Gelap. Ah ada cahaya putih. Oh tunggu, apa ini artinya Renjun berada di alam kematian?! Apa dia tidak berhasil keluar ketika bomnya meledak?
Sepasang matanya mulai mengerjap beberapa kali memastikan pandangannya tidak salah. Bukan malaikat yang dia temui, melainkan pepohonan rindang dengan langit yang masih berwarna orange. Eh?! Dia belum mati?!
Renjun mulai duduk, ternyata dirinya bahkan belum dibawa ke rumah sakit. Dia hanya tengah tertidur di salah satu ranjang dari ambulans yang datang. Kepalanya pusing dan tangannya sakit.
"RENJUN!" Suara berat yang memanggil namanya berhasil menarik atensi Renjun.
Laki-laki jangkung itu mendekat ke arahnya dengan tatapan cemas.
"Jun, luka kamu gak ada yang di muka, kan?" Tanyanya sembari memegang wajah Renjun dan mencari-cari goresan.
Renjun hanya mencibir malas. "Aku hampir sekarat dan yang kakak khawatirin cuma wajah?!"
Chanyeol kemudian mengusap dadanya lega. "Syukurlah kalo kamu gak ada luka serius di muka."
Sialan, Renjun ini beneran adik kandungnya bukan sih?
Itu pembalasan, Jun. Sebelumnya kamu selalu godain Chanyeol, sekarang gantian.
Renjun mengedarkan pandangannya, dia masih bisa melihat pemandangan rumah yang setengah hangus, tempatnya dan yang lain berjuang semalaman untuk menghentikan aksi mengerikan Han dan Jeongin.
Eh tunggu? Teman-temannya kemana?!
"Jun!"
Renjun bernafas lega ketika mendapati teman-temannya tengah menghampirinya, lengkap dengan si bungsu Jisung. Walaupun beberapa datang dengan perban dan gips tapi setidaknya tidak ada nyawa yang melayang.
"Lo gak apa-apa?" Tanya Markㅡ selalu menjadi orang yang bertanya tentang keadaan.
Renjun menggeleng sebagai jawaban. "Gapapa, cuma masih pusing."
Mark mengangguk. "Syukur, deh."
"Oh iya... Jeongin, dia gimana?"
Mark tersenyum. "Tenang, dia gak mati. Beruntung gue sama Jeno lari ke dalem dan berhasil nyelamatin kalian, termasuk Jeongin. Sekarang dia lagi dibawa ke rumah sakit dan bakal langsung ditangani polisi begitu pulih."
Renjun kembali bernafas lega. Walaupun dia memang kesal karena Jeongin menerrornya dan membunuh teman-temannya tapi mana mungkin dia membalasnya dengan hal yang sama? Apalagi dia tidak akan bisa memaafkan dirinya jika menjadi seorang pembunuh.
Melihat Jeno yang tenang membuat Mark tersenyum.
"Akhirnya lo sekarang bisa tidur nyenyak lagi, Jun." Ujar Mark yang dibalas senyuman Renjun.
"Akhirnya kita gak perlu ngabisin waktu kita lagi buat mikir tentang pembunuhan atau hal-hal berbau kriminal." Timpal Jeno.
"Akhirnya gue gak perlu nyolong handphone dari perusahaan bokap lagi demi penyelidikan." Ujar Chenle. Hal ini sontak mendapat gelengan ringan dari semua orang, rang kaya broo.
"Akhirnya gue bisa mabar lagi sama Jeno tanpa halangan." Kalian pasti tahu siapa yang berbicara.
"Akhirnya gue bisa hidup tanpa rasa bersalah lagi." Ujar Minho.
"Akhirnya gue bisa pulang dengan tenang." Ujar seseorang dengan tubuh transparan. Dia menatap langit dan tersenyum.
Yang lain tidak bisa menyadari kehadirannya, hanya dirinya dan kakaknya yang bisa melihat laki-laki pucat itu.
"Gue pulang ya, Jun. Kasih tahu sama yang lain, gue gak mau ngomong langsung. Gue takut... gue takut gak mau pulang kalo ngobrol langsung sama mereka."
Renjun tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca. "Goodbye, bro. Makasih buat semuanya." Ujar Renjun dengan suara lemah, bahkan teman-temannya tidak bisa mendengar suaranya.
Jaemin, laki-laki pemilik senyuman manis itu tersenyum. Dia menutup kedua matanya, bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan menghilang dan menuju ke langit.
Renjun mendongkak. "Kita harus ketemu lagi di kehidupan selanjutnya, H A R U S." gumam Renjun dengan air mata pertama yang keluar dari matanya.
Bukankah ini termasuk happy ending? Sahabat Renjun sekarang sudah tenang, begitu pula dirinya. Tidak ada lagi terror yang menghantuinya dan tidak ada lagi pengurangan teman, justru sekarang sepertinya dia berhasil menambah teman.
▪▪▪▪
Laki-laki bersurai coklat itu mengernyit di tengah tidurnya, perlahan sepasang manik hitam itu mulai terbuka karena pantulan sinar matahari. Angin sore juga mulai menerpa rambut cokelatnya dari jendela kamar yang terbuka.
Dia kemudian bangkit, masih dalam keaaan seperempat sadar dan melihat jam dinding di kamarnya, pukul setengah tiga sore. Itu artinya dia tertidur selama hampir 6 jam lamanya.
Dia memutuskan melakukan peregangan karena merasa agak pegal. Apa mungkin ini karena mimpinya barusan? Haha konyol.
Renjun terkekeh begitu mengingat mimpinya. Bukankah ini lucu? Renjun bermimpi tentang petualangan dirinya yang bermarga Park melawan penerror yang ternyata salah satunya adalah teman kelas Renjun Park yang dia anggap telah meninggal jatuh dari gedung.
"Aduh, aneh banget deh. Ngapain gue mimpiin diri gue sendiri sebagai Park Renjun? Marga gue kan Huang."
-bad dream-
Hai!
Hihi kita udah sampai di penghujung cerita ya. Alur gak jelas dan ending gak jelas, bahkan aku sendiri gak jelas. Lebih tepatnya ending ini terlalu klise gak, sih? Tapi percaya deh, aku butuh ending ini buat season 2.Makasih banyak buat yang udah mau mampir dan baca cerita dengan banyak kekurangan ini. Terima kasih buat vote dan komentar semangat kalian! I love you so much!
Sampai jumpa di BAD DREAM SEASON 2!
Jangan lupa follow aku supaya kalian gak kelewatan ceritanya:)w/ love, Elsa Nursyafira ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[0.1] BAD DREAM | NCT DREAM ✓
FanfictionStarting from the nightmare and it slowly become a dangerous terror. In real life. ©elsanursyafira, 2020