1

64 26 0
                                    

Let's marriage

Ini baru pukul lima sore, jam pulang kantor. Dan Dzaky pulang lebih awal, walaupun begitu ia masih tetap mengenakan seragamanya. Jika biasanya ia menggunakan motor untuk mempermudah mobilitas hari-harinya, namun tidak untuk hari ini. Ia meminjam mobil Reno untuk mempermudah hal yang ingin lakukan sekarang.

Dzaky memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, tepat di seberang gedung yang menjadi incarannya. Ada kotak yang berisi sebuah cincin di dalam kantongnya dan juga di sebelahnya ada seikat bunga. Beberapa orang mulai keluar dari gedung tersebut, entah keluar berpasangan, berkelompok ataupun sendiri. Hingga seorang perempuan keluar dari sana. Keluar dengan perempuan lainnya, mereka entah membicarakan sesuatu. Tapi Dzaky meraih bunga yang ada di sebelahnya dan langsung menghampiri perempuan yang jadi fokusnya sekarang.

Ketika mereka sudah saling berhadapan, tatapan mereka beradu. Perempuan yang di depan Dzaky memandang laki-laki itu dengan bingung, seperti tak mengenali siapa dirinya. Tapi di detik ia mengenali wajah Dzaky, di detik yang sama laki-laki itu menyodorkan bunga dan ucapan yang berhasil memberikan reaksi seperti pelempar bom.

"Ayo kita menikah."

Bukan perasaan teharu seperti pasangan lain ketika mendapat lamaran. Tapi terkejut, mata membulat dan rahang bawah yang terjatuh. Dan Dzaky tak melihat sekitarnya, matanya benar-benar jatuh dan fokus pada perempuan yang ada di depannya. Tak sadar ada laki-laki yang menatapnya dengan rahang mengeras dan kepalan tangan yang terbang kemudian mendarat keras di pipi kanannya.

Orang-orang di sekitar terkejut, ketika Galang melepaskan bogeman untuk laki-laki yang tiba-tiba datang untuk mengajak Diana menikah. Tapi Diana mengenali siapa pria itu, cinta pertamanya masa Sekolah Menengah Pertama. Tubuh Dzaky sedikit oleng namun tidak sampai terjatuh, sudut bibirnya juga berdarah.

Sedangkan Galang berdiri di depan Diana, menatap tajam pada laki-laki yang sudah berani mengibarkan bendera perang untuknya.

"Saya tidak tahu keberanian macam apa yang anda punya, hingga berani meminang perempuan yang sudah memiliki kekasih!" Galang mengucapkan itu dengan menahan sisa kemarahan yang masih meluap-luap.

Dzaky tidak langsung menjawab, ia menghapus darah yang ada di ujung bibirnya. Sebelum berdiri tegak memandang Galang, tatapannya juga sama tajam.

"Peraturannya adalah, sebelum janur kuning melengkung Diana masih bisa memilih laki-laki yang lebih baik daripada anda." Dzaky mengucapkannya dengan nada datar.

Jika saja, Diana tak memeluk lengan kanan Galang untuk tidak melanjutkan aksi adu jotos kekasihnya, mungkin Dzaky sudah babak belur.

"Anda benar-benar tidak tahu malu!"

Dzaky tak pernah jawab teriakan Galang, mata laki-laki bersiborok dengan manik milik Diana. Mereka bertatap.

"Aku akan datang lagi nanti."

***

Diana tahu walaupun tanpa harus berbicara banyak, dia mengenal cukup baik Galang. Kekasihnya lima bulan terakhir ini. Galang bukan orang yang ekspresif tapi entah kenapa semua perasaan pria itu rasanya selalu terbang memenuhi di dalam ruangan. Kedua tangan Galang mengeras pada setir mobil dan menatap tajam ke arah depan.

Hal yang mengerikan itu bukan tentang hantu atau apapun itu. Tapi ketika marah yang hanya ditutupin dengan kediaman. Diana tidak banyak berkomentar, membiarkan Galang yang berbicara lebih dahulu. Membiarkan laki-laki itu membawa mereka, tapi jika sesuai dengan rencana mereka hari ini, dia dan Galang seharusnya akan nonton dan makan malam di luar. Sebagai perayaan kembalinya mereka. Namun sayangnya, mobil Galang berhenti dimana biasa menjemput dan mengatar pulang. Tepat di depan gang rumah Diana. Gadis itu belum mengenalkan Galang pada Hardian, karena mereka belum 'pasti' dan ia belum yakin dengan kekasihnya itu.

Mesin mobil mati, dan Galang mencoba tidak untuk meledak. Mereka baru saja berbaikan karena ia tak mampu mengontrol emosi, jangan sampai ia melakukan hal yang sama lagi. Jadi sebelum berbicara Galang menarik nafas, dan mulai bertanya tanpa memandang Diana.

"Kamu kenal sama orang gila tadi?"

Diana mengangguk, pandangan pada kedua jari-jari tangan yang saling bermain. "Dia teman SMP."

"Jadi dia yang pernah di ceritain sama Rama?"

Dengan ragu Diana mengangguk, kemudian Galang membuat kekasihnya berhadapan dengannya. Kedua tangan pria itu menarik bahu Diana cukup keras. Diam-diam Diana menahan ekspresi dan ringisan karena tindakan Galang.

"Kamu milikku, ingat!"

Diana kembali mengangguk, dan ketika melihat jawaban seperti yang laki-laki itu harapankan ia melepaskan cengkramannya. Bersandar di kursi kemudi, mengusak rambutnya sendiri kemudian menghela nafas dengan keras. Galang terdiam sejenak, kemudian menoleh pada Diana yang menunduk menatap tas yang ada dipangkuannya. Laki-laki itu langsung memvuat Diana tenggelam dalam pelukan.

"Maafkan aku," ujar Galang dengan suara yang lebih lembut. Dan Diana yang berada dipelukan pria itu hanya mengangguk dan mengumamkan kata 'iya'.

Kemudian pelukan tersebut merengang, berganti dengan kecupan ringan di kening Diana beberapa detik. "Nanti kita ganti jalan-jalan hari ini."

Diana mengangguk setuju, sebelum akhirnya Galang meminta agar kekasihnya segera pulang. Diana sempat menoleh ketika sudah cukup jauh jarak antara mobil Galang dan dirinya, ia hanya melambaikan tangan sebelum kembali melanjutkan langkah. Galang melihat itu semua, bahkan membalas lambaikan tangan Diana dengan senyuman. Sebelum akhirnya senyum itu menghilang di gantikan dengan wajah tegas dengan rahang mengetat.

***

Biasanya ketika sampai di rumahnya, Galang langsung memilih bertemu dengan kursi sofa yang ada di ruang tamu kemudian memberi kabar pada Diana jika ia telah sampai rumah dengan selamat. Tapi kali ini tidak, pria itu melanjutkan langkah pada meja kerjanya. Benda yang berada menghadap paa jendela besar apartemen studio miliknya. Dan kemudian melaksanakan niat yang sudah ia rencanakan sejak melihat orang gila saat dirinya menjemput Diana. Butuh beberapa jam ia mendapatkan informasi yang menurutnya cukup.

Ada laptop yang menampilkan beberapa foto dari seorang pria, selembar kertas yang sudah berisi beberapa poin-poin penting. Kali ini Galang sudah tahu siapa lawannya.

Laki-laki yang berniat mengambil miliknya, dan dia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Jadi jangan berharap lebih untuk itu. Dzaky Abian Ferdian.

***

Tiga hari kebelakangan ini, Galang selalu mampu menjemput Diana. Tepat waktu, memang biasanya kekasihbya selalu tepat waktu untuk segala urusan. Dan dia belum melihat Dzaky lagi, tidak ada pesan apapun setelah hari itu. Jadi Diana pikir segalanya sudah selesai, mungkin hari itu Dzaky sedang tidak waras.

Kehabisan obat ataun alasan yang lain, yang mungkin terdengar masuk di akal. Tapi Diana tahu, kalau berfikir kadang berbahaya. Jumat sore, sehari sebelum akhir pekan. Dzaky kembali.

Diana yang pertama menyadari keberadaan pria itu, sebelum kemudian mereka saling bertatapan. Dzaky yang awalnya bersandar pada motornya seketika itu berdiri tegap, hendak menghampiri Diana tapi langkahnya terhenti saat seorang pria menghampiri Diana dan langsung menrangkul perempuan itu. Dan Dzaky masih ingat siapa itu.

Tatapan mereka terpecah ketika pria tersebut menuntun Diana pergi menjauh dari sana. Hari ini gagal lagi.

Aku sedang mencoba menulis dengan kalimat baku, hope u like it. Btw doakan aku keterima kerja yaa

Unexpected Propose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang