. Gimana kalo tiba waktunya." Gumamnya dengan nada remeh. Melihat Renjun yang panik adalah kesenangan tersendiri baginya.
Tanpa dia sadari, ternyata salah satu dari yang sedang dia awasi ada yang memperhatikan dirinya. Dia terus menatap ke arahnya dengan tatapan datar.
"Woy kak Jen, jangan ngelamun disini dong. Gue takut."
Perkataan Chenle tadi berhasil membuat Jeno tersentak kaget dan mengalihkan pandangannya ke arah teman-temannya lagi.
"Iya, jangan ngelamun disini. Lo kesambet yang panik kita semua." Timpal Haechan yang hanya dibalas senyuman oleh Jeno.
Jeno mulai menatap Renjun, dia yakin sesuatu yang baru saja dia lihat mengincar Renjun untuk hal yang mungkin tidak baik dan berbahaya.
"Nanti ngumpulnya bisa di rumah gue aja gak? Ada yang mau gue omongin juga." Kata Jeno.
Semuanya hanya melempar pandangan satu sama lain, bermaksud menanyakan pendapat.
Renjun mengernyit heran mendengar perkataan Jeno barusan. Apalagi Jeno cuma tersenyum penuh arti ke arah Renjun, membuat Renjun yakin kalau Jeno tahu sesuatu.
"Lo bener Jun..." Jeno menatap sudut tembok gedung dan 'dia' sudah menghilang. "Kita diawasin."
-bad dream-
KAMU SEDANG MEMBACA
[0.1] BAD DREAM | NCT DREAM ✓
FanfictionStarting from the nightmare and it slowly become a dangerous terror. In real life. ©elsanursyafira, 2020