4

45 22 2
                                    

My Friends doesn't like him

"Hei,"

Diana menoleh ke arah Galang yang sekarang sedang menyetir. Ini sudah seminggu, sejak pertemuan terakhir Diana dengan Dzaky. Galang tidak pernah tahu tentang hari itu, perempuan tersebut menyimpannya rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Setiap kata-kata Dzaky benar-benar mengoyahkan hatinya. Rasanya sudah lama ia tidak tersentuh begitu dalam, atau tersipu sampai benar-benar memerah karena kata-kata dari kaum adam.

Karena ia tidak terlalu memiliki hubungan mereka, para lelaki. Rasanya seperti sulit untuk percaya pada mereka, bahkan untuk Galang butuh setahun lebih bisa ia percaya. Diana dari dulu takut pada mereka. Bukan karena trauma masa kecil, karena hubungannya dengan ayahnya, Hardian cukup baik. Terkadang dia juga tidak mengerti alasan mengapa dirinya seperti itu dulu, bahkan sampai sekarang. Walaupun tidak separah ketika SMA.

"Ada yang kamu pikirin?" Diana mengeleng sebagai jawaban pertanyaan Galang

"Bukan apa-apa kok, cuma pengen nyandar aja kok." Setelah itu Diana kembali menempelkan kepalanya pada jendela mobil, tapi baru beberapa saat kepalanya sudah di tarik oleh Galang. Kemudian bersadar di bahu laki-laki itu.

"Kalau gitu kenapa gak di aku aja?"

"Kamu lagi nyetir."

"Gak papa."

Lalu di sepanjang mereka menuju tempat tunjuan, Galang membiarkan Diana bersandar pada bahunya, tangan kiri yang tetap di kemudi sedangkan satunya mengengam erat tangan Diana. Mereka tak banyak berbicara sampai akhirnya mereka tiba di salah satu club malam di daerah pusat wisata yang terkenal dengan pasir putih, halus dan juga matahari terbenamnya.

Selepas turun dari mobil, Galang langsung menarik Diana agar berdiri di sampingnya dan berjalan mantap lurus menuju pada klub malam tempat dimana pesta terjadi. Salah satu kenalan Galang sedang berulang tahun dan merayakannya di tempat itu. Diana cukup sering menemani Galang untuk acara-acara seperti ini, atau ketempat yang hampir sama. Ia tidak melakukan apa-apa, bahkan tidak menyetuh minuman apapun selain yang di berikan Galang. Dan itu selalu soda.

Tapi untuk pria itu, ia menerima segala botol, bahkan selalu menerima tantangan jika di suruh menghabiskan satu botol penuh. Terkadang pria itu langsung tidak langsung mabuk atau bisa saja langsung ambruk sebelum mereka sampai mobil. Diana juga terkadang menemani Galang semalaman penuh, atau terkadang meminta pulang lebih awal. Dan Galang tidak pernah mencegahnya, karena dia tahu jika kekasihnya benar-benar anak baik-baik.

"Hei!"

"Ram, apa kabar?"

"Baik, balikkan lagi kalian?"

Galang tersenyum, lalu menarik Diana agar lebih dekat dengannya kemudian mengangguk. Sedangkan Diana mencoba untuk tidak menatap Rama. Teman baiknya, dan merupakan orang yang mengenalkan dirinya dengan Galang. Bersyukurlah dengan penerangan di tempat ini tidak cukup bagus, Galang tak menyadari jika Rama menatap tajam pada Diana.

"Selamat kalau begitu, langgeng terus ya!" Jika seorang bisa membaca pikiran, ucapan Rama sama sekali bukan hal yang jujur. "Oh ya, di sana ada Dinda tolong temenin dia sebentar. Baru putus dia soalnya." Selepas menunjuk tempat yang Rama maksud, dia langsung pergi.

"Kamu mau ikut aku atau Dinda?"

"Ku rasa, Dinda butuh penyemangat mental."

"Kalau gitu, aku ke teman-temanku, ya?"

Setelah Diana mengangguk, dan Galang mengusak rambutnya. Gadis itu langsung berjalan menuju Dinda, melewati kerumunan orang-orang yang menikmati dunia malam mereka. Saat Diana sudah hampir dekat dengan meja yang di gunakan Dinda, ia sudah melihat dua gelas cocktails kosong di atas meja.

"Hei, jomlo baru."

Dinda menoleh pada Diana, kemudian tertawa sebelum akhirnya meminta gadis itu untuk duduk di sebelahnya. "Cuma sedih sebentar, lagian dia gak layak buat di sedihin."

"Setuju."

"Kamu ke sini sama siapa? Galang?" Diana mengangguk. "Balikkan lagi?" Diana kembali mengangguk.

"Dasar bego."

***

Setelah minum banyak, kemudian melantur tidak jelas, pada akhirnya Dinda tak sadarkan diri. Diana tetap di meja itu, menjaga Dinda sambil memainkan ponselnya. Tapi kemudian Galang muncul, dengan bau akohol.

"Mau pulang sekarang?"

"Tunggu Rani ke sini, Dinda pingsan soalnya."

"Udah kamu telpon Rama?" Diana mengangguk, "udah aku kasih tahu, sih. Tunggu bentar lagi, ya."

Dan akhirnya Diana dan Galang menunggu. Diana tetap duduk di kursinya, menghadap Galang. Sedangkan kekasihnya berdiri menjulang di depannya. Awalnya Diana sibuk dengan hal yang ada di ponselnya, tapi semuanya buyar ketika Galang mulai mengusap rambutnya.

Pandangan mereka bertemu, tangan Galang yang masih mengusap rambut Diana, perlahan bergerak maju ke telinga. Menyelipkan helaian rambut di belakang telinga, kemudian turun secara perlahan mengikuti tulang rahang gadis itu. Sampai berhenti pada dagu Diana, membuat gadis itu lebih menatap matanya.

Diana memerhatikan setiap gerakan Galang. Yang mulai secara perlahan menurunkan kepala dan memiringkannya. Mata laki-laki itu juga menyanyu, menatap bibirnya. Karena kursi yang digunakan dalah kursi tinggi, jadi tidak membuat Galang yang sedang mencium Diana tidak perlu menunduk banyak.

Pergerakan yang awalnya hanya bibir Galang, kemudian di balas oleh Diana. Lalu di susul dengan lidah yang mencoba saling mengikat. Rasa dari minuman yang di minum Galang, mengecap di lidah Diana. Kedua mata mereka tidak benar-benar tertutup, beberapa kali saling mengintip. Tangan Galang yang pada awalnya di dagu Diana kembali bergerak ke belakang leher, dengan salah satunya menuju pinggang kekasihnya. Menarik tubuh perempuan itu lebih dekat dengannya. Sedangkan Diana mengalungkan kedua tangannya pada leher Galang.

"TERIMA KASIH UDAH MAU NUNGGUIN!"

Kontak basah mereka terlepas begitu saja, ketika mendengar intrupsi dari seseorang yang mereka kenal, Rama. Melihat itu, perlahan Diana dan Galang melepaskan pelukan mereka. Dan Galang menutupnya dengan mengusap bibir Diana yang basah.

"Sama-sama," ucap Galang kemudian menatap Rama. "Mau langsung pulang kalian?"

Rama mengiyakan pertanyaan Galang, "Kamu mau pulang ikut aku, Diana?"

Diana dan Galang saling menatap beberapa detik, sebelum Galang memberikan persetujuannya dengan anggukan kepala. "Kamu bawa mobil?" tanya Galang pada Rama.

"Iya, karena tahu Dinda bakalan mabuk parah."

"Yaudah kalian hati-hati kalau gitu. Butuh bantuan mindahin Dinda ke mobil?"

Rama menolak tawaran Galang, kemudian Diana dan Rama menapah Dinda lalu keluar dari tempat itu. Setelah memastikan Dinda sudah nyaman tidur di kursi belakang, Rama langsung mengambil posisi di kursi kemudi, sedangkan Diana ada di sebelah temannya itu. Beberapa meter pertama, tidak ada percakapan. Hingga tiba di lampu merah pertama mereka.

"Kenapa balikkan sama dia lagi, sih?" tanya Rama yang lebih pada diri sendiri, karena Diana tidak menjawabnya. "Jangan bilang kamu di janjiin kalau dia bakalan berubah."

"Diana, dia itu udah main tangan sama kamu. Hubungan kalian itu udah gak sehat lagi, dan kamu tahu itu, kan?"

"Aku tahu." Jawaban Diana terdengar seperti bisikan. Dan masih terdengar oleh Rama.

Sedangkan Rama yang duduk di kursi kemudi, menarik rambutnya ke belakang. Matanya tetap fokus pada jalanan yang mulai sepi, kemudian menarik nafas dalam.

"Seharusnya aku gak pernah ngenalin kalian."

Woke plot-plot utamanya mulai keliatan disini.
Hidup mulai terasa membosankan, terjebak di rumah seharian. Mikirin tteobbokki dan omurice. Tolong yang baik hati kirimkan saya gopay untuk memesan mereka 😭

Unexpected Propose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang